Leopold Sedar Senghor adalah presiden pertama negara Senegal, adalah seorang penulis dan penyair dunia yang mengungkapkan perasaan dan harapan negerinya melalui tulisan-tulisannya. Dalam sebuah syairnya, dia menulis tentang negerinya yang kering dan berpasir, yaitu suatu negeri yang penuh dengan semak belukar dan cabang pohon baobab yang melingkar-lingkar.
Dalam berbagai karya Senghor terasa kecintaannya akan rakyat dan cara hidup mereka. Dialah yang telah lama berjuang tentang budaya Afrika di bawah bendera negritude dan dia pulalah yang telah mensponsori Festival Seni Negro Dunia yang pertama di Dakar pada tahun 1966.
Geografi Senegal
Senegal terletak di pantai Atlantik Afrika Barat, berbatasan dengan Mauritania di utara, Mali di timur, dan Republik Guinea dan Guinea-Bissau (bekas Guinea Portugis) di selatan. Luas wilayahnya hampir 196.800 km2.
Kecuali di garis pantai yang pendek, separuh wilayahnya mengelilingi Gambia, yaitu suatu negara pedalaman sekitar 320 km dari pantai yang terletak di tepi Sungai Gambia.
Sebagian besar Senegal berupa dataran rendah berteras, dengan ketinggian kurang dari 150 m di atas paras laut, dan melandai dari kaki perbukitannya di tenggara ke Atlantik dan Sahara.
Di sekitar Sungai Casamance di selatan terdapat rawa-rawa dan hutan kayu. Pohon palem minyak banyak terdapat di wilayah ini. Di wilayah tengah dan utara yang setengah gersang dan berpasir, vegetasinya terutama terdiri atas squat acacia dan baobab. Vegetasi ini perlahan-lahan menjadi semakin jarang ke arah gurun pasir yang hanya terdapat semak-semak belukar saja.
Sungai Senegal, yaitu sungai terpanjang di negara ini, mengalir di sepanjang perbatasan utara negeri. Sungai ini dapat dilayari sepanjang tahun dari Saint Louis sampai ke Podor, sedangkan selama musim hujan, sungai ini dapat dilayari hingga ke Mali. Dua sungai penting lainnya, yang masing-masing memiliki pelabuhan sungai kapal samudra, adalah Sungai Saloum dan Sungai Casamance.
Kunjungi Peta Senegal atau di google map
Iklim
Iklim di sebagian besar Senegal umumnya hangat dengan keragaman suhu sedikit saja, hanya ada dua musim saja, yaitu penghujan dan kemarau.
Pada musim penghujan yang berlangsung dari bulan Juni sampai Oktober, bagian selatan negeri mendapat cukup curah hujan, tetapi pada musim kemarau yang berlangsung bulan Nopember-Mei daerah itu hanya mendapat sedikit curah hujan atau bahkan tidak sama sekali.
Bagian utara negeri hanya mendapat curah hujan setinggi 50 cm selama musim hujan yang agak singkat.
Kota
Dakar adalah ibu kota Senegal, berpenduduk sekitar 1.000.000 jiwa. Dakar terletak di Jazirah Tanjung Verde, yaitu ujung paling barat benua Afrika.
Posisinya yang strategis menjadikan Dakar sebagai pelabuhan udara dan laut yang utama. Bandara internasional Yoff melayani pesawat jet dan merupakan tempat pemberhentian utama antara Eropa dan Amerika Selatan serta antara Amerika Utara dan Afrika Selatan.
Dakar merupakan pusat pemerintahan dan industri. Jalan-jalannya yang ramai, yang dirancang untuk tahan terhadap tiupan angin laut dan angin darat, bertaburkan bangunan pemerintah yang luas, rumah apartemen baru yang menjulang tinggi, dan berbagai hotel modern.
Saint-Louis, yang berpenduduk sekitar 50.000 jiwa, merupakan ibu kota Senegal hingga tahun 1958. Saint-Louis merupakan pusat industri pe nangkapan ikan, sedangkan jalan-jalannya yang rindang mengingatkan kita akan kota-kota propinsi di Prancis selatan.
Kaolack adalah pusat kereta api utama, terletak di jantung wilayah penghasil kacang tanah. Kota-kota penting lainnya adalah Thies, Ziguinchor, Rufisque, Tambacounda, dan Diourbel.
Penduduk Senegal
Sebagian besar orang Senegal berkulit hitam dan bertubuh ramping. Wolof adalah bahasa yang paling luas penuturnya meskipun bahasa Prancis sebagai bahasa resmi. Sekitar 80% penduduknya beragama Islam, 5% beragama Kristen, sedangkan selebihnya memeluk kepercayaan animisme.
Di wilayah pedesaan, jubah panjang dan kopiah kecil banyak dipakai oleh para pria Muslim. Wanitanya berpakaian kain panjang atau jubah yang beraneka warna dengan blus dan ikat kepala di atasnya. Mereka sering menghias dirinya dengan gelang, cincin, dan anting-anting emas atau perak.
Suku Wolof meliputi sekitar sepertiga penduduk Senegal yang berjumlah sekitar 6.400.000 jiwa. Mereka terutama tinggal di wilayah antara Saint-Louis dan Dakar dan merupakan petani bulgur dan kacang-kacangan.
Meskipun mayoritas suku Wolof beragama Islam, mereka masih melakukan praktik dan kebiasaan memuja dan memberi sesajian kepada dewa-dewa rumah tangga.
Kelompok suku yang erat dengan suku Wolof adalah suku Lebu. Mereka terutama bekerja sebagai nelayan dan tinggal di wilayah Dakar. Suku Serer mirip suku Wolof, tetapi postur tubuhnya lebih kecil.
Suku Serer tinggal di wilayah antara Dakar dan Gambia. Seperti halnya suku Wolof, suku Serer adalah petani kacang-kacangan. Mereka merupakan petani yang efisien yang juga beternak sapi, biri-biri, dan kambing untuk membantu menyuburkan lahan pertaniannya.
Suku Tukulor dan Fulani banyak tinggal di lembah Sungai Senegal. Suku Tukulor berkulit hitam adalah petani, sedangkan suku Fulani yang berkulit putih di wilayah utara adalah penggembala nomadik.
Selama musim kemarau, suku Fulani menggiring ternaknya ke lahan-lahan pertanian milik suku Tukulor. Ketika suku Tukulor mulai menanam tanamannya di musim hujan, suku Fulani berpindah ke bagian lain lembah sungai. Terdapat pula suku Fulani di wilayah Casamance yang tidak seperti saudaranya di utara yang nomadik, namun tinggal menetap dan setengah petani.
Di Gambia selatan terdapat suku Diola, yang merupakan petani ulet dan masih bertalian dengan suku Serer. Suku Mandinka-Bambara terutama tinggal di kaki-kaki perbukitan di tenggara, tempat mereka menanam bulgur. Banyak di antara mereka orang Mandinka-Bambara mendapatkan pekerjaan di Dakar dan kota-kota sekitarnya.
Orang Eropa, Suriah, dan Libanon merupakan orang non-Afrika di Senegal yang berjumlah sekitar 50.000 jiwa. Mereka terutama terpusat di kota-kota besar dan bekerja sebagai pengajar, teknisi, dan pegawai pemerintah.
Sebagian orang Suriah dan Libanon adalah saudagar, sedangkan sebagian besar kantor-kantor perdagangan yang besar serta industri dikuasai oleh orang-orang non-Senegal.
Cara Hidup
Secara tradisional orang Senegal, kecuali suku Fulani yang nomadik, dibagi menjadi kelas-kelas sosial yang berbeda. Kelas yang tertinggi adalah para bangsawan dan para petani bebas.
Di bawahnya adalah para pengrajin (para pandai besi dan pengrajin kulit) dan para pengamen. Kelas terbawah adalah keturunan budak. Kelas bangsawan dan petani bebas boleh saling menikah, sedangkan kelas pengrajin dan pengamen, secara tradisional, terikat kepada status turunannya sehingga jarang menikah dengan orang di luar kelasnya.
Pengamen adalah penyanyi pendongeng yang terikat dengan para keluarga bangsawan dan pekerjaan mereka adalah menyanyi memuji mereka yang melakukan perbuatan agung di waktu lampau.
Meskipun perbedaan kelas ini masih berlaku di antara suku Wolof, Serer, dan Diola, perbedaan kelas ini perlahan-lahan mulai menghilang. Pemerintah, melalui pendidikan dan pelayanan kesempatan ekonomi yang lebih baik, berusaha menjadikan semua penduduknya merasa sebagai orang Senegal asli.
Di pedesaan para petani yang mengolah lahan kecil, hidup bersama-sama di dalam perumahan komunal. Rumah-rumah mereka terbuat dari batu bata kering dengan atap mirip kerucut.
Di wilayah pedalaman Senegal, merupakan hal yang biasa bagi keluarga besar yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga generasi untuk tinggal dalam satu rumah dan dengan mengakui kekuasaan kepala keluarga.
Seorang kepala keluarga semacam itu harus menjamin rasa hormat terhadap yang lebih tua, yang diharapkan dapat memakmurkan kehidupan mereka.
Beberapa kepala keluarga biasanya lalu membentuk dewan desa. Kecuali di antara orang Kristen, poligami merupakan kebiasaan yang banyak dilakukan oleh pria yang mampu menyediakan rumah terpisah bagi setiap istrinya.
Pekerjaan sehari-hari seorang wanita meliputi menanak nasi, mencuci pakaian, memintal kapas, merawat kebun sayuran yang kecil, serta berbelanja ke pasar. Anak-anak kebanyakan bekerja di ladang membantu orang tua mereka.
Sekitar 25% anak-anak Senegal bersekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah. Dari Fakultas kedokteran, hukum, ilmu pengetahuan, dan seni, Universitas Dakar yang didirikan pada tahun 1957, memiliki sekitar 10.000 orang mahasiswa.
Ekonomi
Senegal pada dasarnya adalah negara pertanian. Kacang tanah merupakan tanaman utamanya, sedangkan bulgur, cantel, dan padi merupakan tanaman penting kedua. Bulgur ditanam setelah kacang, ubi jalar, buncis, dan jagung. Tanaman padi di rawa-rawa Casamance membuahkan hasil yang kurang memuaskan.
Berbagai percobaan sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi beras dengan cara mempergunakan mesin-mesin dan irigasi. Para petani masih suka memilih menanam kacang. Kacang dan produk sampingnya membentuk sekitar 80% ekspor Senegal.
Penangkapan ikan secara komersial kini menjadi sebuah industri yang penting, sedangkan dari berbagai tanaman, yang kini sedang dikembangkan, kapas telah menunjukkan hasil yang gemilang.
Di antara beberapa mineral, fosfat merupakan mineral terpenting dan merupakan ekspor mineral utama.
Sejarah dan Pemerintahan Senegal
Kerajaan Tukulor kuno di Tekrur berkembang di lembah Sungai Senegal pada abad ke-9 sebagai tempat pemberhentian selatan rute dagang lintas Sahara para kafilah suku Moor.
Suku Tukulor memeluk agama Islam pada abad ke-11, lalu menjadi mubaligh Islam utama di Afrika Barat. Kerajaan Tekrur ini pernah menentang penaklukan oleh kekaisaran Ghana dan Mali, tetapi akhirnya Tekrur berhasil dikuasai oleh para penguasa Wolof dan Fulani.
Pada abad ke-15, Wolof berhasil mendirikan suatu kekaisaran pantai yang luas, tetapi akhirnya perlahan-lahan pecah menjadi negara-negara bagian.
Orang Eropa pertama yang tiba di Senegal adalah para pelaut Portugis, yang menjejakkan kakinya di jazirah Tanjung Verde pada tahun 1445 dan kemudian mendirikan pos-pos dagangnya di sepanjang pantai Atlantik.
Menjelang abad ke-17, orang Prancis menggantikan kedudukan orang Portugis di beberapa pos dagangnya. Selama abad ini dan menjelang abad ke-18, Prancis memusatkan perhatiannya terutama pada perdagangan budak.
Pada pertengahan abad ke-19, Prancis mulai bergerak ke pedalaman Senegal. Meskipun mereka mendapatkan perlawanan dari penduduk setempat, menjelang akhir abad ke-19 Prancis berhasil mematahkan semua bentuk perlawanan mereka.
Senegal lalu diperintah sebagai propinsi Prancis seberang Lautan meskipun tetap berbudaya Afrika dengan mayoritas penduduknya beragama Islam.
Selama abad ke-19, Penduduk Saint Louis, Gore’e, Rufisque, dan Dakar memperoleh kewarganegaraan Prancis sepenuhnya dengan hak suara. Namun, sejak tahun 1900 Senegal mulai menuntut kekuasaan yang lebih besar untuk mengurus berbagai persoalannya. .
Setelah Perang Dunia II, Senegal menuntut kemerdekaannya. Menjadi negara yang berswapemerintahan dalam Masyarakat Prancis pada tahun 1958 dan bergabung dengan Republik Sudan (kini Mali) ke dalam Federasi Mali pada tahun 1959.
Ketika federasi ini bubar tahun 1960, Senegal menjadi negara berdaulat. Léopold Sédar Senghor, yang memimpin gerakan bagi kemerdekaan menjadi presiden pertama.
Senghor menjabat sebagai presiden sampai pengunduran dirinya pada tahun 1980. Dia lalu digantikan oleh Abou Diouf yang memenangkan pemilihan presiden pada tahun 1983, 1988 dan 1993.
Tahun 1990-an terjadi protes terhadap pemerintahan yang korup, pengangguran dan kemiskinan. Pemerintahan juga diwarnai kekerasan pemisahan diri dari propinsi selatan Casamance.
Tahun 1982 sampai 1989, Senegal dan Gambia membentuk sebuah federasi yang disebut Senegambia. Perselisihan perbatasan dengan Mauritania pada tahun 1985 telah menimbulkan adu kekuatan dan pengungsian massal antara kedua negara. Negara ini ikut dalam persekutuan militer melawan Irak dalam Perang Teluk pada tahun 1991.