Perjuangan panjang Yasser Arafat untuk Palestina – Perjuangan melawan Israel dan Inggris telah dilakukan Yasser Arafat sejak kuliah. Ia telah banyak melakukan gerakan perlawanan lewat ikhwan al Muslimin. Ia aktif dalam persatuan Pelajar-pelajar Palestina sekaligus menjadi ketuanya.
Arafat banyak mengorganisasi kekuatan politik dalam perjuangan untuk Palestina yang merdeka agar bisa hidup sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya.
Ketika ketiga negara yaitu Inggris, Prancis, dan Israel melakukan agresi terhadap Mesir pada tahun 1956, Arafat mendaftarkan diri sebagai tentara reservis.
Pada Oktober 1959 Arafat bersama kawan-kawannya mendirikan organisasi Al-Fatah yang kemudian berubah menjadi PLO (Palestina Liberation Organization). Adapun tujuan pendirian PLO adalah membangun organisasi yang revolusioner.
Perang bersenjata pertama yang diikuti oleh PLO dimulai tahun 1967 saat terjadi perang Arab-Israel. Yasser Arafat bersama dengan PLO berjuang melawan Israel. Arafat mengakui bahwa peperangan yang diikutinya hanya sebatas ingin memperjuangkan perdamaian di tanah Palestina. Ia ingin rakyat Palestina mendapatkan keadilan dan tidak ada tindakan kekerasan.
Dalam peperangan yang dikenal dengan Perang Enam Hari itu, pihak Israel memenangkan pertempuran, yang berakibat pada penaklukan Tepi Barat dan Semenanjung Gaza. Melihat kenyataan ini Yasser Arafat sangat tidak terima, ia pun sangat berambisi untuk mengalahkan Israel.
Pada tahun 1969, Arafat dilantik menjadi pengurus eksekutif PLO. Ia memulai masa kerjanya dengan penuh semangat. Masa kerjanya diawali dengan “September Hitam” tahun 1970, yaitu ketika Raja Hussein dari Yordania tidak sepaham dengan PLO, kemudian memerintahkan tentaranya untuk bertindak terhadap gerilyawan Palestina yang berada di kawasan antara Yordania dan Israel.
Raja Hussein tidak menyukai jika negara Yordania digunakan Yasser Arafat untuk melakukan penyerangan terhadap Israel. Ia tidak ingin dianggap sebagai pemimpin yang terlibat dalam persoalan politik Palestina-Israel. Dan buntut dari ketidaksukaan tersebut itu ia mengusir PLO dari Yordania.
Tak pelak, pengusiran tersebut begitu membekas dalam diri Arafat. Akan tetapi, Arafat tidak pernah patah arang. Ia teruse berjuang mempertahankan agar PLO tetap aktif.
Akhirnya ia memeindahkan PLO di Tunisia. Dari sana gerakannya terus dilancarkan. Dan intifada pun turut mendorong Arafat untuk menarik perhatian dunia terhadap kesulitan yang dihadapi Palestina.
Berbagai Kesepakatan Yasser Arafat
Pada tahun 1982, Yasser Arafat menandatangani sebuah kesepakatan yang disebut Nota Makloski. Dengan disepakatinya perjanjian ini menandakan bahwa PLO telah menerima keputusan PBB berkaitan dengan masalah Israel. “Sekarang PLO benar-benar mengakui eksistensi Israel”, demikian komentar Arafat.
Kemudian pada pertemuan Majelis Nasional Palestina di Aljazair Oktober 1988, dan pertemuan PBB di Jenewa, Swiss pada Desember 1988, Yasser Arafat menyatakan bahwa PLO menolak aksi terorisme dan mendukung hak semua kelompok yang bertikai di Timur Tengah untuk hidup damai dan aman, termasuk negara Palestina, Israel dan negara-negara tetangga.
Pada tahun 1989 Arafat dipilih sebagai presiden Palestina oleh Majelis Pusat PNC. Tahun 1993 ia membawa PLO pada perjanjian keamanan di Oslo (Norwegia) bersama Israel yang diwakili oleh perdana menterinya yang waktu itu dijabat oleh Yitzhak Rabin.
Kesepakatan tersebut dianggap sebagai kesepakatan licik dari Inggris dan eropa terhadap konsep Konferensi Madrid tahun 1991 yang digagas Amerika.
Kesepakatan Oslo menegaskan bahwa PLO akan menghentikan kekerasan perlawanan terhadap Israel, dan Israel menghentikan tindakan represif terhadap Palestina. Israel harus menarik mundur seluruh pasukannya dari Jalur Gaza dan Tepi Barat untuk dibentuk pemerintahan otoritas Palestina di kawasan tersebut.
Sementara itu, menurut Deklarasi Utama (Declaration of Principles), Israel harus mulai mundur dari tempat-tempat yang didudukinya, dan sebagai imbalannya, PLO setuju untuk mematuhi resolusi PBB yang mengakui keberadaan Israel, di samping menggalakkan kesematan dan keamanan yang berkepanjangan antara masyarakat Arab dan Yahudi di wilayah yang bergejolak.
Atas usaha-usaha itulah Yasser Arafat, Rabin, dan Shimon Peres (yang kelak menjadi menteri luar negeri Israel) dipilih secara bersama-sama menerima hadiah Nobel Keamanan pada tahun 1994.
Pada tanggal 1 Juli 1994, Arafat tiba di Gaza dan memegang kendali atas entitas Otoritas Palestina sementara yang diciptakan oleh kesepakatan Oslo. Arafat kemudian dipilih menjadi presiden Pihak Berkuasa Palestina (Palestinian Authority) yang bertanggung jawab memerintah wilayah Palestina, yakni Tepi Barat dan Semenanjung Gaza.
Pemilu pertama di Palestina
Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1996 diadakan pemilu legislatif untuk pertama kalinya di Palestina. Pemilu tersebut dilaksanakan di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur. Pemilu yang dikuatkan oleh semangat perdamaian antara Palestina dan Israel.
Sayangnya, pemilu tersebut tidak mendapatkan respons positif akibat tidak adanya legitimasi yang kuat. Hal ini disebabkan Fatah mendominasi pemilu, sementara partai oposisi seperti Hamas dan Jihad Islam tidak ikut serta dalam pemilu.
Hamas dan Jihad Islam melakukan boikot atas pemilu tersebut. Mereka menganggap bahwa pemilu cacat hukum karena produk kesepakatan Oslo cenderung merugikan dan mengkhianati perjuangan rakyat Palestina.
Dalam pemilu tersebut, Arafat bersama PLO berhasil memenangkannya. Ia mengantongi 88,2% suara, selebihnya dikantongi oleh Shamil sebagai rival politik. Akhirnya Yasser Arafat terpilih sebagai presiden PNA pertama.
Dinamika terus terjadi, Arafat terus berjuang untuk kemerdekaan dan perdamaian Palestina. Usahanya tidak pernah mengenal kata lelah. Ia terus berjuang demi rakyat Palestina. Memori masa kecilnya begitu membekas, membuatnya bertekad untuk terus berbakti pada Palestina. Ia telah menjadi simbol dari gerakan nasional Palestina.
Ingin tahu lebih jauh latar belakang masa kecil Yasser Arafat? Silahkan baca artikel sejarah Sekilas tentang Yasser Arafat
Yasser Arafat meninggal dunia
Sayang, selama hari-hari terakhirnya, Arafat gagal dalam menjaga kesehatan. Kendati demikian, ia pernah selamat dari upaya pembunuhan oleh beberapa badan intelijen Israel (Mossad) selama bertahun, serta selamat dari kecelakaan pesawat saat badai pasir di Gurun Libya pada tanggal 7 April 1992. Arafat bahkan telah pulih dari stroke yang serius.
Yasser Arafat pernah dikabarkan akan menderita penyakit Parkinson. Pada Oktober 2004, kondisinya menjadi lebih buruk. Israel kemudian mengijinkan Arafat untuk dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Paris pada tanggal 29 Oktober 2004.
Sang istri setia mendampingi dengan setia hingga Yasser Arafat meninggal dunia pada tanggal 11 November 2004, dalam usia 75 tahun. Jenazahnya kemudian diterbangkan dari Paris ke Kairo untuk diadakan upacara guna memberikan penghormatan terakhir baginya.
Selesai upacara yang dihadiri banyak pejabat asing tersebut jenazah Arafat diterbangkan ke Ramallah untuk dimakamkan di kuburan dekat markasnya.