Sejak dari pemerintahan Louis XIII, raja-raja Prancis menjalankan pemerintahan absolut. Artinya, raja berkuasa tanpa dibatasi oleh undang-undang dasar. Besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh raja-raja Prancis terkenal dengan ucapan Louis XIV : L’etat c’est moi. Yang artinya “negara adalah aku”.
Pada masa pemerintahan Louis XIV, Prancis mencapai puncak kejayaannya. Akan tetapi, kejayaan itu dicapai melalui penderitaan rakyat. Louis XIV banyak mendirikan bangunan megah dan menjadikan Paris sebagai pusat kebudayaan Eropa.
Di sisi lain, rakyat hidup menderita. Mereka dibebani berbagai macam pajak seperti pajak tanah (taille), pajak gandum (gabele), dan pajak anggur (aide). Hasil itu tidak digunakan untuk kepentingan negara, tetapi untuk kepentingan raja dan kerabat istana.
Sementara itu, tulisan-tulisan cendekiawan Prancis seperti Montesquieu dan Rousseau tentang kebebasan mulai mempengaruhi rakyat. Montesquieu mengemukakan teori tentang perlunya diadakan pemisahan antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan Rousseau mengemukakan teori kedaulatan rakyat.
Pada abad ke-18, Prancis sering terlibat dalam perang melawan negara-negara lain. Semua itu memerlukan biaya. Akibatnya, Prancis kekurangan uang, apalagi sebagian daerah jajahannya sudah dikuasai Inggris. Dalam krisis keuangan itu, kalangan istana tetap hidup bergelimang kemewahan.
Dalam situasi keuangan yang semakin parah, Louis XVI memanggil Etat Genereaux (semacam dewan perwakilan) untuk bersidang. Anggota dewan itu terdiri atas 3 golongan, yaitu : bangsawan, biarawan dan rakyat biasa.
Antara etiga golongan itu terdapat kesepakatan tentang cara pemungutan suara. Pada bulan Juni 1789 golongan rakyat biasa berhasil membentuk Assemble Nationale Constituante (Dewan Konstituante). Dewan ini dipimpin oleh Mirabeau, seorang bangsawan yang meihak golongan rakyat biasa.
Sementara itu, tersiar desas-desus bahwa raja memerintahkan tentara untuk membubarkan Dewan Konstituante. Akibatnya, pada tanggal 14 Juli 1789, penduduk Paris menyerbu penjara Bastille.
Serangan ke penjara yang dianggap sebagai lambang absolutisme itulah yang merupakan awal Revolusi Prancis. Rakyat Prancis mengumandangkan semboyan : liberte, egalite, fraternite. Yang artinya : kebebasan, persamaan, persaudaraan.
Aksi yang dimulai oleh penduduk Paris itu menjalarke daerah pedalaman. Rakyat menyerbu istana-istana dan kediaman tuan-tuan tanah dan para bangsawan. Hrta kekayaan mereka dirampas. Tanah milik tuan tanah dibagi-bagi oleh rakyat. Untuk menghindari amukan massa, banyak bangsawan yang melarikan diri ke luar negeri.
Pada tahun 1791, Dewan Konstituante berhasil menyususn undang-undang dasar. Prancis tetap berbentuk kerajaan, tetapi kerajaan konstituante. Louis XVI menjalankan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar.
Baca sejarah prancis selanjutnya: Perkembangan Prancis setelah menjadi negara kerajaan konstitusional