Keadaan masyarakat Arab sebelum masuknya Islam merupakan masyarakat feodal yang materialistis. Seseorang dihargai dan dihormati jika ia keturunan bangsawan atau orang yang kaya raya. Orang berlomba-lomba mencari harta benda yang berlimpah dan tenggelam dalam kehidupan duniawi.
Mereka sangat mendambakan anak laki-laki yang dapat mempertahankan suku dan kekayaannya. Mereka tidak mau kehormatan mereka ternoda dengan ditawannya perempuan-perempuan oleh musuh, sehingga ada beberapa golongan yang sampai hati membnh anak perempuannya dan menguburkannya hidup-hidup.
Kebiasaan lain yang sangat buruk bagi bangsa Arab saat itu ialah diwarisinya isteri-isteri ayah oleh anak-anaknya, tak ubahnya bagai mewarisi harta bendanya.
Penduduk Mekah terdiri dari 2 golongan, yaitu golongan Badui (penduduk padang pasir) dan Ahlul Hadhar (penduduk kota). Karena di padang pasir tak ada pemerintahan yang akan mengikat warga dan melindungi keamanan mereka, maka martabat kesukuanlah yang menjamin keselamatan mereka dan keluarga.
Bila salah seorang dari anggotanya teraniaya, menjadi kewajiban bagi suku atau kabilahnya untuk menuntut bela. Kabilah-kabilah tersebut hidupnya bebas dan berdiri sendiri. Sering pula terjadi peperangan antara mereka disebabkan hanya perkara kecil. Oleh karena itu, mereka tidak pernah bersatu dalam satu kesatuan seperti bangsa lain.
Sesudah Islam datang, kehidupan masyarakat Arab yang feodal materialistis itu berubah menjadi masyarakat yang beragama, ukuran derajat dan kemuliaan seseorang bukan lagi keturunan dan kekayaan, tetapi adalah ketaqwaan kepada Allah SWT dan amalnya.
Hal ini digambarkan dalam firman Allah Surat Al Hujarat ayat 13 yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”