Pada tanggal 14 Pebruari 1944 meletuslah perlawanan yang sangat menggentarkan Jepang. Karena perlawanan itu tidak dilakukan oleh rakyat, tetapi dilakukan oleh pasukan PETA.
Siapakah Supriyadi?
Supriyadi adalah seorang komandan pleton barisan PETA di Blitar. Setelah ia melihat kesengsaraan rakyat yang ditindas dengan kejam oleh Jepang sangatlah terharu dan tergugah hatinya.
Ia tidak tahan dan tidak sabar lagi, lalu menghimpun kekuatan dan mengajak teman-teman anggota PETA untuk membebaskan rakyat dari penindasan Jepang yang kejam itu.
Teman-teman anggota pasukan PETA di Blitar sangat setuju dan mendukung rencana Supriyadi. Dengan semangat yang berkobar-kobar dimulailah perlawanan terhadap Jepang.
Kekhawatiran Jepang
Karena yang melawan adalah pasukan PETA, Jepang menjadi sangat khawatir, oleh sebab itu bala tentara Jepang segera dikerahkan untuk menyerbu para pejuang. Maka terjadilah pertempuran sengit antara tentara PETA melawan serdadu-serdadu Jepang.
Dalam pertempuran tersebut kedua belah pihak menderita korban banyak. Tetapi sayang sekali pertempuran yang dilakukan oleh pasukan PETA itu mengalami kegagalan. Karena situasi dan kondisi pada saat itu memang belum matang. Kerja sama pasukan PETA yang berada di lain daerah belum ada dan belum kompak.
Apalagi perlawanan itu belum di dukung oleh rakyat, sedangkan kekuatan bala tentara Jepang cukup besar. Akhirnya para pejuang dapat ditangkap.
Kegagalan PETA di Blitar
Meskipun perlawanan PETA di Blitar itu gagal, namun pengaruhnya sangat besar terhadap perjuangan kemerdekaan selanjutnya. Para pejuang yang ditangkap diadili di Jakarta. Ada yang dihukum mati, ada yang dihukum seumur hidup.
Tetapi, Supriyadi sendiri tidak dibicarakan dalam pengadilan itu. Banyak orang yang mengira bahwa Supriyadi telah tertangkap oleh Jepang dan dibunuh secara diam-diam. Meski jasadnya tidak diketahui rimbanya, namun Supriyadi tetaplah pahlawan, oleh pemerintah dianugerahi gelar Pahlawan PETA.
Baca juga: Perlawanan PETA di 3 daerah Indonesia