Peninggalan zaman logam lengkap gambar dan fungsinya

Peninggalan zaman logam – Pada zaman ini disebut zaman logam karena masyarakat pendukungnya sudah mampu mengolah, melebur, dan membuat alat-alat dari logam. Kepandaian ini diperoleh setelah mereka menerima pengaruh dari kebudayaan Dongson (Vietnam).

Walaupun alat-alat dari logam pada zaman ini banyak dibuat dan dipakai manusia, alat-alat batu dan gerabah masih tetap ada dan dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

Bacaan Lainnya

Hasil kebudayaan

Pada zaman logam, hasil-hasil kebudayaannya berupa kapak corong, nekara, bejana, perunggu, arca-arca, benda-benda dari besi, dan gerabah.

1. Nekara

Nekara zaman logam
Nekara zaman logam

Nekara merupakan genderang yang terbuat dari perunggu berpinggang bagian tengahnya dan tertutup di bagian atasnya. Nekara dimungkinkan berfungsi sebagai sarana upacara (kesuburan dan kematian) dan dijadikan simbol status sosial.

Fungsi lain dari nekara dimungkinkan untuk memanggil roh leluhur untuk turun ke dunia memberi berkat serta memanggil hujan. Hal ini dapat terlihat dari hiasan yang terdapat dalam beberapa nekara.

Hiasan-hiasan pada nekara tersebut sangat indah berupa garis-garis lurus dan bengkok, pilin-pilin dan gambar geometris lainnya, binatang-binatang (seperti burung, gajah, merak, kuda, rusa), rumah, perahu, orang-orang berburu, tari-tarian, dan lain-lain. Dan berbagai lukisan tersebut dapat digambarkan tentang penghidupan dan kebudayaan yang ada pada saat itu.

Nekara ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Rote, Selayar, dan Kepulauan Kei. Nekara yang terbesar terdapat di Pura Penataran Sasih di Desa Intaran daerah Pejeng, Bali. Nekara ini bergaris tengah 160 cm dan tingginya 198 cm. Di Alor ditemuakan sejenis nekara yang kecil dan langsing yang disebut Moko atau Mako.

2. Kapak corong atau Kapak sepatu

Kapak corong zaman logam
Kapak corong zaman logam

Kapak corong adalah kapak yang bagian tajamnya seperti kapak batu, hanya bagian tangkainya berbentuk corong. Corong itu digunakan untuk tempat memasang tangkai kayu yang bentuknya menyiku seperti bentuk kaki. Oleh karena itu, kapak corong sering disebut juga kapak sepatu.

Bentuk dan ukuran kapak corong bermacam-macam. Ada yang bagian tajamnya lurus, melengkung, atau terbelah dua seperti ekor burung layang-layang.

Kapak corong yang besar berfungsi sebagai cangkul, kapak corong kecil digunakan untuk mengerjakan kayu.

Sedangkan kapak corong yang tajamnya melengkung panjang digunakan untuk upacara itu dihiasi dengan bermacam-macam pola hias. Kapak corong banyak ditemukan di Sumatra, Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Kepulauan Selayar dan dekat Danau Sentani, Papua.

3. Bejana perunggu

Bejana perunggu zaman logam
Bejana perunggu zaman logam

Bejana perunggu adalah benda berbentuk seperti gitar Spanyol yang tidak bertangkai. Pola hiasan dalam bejana perunggu adalah hiasan anyaman dan menyerupai huruf “J”. Di Indonesia bejana perunggu ditemukan oleh para ahli di daerah Madura dan Sumatra.

Bejana juga ditemukan di Pnom Penh (Kamboja), maka tidak dapat disanksikan lagi bahwa kebudayaan logam di Indonesia memang termasuk satu golongan dengan kebudayaan logam Asia yang berpusat di Dongson itu. Itulah sebabnya zaman perunggu di Indonesia ini lebih dikenal dengan nama kebudayaan Dongson.

4. Perhiasan

Biasanya perhiasan ditemukan sebagai bekal kubur. Bentuk perhiasan beraneka ragam dan ditemukan di daerah Bogor, Bali, dan Malang. Benda perhiasan dari besi banyak ditemukan bersamaan dengan benda-benda dari perunggu.

Manik-manik yang ditemukan di wilayah Indonesia memiliki bermacam-macam bentuk dan biasanya digunakan sebagai perhiasan atau bekal kubur. Tempat penemuannya antara lain di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone, dan lain-lain.

5. Arca perunggu

Arca perunggu zaman logam
Arca perunggu zaman logam

Arca-arca perunggu yang menggambarkan tentang manusia dan binatang ditemukan di Bangkinang (Riau), Palembang, Bogor, dan Lumajang (Jawa Timur).

Bentuk arca beraneka ragam, seperti menggambarkan orang sedang menari, naik kuda, dan memegang busur panah dan yang menarik arca tersebut di bagian kepalanya diberi tempat untuk mengaitkan tali atau menggantung.

Benda-benda besi

Penemuan benda-benda besi berbeda dengan perunggu, jumlah penemuan benda-benda besi terbatas. Sering kali benda-benda besi ditemukan sebagai bekal kubur, seperti di dalam kubur-kubur di Wonosari dan Besuki.

Benda besi yang ditemukan berupa mata panah, pisau, sabit, pedang, mata tombak, gelang-gelang besi dan lain-lain.

Manusia pendukung

Manusia pendukung kebudayaan perunggu di Indonesia adalah pendatang baru dari Asia Tenggara Daratan. Mereka merupakan penduduk Deutro Melayu (Melayu Muda) dengan membawa kebudayaan Dongson (Vietnam), yaitu kebudayaan perunggu Asia Tenggara. Deutro Melayu merupakan nenek moyang suku bangsa Jawa, Bali, Bugis, Madura, dan sebagainya.

Pada zaman logam ini menunjukkan adanya pembauran antara penduduk Melayu Mongoloid (Proto-Melayu dan Deutro Melayu)  dan penduduk Papua Melanesoid (Austro-Melanesoid).

Hal ini dapat diketahui dengan ditemukannya rangka-rangka manusia di Jawa, Sulawesi, Sumba, dan Timor yang menunjukkan ciri-ciri Melayu Mongoloid dan Austro-Melanesoid.

Kehidupan sosial budaya

Pada zaman logam manusia di Indonesia  hidup di desa-desa di daerah pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai. Mereka hidup dalam sistem kemasyarakatan yang telah teratur. Mereka tinggal di rumah panggung yang panjang dengan beberapa keluarga di dalamnya.

Hal ini dapat diketahui dari ragam hias pada nekara perunggu yang berhasil ditemukan. Bukti-bukti sisa tempat kediaman mereka di temukan di Sumatra, Jawa Sulawesi, Bali, Sumbawa, Sumba, dan di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Tata susunan masyarakat pada zaman logam semakin kompleks, sejalan dengan kemajuan yang dicapai manusia pada saat itu pembuatan alat-alat dari logam mendorong adanya pembagian kerja berdasarkan keahlian.

Hal ini dikarenakan pembuatan alat-alat dari logam hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian khusus.

Mata pencaharian masyarakat pada zaman logam adalah pertanian. Mereka bertani dengan cara berladang dan bersawah. Hal ini terbukti dengan ditemukannya mata sabit, alat penyiang rumput, dan mata bajak.

Perkembangan perkampungan dan pertanian meningkatkan kesadaran akan pentingnya kepemilikan tanah. Perburuan masih dilakukan secara perorangan atau secara beramai-ramai dengan menggunakan tombak, panah, dan jerat.

Baca juga: Peninggalan zaman Batu Besar

Pos terkait