Sejarah Negara Com – Benda-benda peninggalan zaman prasejarah sebagai hasil budaya manusia purba sudah terkubur selama ribuan tahun. Kita tidak mengetahui dengan pasti siapakah pemilik benda-benda tersebut. Lalu dengan cara apakah benda-benda tersebut dibuat? Untuk kepentingan apa pula benda-benda tersebut diciptakan?
Untuk itu dibutuhkan ilmu bantu seperti geologi, arkeologi, dan antropologi-budaya. Geologi diperlukan untuk mengetahui peninggalan-peninggalan purbakala. Sedangkan antropologi budaya diperlukan untuk mengetahui kebudayaan manusia dari peninggalannya.
Sebelumnya telah dibahas secara sekilas mengenai 4 zaman batu, untuk kali ini pembahasan akan lebih dikembangkan, misalnya saja mengenai tempat peninggalan, keadaan, cara membuatnya dan sebagainya. Dikatakan zaman batu karena alat-alat utama bagai kehidupan manusia saat itu terbuat dari batu.
Peninggalan Zaman batu tua (Paleolitikum/Paleolitik)
Perkembangan kebudayaan zaman batu tua berlangsung dengan sangat lamat, hal ini dikarenakan keadaan alam yang masih liar dan labil. Pada masa ini zaman glasial dan zaman interglasial datang silih berganti.
Alat-alat dari batu yang digunakan pada zaman batu tua masih sangat kasar, karena teknik pembuatannya masih sangat sederhana. Alat-alat dari batu tersebut dibuat dengan membenturkan antara batu yang satu dengan batu lainnya.
Pecahan batu yang menyerupai bentuk kapak dipergunakan sebagai alat. Peralatan dari batu dipakai untuk mempertahankan diri dari serangan binatang buas, serta untuk mencari dan mengolah makanan.
Selain peralatan dari batu, masyarakat pada zaman batu tua juga menggunakan peralatan dari kayu, namun bekasnya tidak ditemukan karena telah lapuk dimakan usia.
Berdasarkan dari peralatan dan sisa tengkorak yang ditemukan dapat diketahui bahwa pola pikir masyarakat pada zaman ini masih sangat sederhana.
Berdasarkan penemuan alat-alat paleolitikum dapat disimpulkan bahwa manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan.
Mereka hidup berpindah-pindah atau nomaden. Peralatan pada zaman paleolitikum pertama kali ditemukan pada tahun 1935 di Jawa oleh Von Koenigswald dan M.W.F. Tweedie.
Berdasarkan nama tempat penemuannya, hasil-hasil kebudayaan zaman batu tua di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
Kebudayaan kebudayaan Pacitan
Alat-alat yang berasal dari kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1935 di Sungai Baksoko, Desa Punung, Pacitan, Jawa Timur.
Alat-alat tersebut berupa kapak genggam, yaitu kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam, kapak perimbas (chooper), kapak penetak, pahat genggam, dan yang paling banyak ditemukan berupa alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flake). Alat-alat batu tersebut berasal dari lapisan pleistosen tengah (lapisan dan fauna Trinil)
Alat serpih ini digunakan untuk menguliti binatang buruan, mengiris daging, dan memotong ubi-ubian (seperti pisau pisau pada masa sekarang). Alat serpih banyak ditemukan di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, dan Timor.
Selain di Pacitan, kapak genggam juga ditemukan di Sukabumi dan Ciamis, Jawa Barat, Parigi dan Gombong, Jawa Tengah, Bengkulu, Lahat, Sumatera Selatan, Awangbangkai, Kalimantan Selatan, Cabbenge, Sulawesi Selatan, Flores dan Timor.
Peninggalan Kebudayaan Ngandong
Alat-alat yang ditemukan di Ngandong, Jawa Timur berupa kapak genggam dari batu dan alat-alat kecil yang disebut serpih (flake). Pada kebudayaan Ngandong juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk.
Alat-alat dari tulang tersebut berupa alat penusuk (belati), ujung tombak dengan gergaji pada kedua sisinya, alat pengorek umbi dan keladi, tanduk menjangan yang diruncingkan serta duri ikan pari yang digunakan sebagai mata tombak.
Alat-alat yang ditemukan di Ngandong ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941. Alat-alat dari tulang dan tanduk dilanjutkan pada zaman megalitikum dalam kehidupan di gua-gua, khususnya di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo.
Manusia pendukung
Berdasarkan penemuan yang ada dapat disimpulkan bahwa pendukung kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus erectus, dengan alasan sebagai berikut:
- Alat-alat dari Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada pleistosen tengah (lapisan dab fauna Trinil).
- Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus erectus, yaitu Sinanthropus pekinensis. Bersama-sama ini ditemukan juga alat-alat batu yang serupa dengan alat-alat batu dari Pacitan.
Baca selengkpanya 3 jenis Pithecanthropus
Adapun pendukung kebudayaan Ngandong yaitu: Homo Soloensis dan Homo wajakensis dengan alasan sebagai berikut:
- Di Ngadirejo, Sambungmacan (Sragen) ditemukan kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo soloensis.
- Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang sama dengan Homo wajakensis, yaitu pleistosen atas.
Kehidupan sosial
Berdasarkan penemuan alat-alat paleolitikum dapat disimpulkan bahwa manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Hewan buruan pada masa manusia purba antara lain: kerbau, banteng, rusa, dan monyet.
Adapun makanan yang mereka kumpulkan dari alam berupa umbi-umbian dan buah-buahan. Mereka juga hidup dengan menangkap ikan di sungai.
Menurut Teuku Jacob, pada zaman batu tua bahasa sebagai alat komunikasi sudah mulai terbentuk. Manusia sudah mulai berkomunikasi melalui kata-kata di samping menggunakan bahasa isyarat. Jumlah Pithecanthropus di Jawa selama kala pleistosen diperkirakan jumlahnya sekitar 500 orang.
Perbedaan kebudayaan Pacitan dan kebudayaan ngandong
Kebudayaan Pacitan dan Ngandong merupakan hasil-hasil peralatan manusia yang menjadi ciri khas kehidupan pada zaman Paleolithikum (Zaman batu Tua). Meski sama-sama berasal dari zaman Paleolithikum, tetapi tentu ada karakteristik yang membedakan antara dua kebudayaan tersebut, yaitu berkaitan dengan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan peralatan khas zaman paleolithikum tersebut, yaitu batu dan tulang.
Oleh sebab itu, seringkali para ahli menyebut bahwa kebudayaan pacitan dan Ngandong disebut kebudayaan batu dan tulang. Berikut penjelasan tentang kedua kebudayaan tersebut:
a. Kebudayaan Pacitan
Pacitan dikenal sebagai situs praaksara yang cukup banyak ditemukan artefak-artefak purba. Diantaranya berupa Pahat genggam (hand adze). Alat pahat genggam ini merupakan alat batu inti yang dicirikan oleh bentuk alat yang persegi atau bujur sangkar dengan sisi tajam pada bagian yang tegak lurus pada sumbu alat.
Selain itu dikenal pula Kapak genggam awal (proto-hand axe), Kapak perimbas (chopper), yaitu Alat batu inti atau serpih yang dicirikan oleh tajaman monofasial yang membulat, lonjong, atau lurus, dihasilkan melalui pangkasan pada satu bidang dari sisi ujung (distal) ke arah pangkal (proksimal).
Bila anda susah untuk membedakan kapak peribas dengan serut, sebenarnya mudah. Ciri yang membedakan kapak perimbas dengan serut adalah ukuran dimana serut masih dikerjakan secara kasar dan masih digolongkan sebagai kapak perimbas, sementara yang halus dan kecil digolongkan serut. Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan, Jawa Timur. Beberapa alat dari batu ditemukan di daerah ini.
Seorang yang berjasa dalam penelitian di pacitan adalah seorang ahli bernama Von Koenigwald. Ia melakukan penelitian pada tahun 1935 dimana ia berhasil menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu di daerah Punung. Alat batu itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya.
Alat batu ini sering disebut dengan kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau menggali tanah saat mencari umbi-umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat batu yang disebut dengan chopper sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih.
b. Kebudayaan Ngandong
Adapun kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan juga Sidorejo, dekat Ngawi. Di daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat seperti tombak yang bergerigi.
Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah seperti kalsedon. Alat alat ini sering disebut dengan flakke. Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luassejak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT),dan Halmahera.
Dengan demikian jelaslah diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kebudayaan Pacitan dan Ngandong, yaitu pada bahan peralatan yang digunakan untuk menciptakan alat tersebut. Jika pada situs Pacitan didominasi peralatan dari batu, maka kebudayaan Ngandong lebih banyak didominasi penemuan peralatan yang berbahan tulang.