Pulau Papua terbagi menjadi dua provinsi yang keduanya memiliki rumah adat yang sama. Baik rumah adat Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat keduanya disebut Honai.
Setiap Rumah Honai biasa ditinggali antara 5 sampai 10 orang. Rumah ini biasa digunakan sebagai tempat istirahat atau tidur di malam hari. Sedangkan bangunan lainnya digunakan untuk makan bersama, dan satu bangunan lainnya digunakan sebagai kandang ternak.
Biasanya, Rumah Honai umumnya dibagi menjadi dua tingkat. Antara lantai dasar dan lantai satu diberi tangga yang terbuat dari bambu. Biasanya kaum pria tidur di lantai dasar secara melingkar, sedangkan kaum wanita tidur di lantai satu.
Jika dilihat dari asal katanya, Honai berasal dari dua kata yaitu “Hun” dan “ai”. Hun artinya pria dewasa dan “Ai” artinya rumah. Jika diartikan secara keseluruhan honai berarti rumah laki-laki dewasa.
Tetapi bukan berarti rumah adat Honai hanya dihuni oleh laki-laki dewasa, tetapi wanita Papua juga memiliki honai hanya saja berbeda istilahnya. Honai untuk wanita disebut “Ebeai”. Ebeai juga terdiri dari dua kata, yakni “Ebe” dan “ai”. Ebe artinya tubuh dalam pengertian kehadiran tubuh dan “Ai” berarti rumah.
Meskipun rumah adat Papua Barat dan Papua Timur sama-sama disebut Honai, namun ada salah satu suku yang memiliki nama rumah adat berbeda, yaitu suku Arfak di Papua Barat yang mendirikan Mod Aki Aksa, yang berarti rumah kaki seribu.
Rumah kaki seribu terdiri dari satu lantai kayu, atapnya terbuat dari daun-daun sagu atau jerami. Bentuknya kerucut dengan pintu kecil, dan lantainya disangga oleh tiang pilar penyangga. Rumah ini tertutup dengan dua buah pintu satu di depan dan lainnya di belakang. Karena tiang penyangga rumah Mod Aki Aksa sangat banyak, sehingga disebut rumah kaki seribu..
Rumah Honai dibuat dari kayu, dengan ketinggian kurang lebih 2,5 meter, atapnya berbentuk kerucut terbuat dari jerami atau ilalang. Mengapa bangunan rumah Honai sempit dan tidak berjendela? Hal ini bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Di bagian tengah rumah disediakan tempat untuk membuat api unggun sebagai penghangat tubuh ketika dingin melanda.
Jenis Rumah Honai
Ada 3 jenis Rumah Honai, yaitu sebagai berikut:
- Rumah Honai untuk kaum laki-laki
- Rumah Ebei wanita
- Rumah Wamai untuk kandang babi
Di wilayah tengah pegunungan Papua didiami oleh suku Dani yang sudah mengenal rumah honai sejak lama di Kabupaten Jayawijaya. Hal ini berarti honai memang didesain khusus untuk berlindung dari cuaca dingin. Dan rumah honai hingga saat ini masih dibangun secara turun-temurun sesuai budaya dan tradisi setempat.
Dalam mengadakan pertemuan untuk rapat perang dan pesta adat, masyarakat rumah honai merupakan tempat berkumpulnya laki-laki dewasa, yaitu di ruang bawah. Ruangan Honai bagian bawah juga digunakan sebagai tempat penyimpan harta benda. Namun, suku Dani sering menggunakan ruangan ini untuk menyimpan mumi. Sedangkan kamar tidur terdapat ruangan bagian atas.
Honai dan ebeai juga dipergunakan sebagai tempat pendidikan khusus. Laki-laki yang sudah beranjak dewasa diajarkan banyak hal untuk kehidupannya kelak. Para wanita tidak boleh tinggal di honai laki-laki.
Desain Rumah Adat Papua
Rumah adat honai bentuknya bulat, dengan atapnya kerucut menyerupai kubah (dome). Bahan dasar atap tersebut adalah alang-alang atau jerami. Luas honai antara 5 meter sampai 7 meter. Honai yang dihuni oleh kaum wanita biasanya lebih pendek.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membangun honai meliputi rotan, akar tumbuhan, alang-alang, belahan kayu, dan kayu untuk tiang. Hal ini bisa disimpulkan bahwa rumah adat Papua benar-benar menggunakan kekayaan alam untuk membangun rumahnya.
Fungsi Rumah Honai
Rumah adat Papua Honai memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:
1.Tempat penyimpanan
Selain sebagai tempat tinggal rumah Honai juga digunakan untuk tempat menyimpan barang-barang yang biasa dipergunakan untuk kelangsungan hidup mereka, seperti peralatan berburu dan peralatan perang.
Fungsi lainnya yaitu untuk menyimpan barang-barang yang merupakan simbol berharga secara suku dan adat. Karenanya, rumah honai sangat berharga bagi Suku Dani. Semua peralatan di tempat ini masih tersimpan dengan baik.
2. Tempat pengglembengan
Seperti pada umumnya, bisa dikatakan Suku Dani memberi hak khusus untuk anak laki-laki anak laki-laki karena peran pentingnya. Semua anak laki-laki digembleng di rumah adat Honai agar ketika mereka dewasa bisa melindungi dan memimpin sukunya. Anak laki-laki Papua digembleng agar mampu bertahan hidup, seperti bagaimana berburu, dan bagaimana berperang dengan musuh yang berusaha akan menguasai mereka.
Tempat penyusunan strategi
Rumah adat Papua merupakan tempat terbaik bagi anggota suku untuk menyusun strategi perang. Dalam hal perang kaum laki-lakilah yang harus berperan, oleh karenanya laki-laki di Papua digembleng secara mental dan fisik untuk mampu mempertahankan kelangsungan sukunya dari serangan musuh.
Filosofi Rumah Rumah Honai
Bukan tanpa makna, rumah honai memiliki beberapa filosofi, antara lain sebagai berikut:
- Sebagai Pemersatu kelompok
Rumah Honai berbentuk bulat melingkar dan mengerucut memiliki makna bersatunya Suku Dani antara satu dengan lainnya. - Lambang kesatuan
Rumah Honai juga menjadi dasar rasa persatuan, senantiasa sehati, setujuan, dan juga satu pemikiran dalam pekerjaan sehari-hari untuk mewujudkan satu tujuan. - Status harga diri
Rumah Honai merupakan perwujudan dari harkat dan martabat Suku Dani.
Nama Rumah Adat Papua dan Gambarnya
Selain rumah Honai, ternyata Papua juga memiliki 2 jenis rumah adat lainnya, adapun nama dan gambarnya sebagai berikut:
1. Rumah Adat Kariwari
Rumah Adat Kariwari adalah rumah adat suku Tobati-enggros di Provinsi Papua Barat, suku iini tinggil di sekitar Danau Sentani, Papua. Rumah adat suku ini khusus digunakan bagi laki-laki yang sudah berusia 12 tahun ke atas.
Di sinilah anak laki-laki dikumpulkan dan digembleng agar menjadi manusia yang kuat jiwa raga, trampil, dan pintar sehingga mampu menghadapi kerasnya kehidupan. Sebagai contoh di tempat tersebut diajarkan belajar memahat, membuat perisai, perahu, bercocok tanam, dan sekaligus teknik dalam berperang.
Bangunan Rumah adat Kariwari
Rumah adat Papua Kariwari bentuknya limas segi delapan dengan atapnya juga kerucut. Meski bangunanya tinggi, namun bangunan ini mampu menahan angin yang kencang yang datang dari segala arah.
Bentuk atap yang mengerucut tersebut memiliki makna bahwa mereka memiliki kepercayaan untuk mendekatkan diri dengan roh para leluhurnya.
Bahan yang digunakan untuk membangun rumah adat Kariwari adalah kulit kayu sebagai bahan lantai, bambu dibelah yang digunakan untuk dinding. Sedangkan atapnya menggunakan daun sagu yang ditata rapi sedemikian rupa.
Meski bangunan ini besar dan tinggi, namun hanya menggunakan 8 buah kayu utuh sebagai kerangkanya dan disambung hanya menggunakan tali. Delapan kayu yang digunakan tersebut adalah kayu besi.
Di bawah bangunan di antara 8 kayu penyangga manfaatkan untuk menyimpan kerajinan dan alat perang.
Tata ruang Rumah adat Kariwari
Ketinggian rumah adat Kariwari antara 20 sampai 30 meter, dengan diamater lingkaran bangunan antara 8 sampai 12 meter. Bangunan ini terbagi menjadi 3 ruang, ruang bagian bawah sebagai tempat belajar kaum laki-laki.
Lantai bagian tengah digunakan sebagai tempat tidur dan tempat pertemuan para ketua suku. Sedangkan ruangan paling atas dijadikan sebagai tempat meditasi agar menambah semangat daya juang, emosi, dan berdoa.
2. Rumah adat Rumsram
Di Papua terdapat suku Biar Numfor, tinggal di daerah Pantai Utara Papua yang juga memiliki rumah adat bernama Rumah Rumsram. Tak beda dengan rumah Kariwari, rumah ini juga dikhususkan untuk laki-laki kaum wanita dilarang keras untuk mendekat apalagi memasuki rumah ini.
Fungsi rumah rusman sebagai tempat belajar, mendidik dan menggembleng anak laki-laki mengembangkan kemampuannya agar nantinya menjadi manusia yang kuat jiwa raganya.
Bangunan Rumah adat Rumsram
Berbeda dengan rumah adat Kariwari yang bentuknya mengerucut, rumah adat Papua ini bentuknya mirip seperti perahu terbalik. Mengapa demikian? Karena mata pencarian hidup suku Biar Numfor menggunakan perahu untuk mencari ikan dan hasil laut lainnya.
Bahan bangunan yang digunakan semuanya didapat dari alam, misalnya kulit kayu, bambu air, dan daun sagu. Dinding bangunan rumah adat ini sama dengan rumah Kariwari, dindingnya juga terbuat dari bambu, lantai dari kulit kayu dan atapnya juga dari daun. Rumah ini memiliki 2 pintu, yaitu pintu depan dan pintu belakang, dengan ventilasi beberapa jendela.
Tata ruang Rumah adat Rumsram
Ketinggian Rumah adat Rumsram kurang 8 meter saja, di dalamnya hanya ada dua ruangan. Ruang pertama merupakan ruang terbuka tanpa dinding, hanya ada kolom bangunan yang tampak. Di sinilah setiap anak laki-laki suku Biar Numfor diajarkan beberapa keahlian yang bersifat praktis. Misalnya belajar memahat, belajar membuat perisai, perahu, dan berbagai hal untuk kebutuhan hidupnya di masa mendatang..
Selain rumah adat, suku di Papua juga memiliki senjata tradisional dan pakaiannya. Selengkapnya baca di ketiga tautan berikut: