Zaman weda kuno – Sumber tertua dari zaman ini terdapat pada kitab-kitab Weda. Ada empat himpunan Weda, yaitu: Rig Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda. Tiap-tiap Weda ini terdiri dari 3 bagian, yaitu Mantra, Brahmana dan Upanisad.
Kata mantra dapat dianggap sama dengan puji-pujian atau nyanyian keagamaan. Pengumpulan mantra-mantra itu disebut samhita. Kitab Brahmana berisi peraturan dan kewajiban keagamaan, sedangkan Upanisad mewujudkan bagian-bagian Brahmana yang membicarakan soal falsafat.
Mantra-mantra tersebut adalah buah karya para penyair, sedang Brahmana adalah buah karya para imam, dan Upanisad adalah renungan para ahli falsafat.
Mantra-mantra itu juga dapat dianggap bersifat falsafi, yaitu sepanjang mantra-mantra tersebut juga mencoba menerangkan rahasia dunia ini, bukannya karena ilham, tetapi karena terang dari akal manusia.
Tujuan pertama dari mantra-mantra itu ialah untuk memuji para dewata misalnya untuk mengundang dewa-dewa agar menghadiri persajian korban, untuk memuji para deewa pada saat kurban dipersembahkan dan alin-lainnya lagi.
Orang Arya pada zaman ini menyembah kepada dewa. Istilah dewa mula-mula berarti terang, kemudian dikenakan pada segala sesuatu yang terang, misalnya : matahari, bulan, langit, bintang, fajar, hari, api, dan sebagainya. Maka para dewata yang disembah orang pada waktu sebenanrnya adalah kekuatan alam yang dipandang sebagai berpribadi.
Dewa yang dianggap sebagai dewa nasional ialah Indra. Barangkali Indra ini mula-mula adalah dewa hujan dan kesuburan, yang kemudian dianggap sebagai dewa perang, karena dewa inilah yang sebagai penolong bangsa Arya di dalam perangnya melawan bangsa penduduk asli India. Ia dianggap yang mengalahkan bangsa “Dasyu”, yaitu bangsa yang bukan Arya.
Indra di dalam anggapan orang menjadi pahlawan diantara para dewata. Biasanya digambarkan sebagai memiliki kulit yang bergigi, jangggut dan rambut yang kemerah-merahan. Ia mengendarai kereta dari emas dan bersenjatakan petir.
Kemenangan yang paling berharga ialah kemenangan atas Wrta, roh jahat yang menguasai musim kemarau. Teman Indra ialah dewa Marut, dewa angin ribut, yang digambarkan sebagai pemuda-pemuda yang lincah, yang berlari-lari berbondong-bondong dengan membawa tombak serta pedang menyala. Marut inilah yang mendatangkan awan, hujan, lautan serta mata air.
Dewa penting lainnya ialah Waruna, yaitu dewa langit. Sebutan ini diturunkan dari kata dasar War, yang artinya meliputi atau melengkungi, melingkari. Waruna dianggap sebagai yang meliputi seluruh langit yang luas serta segala makhluk yang ada didalamnya itu dengan suatu tenda yang besar.
Waruna ini lama-kelamaan diidealisir hingga menjadi dewa moral. Dialah yang menguasai tata tertib dunia benda moral. Ia adalah dewa yang tertinggi, dewa segala dewata yang mengawasi dengan seksama hukum-hukum yang kekal daripada dunia moral yang diadakannya.
Tata dunia yang dikuasainya itu disebut Rta, yang secara terjemahan lurus berarti “perjalanan segala sesuatu”. Kemudian kata itu berarti “hukum” pada umumnya, serta keadilan yang dikandung didalam hukum itu. Segala sesuatu yang teratur didalam alam semesta ini berasaskan Rta. Demikianlah Rta itu menjadi bapa segala sesuatu.
Rta mula-mula berarti “jurusan yang sudah ditetapkan dari dunia, matahari, bulan, bintang, pagi dan sore, siang dan malam”. Lama-kelamaan Rta itu berarti “jalan moralitas yang harus dilalui oleh manusia dan hukum keadilan yang ditaati juga oleh dewa”.
Di kemudian hari cita-cita tentang Rta ini mendapat tempat penting di dalam alam pikiran dan hidup orang India, yaitu dengan sebutan dharma.
Para manusia pada umumnya merasa bergantung kepada dewa-dewa ini, Namun hubungan itu bukanlah hubungan yang menakutkan, bukan suatu hubungan seperti terhadap tuannya yang kejam, tetapi hubungan itu tampak sangat karib. Dewa-dewa itu umpanya disebut “bapa” atau “saudara”.
Pada waktu itu belum ada keterangan yang jelas tentang dunia, baik yang mengenai asalnya, maupun yang mengenal penciptanya serta susunannya. Tetapi sekalipun semuanya masih samar-samar, agaknya orang sudah mulai juga memikirkan tentang hal itu.
Mengenai asal mula dunia ada mantra-mantra yang menyebutkan bahwa dunia itu diadakan oleh dewa, tetapi juga ada yang menyebutkan bahwa pada mulanya dunia itu adalah air yang karena kekuatan waktu atau kekuatan nafsu (kama), atau karena kekuatan lainnya, berkembang menjadi dunia ini.
Kadang-kadang orang masih ingin mendalam lagi, yaitu mencari asal mula air itu. Umpamanya air itu ada kalanya dianggap diturunkan dari kegelapan atau dari keadaan yang kacau balau (chaos), atau diturunkan dari hawa.
Di dalam puji-pujian kepada Wiswakarman disebutkan, bahwa air samudera yang pertama itu di dalamnya mengandung benih yang pertama, yaitu telor dunia, yang terapung-apung di atas air yang pertama, yang masih kacau balau itu. Dari telor itulah timbul Wiswakarman, anak sulung alam semesta, pencipta dunia ini.
Demikianlah pada zaman yang kuno dahulu sudah terdapat benih-benih pemikiran yang bersifat falsafi.
Baca juga: Tentang Zaman Upanisad