Sejarah Negara Com= Setiap tanggal 10 Nopember kita memperingati Hari Pahlawan. Peringatan itu untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan dan rakyat Surabaya yang melakukan pertempuran sengit melawan sekutu.
“Pertempuran Surabaya” merupakan suatu rangkaian peristiwa yang dimulai pada hari kedua sejak Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu (AFNEI) di bawah komando Brigadir Jendral A.W.S. Malaby mendarat untuk pertama kali di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
Sambutan Rakyat Terhadap Tentara Sekutu
Pemerintah dan rakyat Indonesia semula menyambut kedatangan tentara Sekutu tersebut dengan tangan terbuka, tetapi pihak Sekutu mengabaikan uluran tangan tersebut.
Pada tanggal 27 Oktober 1949 mereka menyerbu penjara Republik untuk membebaskan perwira-perwira Sekutu dan pegawai RAPWI (Relief of Allied Prisoners of War and Internees) yang ditawan Republik.
Pada tanggal 28 Oktober, pos-pos Sekutu di seluruh kota Surabaya di serang oleh rakyat Indonesia. Hanya dalam waktu sehari Brigade Mallaby nyaris binasa seandainya pemimpin-pemimpin Indonesia tidak segera memerintahkan penghentian tembak-menembak.
Sebaliknya penghentian tembak-menembak itu tidak dihormati oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu insiden yang belum pernah terungkap secara jelas Brigadir Jenderal Mallaby ditemukan telah tewas.
Tindakan sepihak yang dilakukan Sekutu yaitu karena tanpa perundingan terlebih dahulu, sesuai dengan perjanjian yang telah melahirkan Contact Committe (Panitia Penghubung) yang dibentuk oleh tentara Sekutu dan pemerintah RI, pimpinan tentara Sekutu di Surabaya pada tanggal 9 Nopember 1945 mengeluarkan ultimatum yang sangat menusuk perasaan rakyat Indonesia.
Semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan, selanjutnya menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas.
Baca juga: Pertempuran Margarana
Pertempuran 10 November
Batas waktu ultimatum tersebut adalah pukul 06.00 tanggal 10 Nopember 1945. Karena ultimatum tersebut tak dihiraukan oleh rakyat Surabaya, maka pecahlah pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945.
Dalam pertempuran itu tentara Sekutu segera mengerahkan lebih dari satu divisi infantri, yaitu Divisi India ke-15 beserta sisa Brigade Mallaby. Jumlah mereka seluruhnya antara 10 sampai 15 ribu orang.
Pasukan darat itu dibantu meriam-meriam kapal penjelajah Sussex dan beberapa kapal perusak serta pesawat-pesawat Mosquito dan Thunderbolt Angkatan udara Inggris (RAF).
Dalam pertempuran yang tidak seimbang yang berjalan sampai awal bulan Desember itu telah gugur beribu-ribu pejuang Republik Indonesia. Oleh karena itu, untuk memperingatai kepahlawanan rakyat Surabaya yang mencerminkan tekad perjuangan seluruh bangsa Indonesia. Pemerintah menetapkan tanggal 10 Nopember sebagai hari Pahlawan.
Baca juga: Catatan sekilas sejarah perjuangan Bung Tomo
Peristiwa penting yang terekam dalam pertempuran 10 November
Adapun beberapa peristiwa penting yang terekam dalam pertempuran Surabaya antara lain.
1. Insiden Bendera
Menjelang tanggal 31 Agustus 1945 (hari lahir Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda), pemuka Belanda mengajukan permintaan untuk diperkenankan mengibarkan bendera Belanda (Sutomo, 2008a: 15). Pada tanggal 19 September 1945, terjadilah Insiden Bendera yang berawal dari beberapa orang Belanda (NICA) mengibarkan bendera Belanda di atas puncak Hotel Yamato atau Hotel Oranje.
Pengibarnya adalah Ploegman dan Spit (Sutomo, 2008a:16). Melihat hal tersebut menyulut amarah arek-arek Surabaya yang melihatnya, kemudian beramai-ramai arek-arek Surabaya naik ke atas puncak Hotel Yamato untuk merobek warna biru pada bendera itu. Dengan demikian berkibarlah bendera di atas Hotel Yamato dengan dwi warna yang megah, yaitu merah putih, dan warna biru bendera tersebut pun berhasil disobek dan diturunkan.
2. Tewasnya Jenderal A.W.S. Mallaby
Tanggal 27 Oktober 1945 tentara Sekutu yang diperkuat oleh tentara India (Gurkha) mulai menduduki tempat-tempat penting yang telah dikuasai Indonesia. Tanggal 28 Oktober 1945 Sekutu melakukan pengepungan terhadap lapangan terbang PAOS (Penerbangan Angkatan Oedara Surabaya) dan berhasil mengambil alih tempat tersebut. Kemudian mereka berusaha untuk menduduki RRI Surabaya maka pertempuran tak terelakan lagi, pasukan TKR didukung arek-arek Surabaya dengan semangat “Merdeka atau mati” siap bertempur melawan Sekutu.
Pasukan Surabaya dengan perlengkapan senjata seadanya ditambah senjata-senjata rampasan dari Jepang mampu mengimbangi senapan dan meriam Belanda, bahkan Pasukan TKR dan Arek-arek Surabaya berhasil mengepung Pasukan Sekutu dari Brigade 49 yang terdiri kurang lebih 6000 tentara yang pada waktu itu belum didukung kekuatan laut dan udaranya sehingga hal ini menguntungkan pihak kita karena lebih menguasai medan.
Menghadapi hal tersebut, Markas Besar Tentara Inggris di Jakarta meminta bantuan Bung Karno sebagai Pangti TKR untuk menghentikan pertempuran di Surabaya. Bung Karno menyanggupi dan kemudian berangkat menuju Surabaya tanggal 29 Oktober 1945 didampingi Wakil Presiden Bung Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin dan berhasil meredakan situasi.
Setelah itu diadakan kesepakatan antara Bung Karno dan Bigadir Jenderal Mallaby yang pada intinya kedua belah pihak untuk sementara siap meletakan senjata dan bersama-sama memelihara keamanan dan ketertiban umum.
Ketika Kontak biro sedang merundingkan gencatan senjata terdengar kabar bahwa disekitar gedung Internatio yang terletak di dekat jembatan merah berkobar pertempuran lagi karena tentara Inggris yang terkepung di gedung Internatio tidak mau mengindahkan gencatan senjata.
Maka pada sore hari kontak biro bersama-sama dengan Brigadir Jenderal Mallaby menuju gedung, terjadilah rentetan tembakan dari dalam gedung dan pertempuran terjadi kembali. Pada saat pertempuran terjadi Komandan Brigade ke 49 Brigadir Jenderal Mallaby tewas tertembak yang hingga saat ini masih misteri siapa yang menembak mati jenderal tersebut.
Bung Tomo menyebutkan (Sutomo, 2008a:125) bahwa tewasnya Mallaby disebabkan karena ia tidak ikut berlari menyelamatkan diri dan bersembunyi melainkan tetap berada dalam mobilnya, sehingga ia tewas terkena granat di mobilnya yang turut hangus terbakar.
3. Penolakan ultimatum
Dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby maka pihak Inggris pada tanggal 9 Nopember 1945 mengirimkan pasukannya dari Divisi ke-5 India dipimpin oleh Jenderal Mayor Mansergh mendarat di Surabaya dengan kekuatan 24.000 tentara dan memberikan ultimatum-ultimatum kepada pemimpin-pemimpin Indonesia, pemimpin Gerakan Pemuda Indonesia Surabaya, TKR dan Arek-arek Surabaya harus melaporkan diri di Bataviaweg paling lambat tanggal 9 Nopember 1945 pukul 18:00 dengan posisi kedua tangan di atas dan juga harus menyerahkan senjata-senjata yang mereka miliki satu persatu. Apabila ultimatum tersebut tidak dipatuhi maka Inggris akan meluluh lantakkan Surabaya.
Ultimatum tersebut sangat menghina harga diri Bangsa Indonesia sehingga ditolak. Konsekuensinya pada tanggal 10 Nopember 1945 pukul 06.00 pagi pasukan sekutu menyerang Surabaya. Gerak maju Pasukan Inggris segera dihadapi oleh pasukan TKR dan Arek-arek Surabaya dan seluruh masyarakat yang tinggal di Kota dari berbagai suku bersatu padu melawan tentara Inggris sehingga tentara Inggris menderita kerugian yang cukup besar.
Untuk menambah daya serang pasukan Inggris terutama angkatan daratnya yang mengalami kesulitan menghadapi pasukan Indonesia, maka Inggris segera mengerahkan kekuatan laut dan udaranya untuk menggempur Surabaya. Inggris mengerahkan Kapal Perang Cruisser Sussex yang dilengkapi 4 Destroyers untuk memuntahkan meriam-meriam dan rudalnya ke arah Kota Surabaya.
Sementara itu kekuatan udara segera mengerahkan 8 pesawat pembom udara Thunderbolts dan 4 pesawat Mosquito untuk membombardir kota Surabaya. Akibat pertempuran ini banyak jatuh korban baik tentara maupun masyarakat biasa.
Dengan semboyan “Merdeka atau Mati” semua unsur pimpinan dari mulai Gubernur Suryo, Menteri Pertahanan Dr Mustopo, Ruslan Abdul Gani dan Bung Tomo pemimpin Barisan Pemberontak Republik Indonesia melalui Corong Radio Republik Indonesia Surabaya membakar semangat TKR, para Pemuda, Arek-arek Surabaya dan seluruh rakyat Surabaya untuk bangkit secara serentak melawan Inggris dengan teriakan “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Dalam kondisi yang sangat kritis akibat gempuran kekuatan darat, udara dan Angkatan laut Inggris, pasukan kita tidak gentar bahkan pertempuran darat membuat pasukan Inggris terdesak dan kita berhasil menembak jatuh 3 Pesawat musuh. Untuk itu Inggris mengerahkan 21 Tank Sherman untuk memperkuat angkatan daratnya.
Akibatnya pasukan kita yang telah bertempur habis-habisan selama 1 minggu dengan gagah berani itu, pada tanggal 1 Desember 1945 mundur dari Surabaya kearah selatan, barat, dan utara untuk menyusun pertahanan kembali. Dari tempat pemunduran inilah pasukan Surabaya sering melakukan pengepungan dan penyusupan ke arah kedudukan Inggris dan Belanda di Surabaya untuk membuat kekacauan dan rasa tidak aman bagi Inggris dan Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
- Materu, S.H, Mohammad Sidky Daeng. 1985. Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung.
- Ricklefs, M.C. 1989. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Press
- Sutomo, Sulistina. 2008. Bung Tomo Suamiku; biar rakyat yang menilai kepahlawananmu, cetakan kedua. Jakarta: Visimedia.
- Sutomo. 2008. Pertempuran 10 November 1945; kesaksian dan pengalaman seorang aktor sejarah, cetakan kedua. Jakarta: Visimedia.
- ……….2008. Menembus Kabut Gelap; BUNG TOMO MENGGUGAT; pemikiran, surat, dan artikel politik 1955-1980. Jakarta: Visimedia.
- Tim Narasi. 2009. 100 Tokoh yang mengubah Indonesia. Jakarta: Narasi.