Sejarah Kerajaan Mamluk Mesir 648 H/1250 M – 922/1517 M – Kata Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar menjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba dan kemudian dijual.
Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari golongan hamba uang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa Kesultanan Bani Ayub.
Pada Mamluk Dinasti Ayubi’yah berasal dari Asia Kecil, Persia (Iran), Turkistan, dan Asia Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku bangsa Turki, Syracuse, Sum, Rusia, Kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa.
Peta Wilayah Kerajaan Mamluk Mesir
Profil Kerajaan Mamluk
- Ibu kota: Kairo
- Bahasa: bahasa Arab, Kipchak
- Agama: Islam
- Bentuk pemerintahan: Oligarki
- Sultan:
- 1250-1257: Izz al-Din Aybak
- 1516-1517: Tuman bay II
- Sejarah:
- Kematian Turanshah: 1250
- Pertempuran Ridaniya: 1517
- Pendahulu: Dinasti Ayyubiyyah
- Pengganti: Ottoman Empire
Mamluk sultan yang berkuasa merupakan gabungan para mamluk sultan-sultan sebelumnya, yakni mamluk yang dibeli dengan harta sendiri atau dari uang baitulmal dari mamluk para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Dinasti Mamluk didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Saleh, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya.
Pada masa penguasa, mereka mendapatkan hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan materiil. Di Mesir, mereka menjalani latihan militer dan keagamaan.
Karena itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (laut). Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi. Kerajaan Mamluk dibagi menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya, yaitu:
- Golongan pertama dinamakan Mamluk Bahri/Bahriyah (648 – 792 H / 1250 – 1389 M), yakni yang berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol, dan Kurdi.
- Golongan kedua dinamakan Mamluk Burji / Barjiyah (792 – 923 H / 1389 – 1517 M), yaitu mamluk yang berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukasus. Golongan kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk.
Nama Mamluk Bahriyah dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Al-Saleh Najmudin Ayyub kepada para mamluk. Tempat ini berada di pulau Raudhah di tepu Sungai Nil yang dilengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan materi-materi sipil militer.
Sejak itu, para mamluk dikenal dengan Al-Mamalik Al-Bahriyyah yang artinya para budak lautan. Sementara penamaan Burji / Barjiyah disandarkan kepada para budak yang ditempatkan di benteng yang mempunyai menara (buruj). Oleh karena itu, para mamluk dinamakan Al-Mamalik Al-Burujiyah yang artinya para budak benteng.
Salah satu hal yang unik dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk di Mesir adalah adanya ambisi untuk menjadi sultan dari serang mamluk wanita bernama Syajar Ad-Durr. Dia adalah isteri Sultan Bani Ayub, Al-Saleh Najmuddin Ayyub.
Syajar Ad-Durr mengambil alih kekuasaan setelah suaminya meninggal dunia dalam suatu pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyati, Mesir. Putra Mahkota, Turansyah, ketika itu sedang berada di Syam.
Untuk menjaga agar semangat pasukan Islam tetap teguh, sang isteri menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar Ad-Durr. Atas dukungan para pemuka mamluk, Syajar dapat berkuasa penuh sebagai sultan selama 80 hari.
Kekuasaannya berakhir dengan adanya teguran dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad bahwa yang memerintah di Mesir seharusnya adalah seorang pria dan bukan wanita.
Syajar tidak sanggup menolak perintah khalifah tersebut, dan akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan sultan pengganti dirinya agar tetap dapat memerintah dari balik layar. Suami Syajar yang baru adalah Sultan Izzudin Aybak, salah seorang mamluk almarhum suaminya yang resmi menjadi sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri.
Sultan-sultan mamluk yang terkenal adalah Quruz, Baybars, Qalawun, dan Nasir Muhammad bin Qalawun adalah Sultan Qutuz (Qathasz) (675 H / 1258 M) dengan bantuan panglima perangnya.
Baybars berhasil mematahkan serbuan bangsa Mongol ke Palestina dalam peperangan Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260. Kemenangan ini merupakan balasan terhadap bangsa Mongol yang sebelumnya menghancurkan Baghdad sebagai pusat khilafah Islam pada tahun 1258 H.
Perang tersebut merupakan peristiwa besar dalam Sejarah Islam dan merupakan kemenangan pertama yang berhasil dicapai oleh kaum muslimin terhadap orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tak terkalahkan.
Setelah kemenangan ini, nilai tambah terhadap Dinasti Mamluk adalah bersatunya kembali Mesir dan Syam di bawah naungan Sultan Mamluk setelah mengalami perpecahan pada masa sultan-sultan keturunan Salahuddin Al-Ayyubi.