Latar Belakang Kedatangan Belanda
Latar belakang kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia di antaranya sebagai berikut :
1. Meletusnya Perang Delapan Puluh Tahun antara Belanda dan Spanyol tahun 1568 sampai 1648.
Pada awalnya, perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama karena Belanda mayoritas beragama Kristen Protestan sedangkan orang Spanyol beragama Kristen Katolik.
Perang tersebut kemudian berkembang menjadi perang ekonomi dan politik. Raja Philip II dari Spanyol memerintahkan Kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun 1585. Portugis menaati perintah tersebut, sebab Portugis telah diduduki Spanyol.
2. Adanya petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan Huygen van Lischolen, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan pernah sampai ke Indonesia.
Belanda datang pertama kali ke Indonesia
Bangsa Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596. Pendaratan pertama terjadi di Pelabuhan Banten. Rombongan bangsa Belanda tersebut dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer. Mereka membawa empat buah kapal.
Belanda datang ke Banten untuk kedua kalinya pada tahun 1598, dengan membawa 8 buah kapal. Rombongan kedua ini dipimpin oleh Jacob Van Neck dan Warwijk.
Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan telah memperoleh keuntungan yang besar, Belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah.
Untuk melancarkan usahanya, Belanda menempuh beberapa diantaranya dengan membentuk VOC pada tahun 1602.
Berdirinya VOC
Untuk mengatasi persaingan tidak sehat dan sekaligus mematahkan dominasi Portugis, seorang anggota parlemen Belanda yang bernama Johan van Oldebarnevelt mengajukan sebuah isil, yaitu penggabungan seluruh perusahaan dagang yang ada di Belanda menjadi satu serikat dagang.
Usulan tersebut mendapat sambutan baik. Pada tanggal 20 Maret 1602 berdirilah Vereenigde Oost Indische Compagnie atau Serikat Perusahaan Dagang Hindia Timur, yang biasa dikenal dengan sebutan VOC. Dengan modal pertama 6,5 milyar gulden, VOC dipimpin oleh tujuh belas direktur yang dikenal dengan sebutan Heeren Zeventien.
Baca: Sejarah VOC
Hak khusus VOC
Hak khusus VOC di antaranya hak monopoli perdagangan, hak memiliki tentara, pengadilan dan mengumumkan perang. Selain itu, VOC juga memiliki hak untuk mencetak mata uang sendiri dan hak mengadakan perjanjian dengan penguasa setempat atas nama pemerintah Belanda.
Berdasarkan hak khusus tersebut VOC menjadi lembaga pemerintahan dan sekaligus lembaga perdagangan yang otonom. Kehadiran VOC di wilayah jajahan dipimpin oleh seorang gubernur jenderal. Gubernur ini menjalankan dua peran sekaligus, yaitu sebagai direktur perusahaan dan pimpinan pemerintahan.
Kegiatan VOC di Indonesia
Kegiatan VOC mulai diorganisasi dan monopoli perdagangan mulai diterapkan setelah ditetapkannya gubernur jenderal yang pertama, yaitu Pieter Both. Dia menentukan pusat kedudukan VOC di Ambon.
Pilihan itu didasari pertimbangan bahwa dari Ambon kegiatan untuk menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku akan lebih mudah dilakukan.
Dalam perkembangannya Pieter Both memindahkan pusat kedudukan VOC ke Jayakarta dengan alasan strategis dan akan lebih mudah menyingkirkan Portugis yang berkedudukan di Malaka waktu itu.
Untuk melaksanakan rencana tersebut, Pieter Both meminta izin kepada Pangeran Jayakarta untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta, yang termasuk wilayah kekuasaan Banten. Namun, beberapa tahun kemudian EIC dari Inggris juga diizinkan mendirikan kantor dagang di Jayakarta.
Akibatnya muncul persaingan antara VOC dan EIC. Saat terjadi persaingan VOC dan EIC Jan Pieter Zoon Coen diangkat menjadi gubernur jenderal. Untuk memenangkan persaingan, ia mendirikan benteng VOC di Jayakarta, yang diberi nama Batavia.
Kemudian ia menghasut penguasa Banten Ranamenggala, untuk memecat Pangeran Jayakarta dan sekaligus menutup izin berdagang EIC. Sejak tanggal 31 Mei 1619, VOC memperoleh hak penuh atas Jayakarta. Dan sejak saat itu pula nama Jayakarta berubah menjadi Batavia.
Melalui Batavia VOC memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah di Indonesia. Perluasan pengaruh itu disertai penerapan monopoli perdagangan. Dengan kekuatan militer dan keahlian memecah belah, sejumlah wilayah tunduk pada pengaruh VOC.
Peraturan Dagang VOC
Untuk menjalankan monopoli perdagangan VOC membuat peraturan sebagai berikut:
- Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen, hak jual beli hanya dimiliki VOC.
- Panen rempah-rempah harus dijual kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
- Barang kebutuhan sehari-hari seperti peralatan rumah tangga, garam dan kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
VOC mempunyai hak ekstirpasi dan melakukan pelayaran hongi untuk mengendalikan monopoli perdagangan. Dua hal itu merupakan strategi VOC untuk mengendalikan monopolinya.
Hak ekstirpasi adalah hak untuk menumpas pohon rempah-rempah yang dianggap berlebihan agar harga rempah-rempah di pasar mancanegara tetap tinggi.
Sedangkan pelayaran hongi adalah pelayaran bersenjata lengkap untuk mengawasi pohon rempah-rempah yang berlebihan dan mencegah petani rempah-rempah berhubungan dengan pembeli lain.
Perluasan pengaruh VOC berlangsung setelan VOC berkedudukan di Batavia. Setelah menguasai Batavia, VOC lalu menanamkan pengaruh politik di Kerajaan Banten.
Kemudian, VOC bergerak ke ke Timur dan berhasil memperlemah Kerajaan Mataram di Jawa tengah melalui Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Salatiga (baca di artikel sejarah: Kerajaan Mataram Islam).
Sedangkan di Makassar VOC berhasil menanamkan pengaruh politiknya melalui Perjanjian Bongaya
Di Maluku, VOC menanamkan pengaruh politiknya melalui perjanjian dengan penguasa setempat. Dengan itu, VOC mengadakan perjanjian untuk saling membantu menghadang pengaruh Portugis.
Dengan Ternate mengadakan perjanjian dalam rangka menanamkan pengaruhnya di Selat Barat, Luhu, Kambelo, dan Lusidi yang termasuk wilayah kekuasaan VOC.