Sejarah Negara Com – Dalam mempelajari sejarah Wali Songo, kiranya belum lengkap jika kita tidak membahas pula tentang siapa Syekh Siti Jenar. Meskipun cerita mengenai dirinya masih penuh diliputi rahasia dan tanda tanya, begitu pula keanggotaannya dalam kewalian juga masih menjadi perselisihan pendapat diantara para ahli sejarah.
Sebagian ada yang mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar ini termasuk salah seorang wali sembilan atau wali songo yang terkenal di Jawa. Hanya karena beliau dipandang sudah menyimpang dari dasar agama, karena kurang mengindahkan syariat sama sekali, maka akhirnya beliau tidak diperkenankan lagi mengajar, serta dikeluarkan dari keanggotaan wali. Bahkan kabarnya beliaupun dihukum mati, disebabkan oleh karena ajaran-ajaran beliau dianggap menyesatkan.
Disamping itu, ada yang berpendapat andaikatapun benar beliau dipecat, beliau juga menjadi wali, akan tetapi bukan termasuk wali sembilan.
Mungkin kita bertanya, Siapakah Syekh Siti Jenar? Nama Siti Jenar sudah jelas, bahwa ini bukanlah nama yang sesungguhnya, melainkan nama saramaran (julukan, parapan), seperti halnya Sunan Kalijaga yang memiliki julukan Syekh Malaya.
Menurut legenda yang hidup di kalangan masyarakat hingga sekarang, konon katanya nama Syekh Siti Jenar itu berarti Tanah Merah, Siti artinya tanah, yang dalam bahasa Jawa lemah, sedangkan Jenar artinya merah, yang dalam bahasa Jawa bang atau abang. Sehingga dalam babad kemudian terkenal dengan sebutan Syekh Lemah Bang atau Lemah Brit. Padahal Jenar artinya kuning.
Kemudian dari mana asal mula Syekh Siti Jenar? Apakah beliau berasal dari tanah Arab (Persia), India ataukah asli orang Jawa? Sampai sekarang hal itu belum diketahui dengan pasti.
Dalam hal ini, Oemar Amin Hoesin seorang bekas attache pers, pada kedutaan Republik Indonesia di Mesir berpendapat: bahwa Siti Jenar itu mungkin adalah ucapan salah satu perkataan Sidi Jinnar dari bahasa Persia yang berarti : Siti = tuan, dan jinnar adalah orang yang kekuatannya seperti api.
Hal ini dihubungkan dengan pula dengan kepercayaan dan hubungan kebudayaan yang ada antara bangsa Indonesia dengan Persia. Sebab di dalam buku Persia banyak nama atau perkataan-perkataan yang berakhiran: annar, nar, Naynar, dan sebagainya.
Diantara ucapan-ucapan Syekh Siti Jenar adalah sebagai berikut: “Saya inilah Allah! Saya sebetulnya bernama Prabu Satmata (Hyang Manon) dan tiadalah yang lain dengan nama Ketuhanan”.
Kemudian katanya:
“Syekh Siti Jenar Bang yektinipun,
ing kene ora ana, amung Pangeran sejati
…………………………..”
Artinya Syekh Siti Jenar sesungguhnya tak ada di sini, yang ada hanyalah Tuhan yang sejati.
Ujarnya pula demikian :
“Awit Seh Lemah Bang iku,
wajahing Pangeran jati
nadyan sira ngaturana
ing Pangeran kang sejati
jejuluk Prabu Satmata
tan ana liyan jatine
ingkang aran bangsa Allah
Artinya : jangan kebanyakan semu, saya inilah Allah. Saya sebetulnya bernama Prabu Satmata, dan tiadalah yang lain dengan nama Ketuhanan.
Oleh karena segala ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran Syekh Siti Jenar ini dipandang sangat membahayakan rakyat, maka akhirnya beliaupun di hukum mati oleh para wali.
Jikalau kita ikuti segala ucapan Syekh Siti Jenar tersebut di atas, maka hal itu mengingatkan kita kepada ajaran-ajaran dan ucapan-ucapan salah seorang ,isticus yang masyhur, yaitu Al Hallaj (858 – 992 M). Sebagaimana diketahui bahwa Al Hallaj pernah berkata :
“Anal ‘I Haqq”! yang artinya sayalah kebenaran yang sejati itu.
Kemudian katanya pula : “Wa’ma fi jubbati illa-Lah”, yang artinya : dan tidak ada yang dalam jubah, melainkan Allah.
Disamping itu, Al Hallaj juga pernah mengatakan :
“Telah bercampur Rohmu dalam RohKu
laksana bercampurnya chamar dengan air jernih,
Bila menyentuh akanMu sesuatu
tersentuhlah aku
Sebab itu Engkau adalah aku, dalam segala hal.
Demikianlah pandangan hidupnya. Ucapan dan ajarannya inilah yang mengakibatkan dia dihukum mati diatas tiang gantungan, karena dianggap berbahaya dan menyesatkan oleh pemerintah Bagdad.
Kedua ahli mistik baik Al Hallaj maupun Syekh Siti Jenar fahamnya adalah condong kepada ajaran Pantheisme, kesatuan antara makhluk dengan Khalik Maha Penciptanya. Dan keduanya pun mengalami pula nasib yang sama, karena mereka harus menebus keyakinan hidupnya dengan hukuman mati.
Kemudian kita dapati pula ucapan Syekh Siti Jenar yang lain yang isinya tampak lebih mengutamakan hakekat daripada syari’at, katanya demikian :
“Sadat salat puwasa kawuri, apa dene jakat lawan pitrah, ujar iku dora kabeh, nora kena ginugu, Islam tetap durjananing budi, ngapusi keyhing titah, sinung swarga besuk e, wong bodo kanut, ulama tur nyatane pada bae nora uning, beda Syekh Siti Jenar.
Selanjutnya berkatalah Siti Jenar :
“Tan mituhu salat lawan dikir, jengkang-jengking neng masjid ting krembyah, nora nana ganjarane, yen wus ngapal bathukmu, sejatine tanpa pinanggih, neng ndonya bae pada susah amemikul, lara sangsaya tan beda, marma Siti Jenar muing madep wajidi, Gusti Dat roning kamal”.
Baca juga: Sejarah hubungan wayang kulit dengan Wali Songo
Demikianlah antara lain pandangan hidup serta ajaran dari Syekh Siti Jenar. Dalam riwayat sejarah dikatakan bahwa diantara murid Syekh Siti Jenar antara lain: Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Pengging, Pangeran Panggung, dan Ki Lontang.