Di tepi Sungai Niger, seorang pemintal sedang duduk mengerjakan untaian benang menjadi suatu pola kain tenun yang sangat menarik. Sambil memintal, dia ingat sebuah pepatah, ”Selagi Niger abadi, pekerjaanku ini pun akan abadi”.
Di bawah kakinya, sungai ini air mengalir, kadang bergolak kadang tenang, sesekali berkelok-kelok, sesekali lurus. Dari hulu sampai ke muaranya, Niger merupakan suatu sungai yang kontras dan membuat aneka perubahan besar di sepanjang alirannya.
Selama ribuan tahun, alirannya tetap berupa teka-teki. Sejak zaman Yunani kuno, para penjelajah berangan-angan untuk dapat menelusuri jejaknya. Namun, baru pada abad ke-19, angan-angan ini menjadi kenyataan.
Kunjungi peta Sungai Niger di google map
Pemberi kehidupan bagi Mali dan Niger
Sungai Niger adalah sungai terbesar ketiga di Afrika setelah Sungai Nil dan Kongo. Namun, pengaruhnya terhadap penduduk Afrika Barat sama besarnya dengan pengaruh kedua sungai besar lainnya. Bahkan, Niger justru disebut “pemberi kehidupan bagi orang Mali dan Niger”.
Sepanjang 4.180 km alirannya, Niger melewati empat negara Afrika Barat, yaitu: Guinea, Mali, Niger, dan Nigeria sebelum bermuara di Teluk Guinea. Di satu titik, Niger mengalir di sepanjang perbatasan utara Benin.
Hulu Sungai Niger berada di dataran tinggi Fouta Djallon Guinea, dekat perbatasan Sierra Leone. Di tempat ini, Niger terletak sekitar 280 km dari Samudra Atlantik.
Semula sungai ini mengalir ke timur laut melewati Guinea dan Mali sampai ke tepi Sahara. Di aliran hulunya, hingga mendekati kota Timbuktu di Mali.
Oleh penduduk setempat Sungai Niger disebut Sungai Joliba. Joliba sangat vital bagi perkembangan dua kota penting di Mali, yaitu Bamako sebagai ibu kota pusat pemasaran dan ekspor Mali, serta Ségou, yang selama bertahun-tahun terkenal dengan permadaninya dan kini menjadi markas besar proyek irigasi.
Setelah Timbuktu, sungai mengalir ke tenggara melewati Cao, yaitu tempat kekaisaran Songhai dan Mali pada abad ke-11. Sungai tersebut lalu melintasi ujung barat Republik Niger.
Dari tempat ini Niger dapat dilayari sampai sejauh kota Say, tetapi sangat berbahaya karena arusnya deras. Arus deras Bussa yang berbahaya ini menghalang pelayaran sampai ke Jebba, Nigeria, tempat satu di antara tiga jembatan yang melintangi Sungai Niger berada.
Kota Jebba menandai akhir aliran tengah sungai ini. Dari Jebba, Niger dapat dilayari sampai ke laut dari bulan Juli sampai bulan Oktober, yaitu ketika paras airnya mencapai puncak ketinggian.
Di aliran bawahnya, Sungai Niger bergabung dengan anak sungainya yang terpenting, yaitu Kaduna dan Benue. Setelah melewati titik pertemuannya dengan Benue, di Nigeria selatan, terbentuklah delta Sungai tersebut. Luas delta ini 36.260 km2. Pelabuhan Harcourt, yaitu kota pelabuhan terbesar kedua di Nigeria, terletak dekat muara delta ini.
Sungai Niger mengairi wilayah seluas 1.500.000 km2 dan, sepanjang alirannya, Niger mempengaruhi jutaan penduduk. Suku Hausa dan Djerma Songhai bertani padi, kacang (kacang tanah), dan bulgur di Lembah Niger yang subur.
Penangkapan ikan di sungai merupakan hal yang sangat penting bagi perekonomian Mali. Mali merupakan salah satu negara Afrika Hitam yang telah mengembangkan penangkapan ikan di sungai secara komersial.
Suku gurun Tuareg dan nomad Fulani menggembalakan kawanan ternaknya di tepi sungai ini selama berabad-abad yang lalu. Dekat Pelabuhan Harcourt, suku Ibibio dan Efik masih menggantungkan mata pencahariannya pada pohon palem penghasil minyak yang tumbuh di kedua tepi Sungai Niger.
Sejarah
Meskipun Sungai Niger sudah lama dikenal oleh orang Yunani kuno, alirannya baru dapat dijejaki pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Seorang penjelajah bangsa Skotlandia, Mungo Park, adalah orang yang pertama menjejaki aliran sungai ini.
Penjelajahan sungainya terjadi pada tahun 1795-1796. Namun, baru pada tahun 1830 dua orang Inggris, Richard dan John Lander, dapat mencapai muara sungai ini.
Pada abad ke-20, berbagai upaya dibuat untuk membendung Sungai Niger bagi pembangunan industri. Salah satu pembangunan proyek raksasa adalah Bendungan Sansanding di Mali, yang telah memanfaatkan ribuan hektar tanah rawa-rawa sejak pembangunannya selesai di pertengahan tahun 1940-an.