Perlawanan Aceh Terhadap Jepang – Saat Jepang di Indonesia banyak mendapatkan perlawanan di berbagai daerah. Secara keseluruhan dapat di baca pada artikel sejarah Perlawanan rakyat terhadap Jepang tahun 1944-1945. Pada posting kali ini saya hanya akan menuliskan perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang.
Serangan Rakyat Aceh Terhadap Jepang
Setelah mengalami penderitaan yang berat rakyat Aceh melancarkan perlawanan terhadap Jepang sampai dua kali. Pertama terjadi pada tahun 1942 yang dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil, seorang guru mengaji di Cot Plieng. Ia sangat sedih melihat kesengsaraan bangsanya yang ditindas dan diperas oleh Jepang.
Untuk membebaskan penderitaan rakyat waktu itu Tengku Abdul Djalil mengajak rakyat Aceh mengangkat senjata untuk melawan Jepang. Ajakan itu didukung sepenuhnya oleh rakyat, maka meletuslah perlawanan terhadap penjajah Jepang di Aceh.
Dalam pada itu Jepang membujuk Tengku Abdul Djalil untuk mengadakan perdamaian tetapi tidak berhasil. Akhirnya Jepang menyerang rakyat di Cot Plieng yang sedang menjalankan ibadah sembahyang subuh.
Setelah rakyat Cot Plieng mengetahui adanya serangan Jepang itu mereka segera bangkit mengambil senjata yang dimilikinya seperti: rencong, tumbak, pedang dan kelewang untuk membalas serangan pasukan Jepang itu. Akhirnya Jepang terdesak mundur. Dengan tangan hampa Jepang kembali ke markasnya di Lhok Seumawe.
Serangan Jepang Kedua
Kemudian Jepang melakukan serangan yang kedua kalinya tetapi serangan itu juga gagal, karena rakyat Aceh telah siap melawannya. Selanjutnya serangan ketiga dilakukan oleh Jepang yang dilaksanakan dengan tindakan-tindakan kejam.
Dalam serangan yang ketiga ini masjid Cot Plieng di bakar oleh Jepang. Rakyat mengalami kewalahan dan Tengku Abdul Djalil meloloskan diri. Akan tetapi sayang karena dia dapat ditembak oleh pasukan Jepang ketika sedang menjalankan ibadah sembahyang.
Perlawanan rakyat Aceh yang kedua terjadi pada tahun 1944 di bawah pimpinan Tengku Hamid. Ia berhasil membawa pasukannya ke lereng-lereng gunung untuk mengadakan gerilya, tetapi karena keluarganya diancam oleh Jepang akan dibunuh semuanya maka mereka terpaksa kembali dan menyerah kepada Jepang.
Sebagai kelanjutan perlawanan itu, seorang kepala kampung Pandreh juga melakukan perlawanan kepada Jepang tetapi dapat ditindas dengan kejam.
Baca juga: Perlawanan Aceh Terhadap Portugis