Ketika Belanda datang yang pertama, Banten menjadi pelabuhan internasional yang ramai. Sejak kedatangan Belanda yang pertama itu, Kerajaan Islam Banten telah menentangnya.
Sebab tindakan orang-orangnya kasar dan sombong. Setelah J.P Coen mendirikan kota Batavia seperti yang telah saya ceritakan pada artikel Monopoli perdagangan VOC di Indonesia, perselisihan antara Banten dan VOC semakin tajam.
Persaingan dagang antara Banten dan Batavia tak dapat dihindarkan. Kecuali itu, keduanya juga memperebutkan jalur pelayaran di selat Sunda. Untuk melumpuhkan perdagangan Banten, kapal-kapal VOC memblokade pelabuhan Banten.
Pada tahun 1651, Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta di Kerajaan Banten. Ia seorang raja yang tegas melawan VOC. Pada jaman pemerintahannya, terjadi perang 3 kali melawan VOC. Kecuali itu, Sultan Ageng Tirtayasa juga berusaha menghidupkan perdagangan Banten kembali.
Tetapi kemudian timbul perselisihan dengan putranya, yakni Pangeran Abdulkahar, yang juga terkenal dengan sebutan Sultan Haji. Dengan diam-diam Sultan Haji minta bantuan VOC untuk merebut tahta ayahnya. Hal itu merupakan kesempatan yang baik bagi VOC untuk menjalankan politik divide et impera.
Perang antara Sultan Ageng dan Sultan Haji tidak dapat dihindarkan. Rakyat dan sebagian besar tokoh kerajaan membantu Sultan Ageng. Sementara itu, VOC segera mengirimkan pasukan ke Banten untuk membantu Sultan Haji.
Maka terjadilah pertempuran hebat. Benteng Tirtayasa dipertahankan mati-matian oleh prajurit Banten. Namun demikian Sultan Ageng terdesak, dan bersama putranya yang kedua bernama Pangeran Purbaya, melarikan diri ke selatan.
Baca juga: Kegagalan Sultan Agung menyerang Batavia
Mereka dikejar oleh pasukan VOC dan pasukan Sultan Haji. Akhirnya pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap. Sementara Pangeran Purbaya melarikan diri ke daerah Priangan.
Setelah Sultan Ageng tertangkap, Sultan Haji mengadakan perjanjian dengan VOC. Isi perjanjian tersebut sangat merugikan Kerajaan Banten. Antara lain disebutkan “bahwa Banten mengakui kekuasaan VOC”.
Meskipun Sultan Haji telah mengakui kekuasaan VOC di Banten, perlawanan rakyat tidaklah padam. Para pemimpin rakyat Banten tetap mengobarkan semangat rakyat untuk melawan VOC. Antara lain perlawanan yang dipimpin oleh Kyai Tapa dan Ratu Bagus.
Mereka mendapatkan bantuan dari Ibnu Iskandar dan Syekh Yusup. Ibnu Iskandar adalah seorang pelaut dari Sumatra Barat, sedangkan Syekh Yusup ialah seorang pelaut dari Makasar. Kedua orang pelaut ini menyerang armada VOC.