Dari sinilah perjalanan dan pengabdian Bunda Teresa terhadap kemanusiaan akan benar-benar dimulai. Tekad bulat dan keyakinan yang kuat akhirnya membawanya ke daerah kecil dan kumuh penuh kemiskinan.
Ia pergi tanpa modal. Ia pergi ke Tiljala, sebuah daerah paling miskin di Kalkuta, India. Ia tinggal bersama keluarga yang beranggotakan tujuh orang di sebuah rumah yang reyot. Ketika malam tiba, ia beristirahat dengan melihat dan merasakan tikus-tikus berdatangan ke rumah itu. Dan pada siang harinya ia berjalan mencari tempat yang tepat untuk mengabdi pada kemanusiaan di Kalkuta.
Akhirnya pada suatu hari ia menemukan lima anak dan bertambah terus hingga menjadi 40 anak. Hari berikutnya jumlah anak yang ia temukan terus bertambah hingga mencapai 90 anak. Selanjutnya pada tahun 1948 ia mengawali pelayanannya dengan membuka sekolah kumuh. Namun, keterbatasan dana membuatnya harus menyelenggarakan pengajarannya di taman.
Selain mengajar, bekal keahliannya tentang medis selama berada di St. Mary membuka kesempatan baginya untuk memberikan pertolongan dalam hal medis dan kesehatan.
Ia membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka di sana. Dengan tekun dan penuh kesabaran ia mengajari dan memberikan pengobatan kepada mereka. Ia juga mengajari membaca huruf-huruf yang ditulis di tanah. Ia pun tidak lupa menanamkan kepedulian terhadap sesama dengan mengajak mereka ke tempat-tempat orang-orang sakit.
Kala itu, masyarakat Kalkuta banyak menderita penyakit kusta dan TBC. Namun, penyakit tersebut tidak terlalu berbahaya bagi mereka. Menurutnya penyakit yang paling berbahaya bagi mereka adalah perasaan tidak berguna, karena tidak ada orang yang memperhatikan dan mencintai mereka.
Perjuangan Bunda Teresa mengabdi pada kemanusiaan tidak kenal lelah dan tanpa pamrih. Ia mengabdi kemanusiaan semata-mata untuk membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan. Ia berupaya menghidupkan harapan masyarakat atas berbagai persoalan kehidupan yang melanda,, kemiskinan, kelaparan, dan penyakit.
Pengabdiannya yang tidak mengenal kata putus asa seolah membuahkan hasil ketika banyak orang mulai bersimpati dan membantunya. Bantuan ini salah satunya datang dari seorang perempuan kemudian diikuti oleh masyarakat lainnya.
Pada tanggal 5 Oktober 1950, orang-orang pun mulai berdatangan membantu perjuangan Bunda Teresa. Saking banyaknya orang tersebutakhirnya dibentuklah sebuah kelompok bernama “Missionary of Charity”.
Pada tahun ini pula pemimpin tertinggi umat Katolik Roma, Prancis, Paus menyetujui ordo ini. Para anggota kelompok Missionary of Charity mengenakan seragam sari putih di pinggirannya, sementara di pundaknya terdapat salib. Mereka harus siap hidup dalam kemiskinan, tidak boleh bekerja untuk mendapatkan uang dan tidak boleh bekerja untuk kaya. Mereka harus mencurahkan perhatian kepada orang-orang yang tidak mendapatkan perhatian atau ditolak oleh orang lain.
Missionary of Charity berkembang dengan cepat. Pada tahun 1952 Bunda Teresa mendirikan Nirmal Hrida Home for Dying Destitutes di Kalkuta untuk merawat mereka yang sekarat dan di ambang ajal, di mana saat itu Kalkuta sedang terjangkit penyakit lepra.
Selanjutnya, berkat bantuan pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home for Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa ke rumah sakit tersebut akan menerima pengobatan medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan sesuai kepercayaan mereka. Umat Islam membaca Al-Quran, umat Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan umat Katolik menerima ritus terakhir.
Bunda Teresa juga menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang menderita penyakit Hansen (kusta). Ia bersama ordonya menyediakan sebuah pengobatan di sana. Penyakit kusta yang dianggap sebagai penyakit menjijikkan, ternyata bagi Bunda Teresa berbeda. Ia justru merawat, mengobati dan memberikan perawatan yang selayaknya.
Selain itu, Bunda Teresa juga telah membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955 ia membuka Nirmala Shisu Bhavan sebagai rumah perlindungan bagi anak yatim piatu dan remaja tuna wisma.
Dan pada tahun 1960-an, ordo ini telah membuka penampungan, panti asuhan, serta rumah lepra di seluruh India. Bunda Teresa kemudian memperluas ordonya di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster.
Lalu di Roma, Tanzania dan Austria pada tahun 1968. Dan selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara, baik di Asia, Afrika, Eropa, Maupun Amerika serikat.
Pada tahun 1982, saat puncak pengepungan Beirut, Bunda Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah sakit, dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina.
Pada tahun 1983 Bunda Teresa sempat menderita serangan jantung saat mengunjungi Paul Yohanes Paulus II di Roma. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk berjuang dalam bidang kemanusiaan. Terbukti, pada tahun 1984 ordonya menjalankan sembilan belas organisasi di seluruh negara. Setelah serangan kedua pada tahun 1989 ia menerima alat pacu jantung buatan.
Mungkin karena kondisi kesehatannya yang kian menurun, Bunda Teresa kemudian mengajukan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala misionaris. Akan tetapi, para biarawati ordo dalam sebuah pemungutan suara yang rahasia memilihnya untuk tetap menjabat sebagai kepala misionaris. Akhirnya Bunda Teresa pun sepakat untuk melanjutkan tugasnya sebagai kepala ordo.
Pengabdian dan perjuangan Bunda Teresa untuk kemanusiaan memang tidak pernah pudar. Dalam sebuah penyelamatan, ia ditemani para pekerja dari Palang Merah melakukan perjalanan ke Beirut untuk mengevakuasi para pasien yang menjadi korban perang.
Sebuah perjalanan melalui zona perang yang penuh keberanian. Kemudian ia juga pergi ke Ethiopia untuk membantu dan melayani penderita kelaparan akibat korban radiasi Chernobyl. Ia juga pergi ke Amerika untuk membantu korban gempa di sana.
Pada tahun 1991, setelah berjuang melawan pneumonia saat di Meksiko, Bunda Teresa menderita masalah jantung lebih lanjut. Pada tahun ini pula ia lalu kembali ke tanah airnya dan membuka misionaris di Tirana, Albania.
Pada tahun 1996 ia menjalankan 517 misi di lebih dari 100 negara. Selama bertahun-tahun ia mengembangkan Misionaris Cinta Kasih untuk melayani “termiskin dari yang miskin” di 450 pusat di seluruh dunia. Rumah mionaris pertama yang ada di Amerika Serikat didirikan di South Bronx, New York.
Pada April 1996, Bunda Teresa jatuh dan mengalami patah tulang selangkangannya. Pada bulan Agustus di tahun yang sama ia menderita malaria dan gagal jantung di ventrikel kiri. Ia menjalani operasi jantung, namun sudah jelas bahwa kesehatannya menurun.
Ia dirawat di sebuah rumah sakit di California, dan hal ini telah memunculkan beberapa kritik. Uskup Agung Calcutta, Henry Subastian D’Souza mengatakan bahwa ia telah memerintahkan seorang pendeta untuk melakukan eksorsisme kepada Bunda Teresa atas izinnya saat pertama kali ia dirawat di rumah sakit dengan masalah jantung, karena sang uskup berpikir mungkin Bunda Teresa diserang oleh iblis.
Pada 13 Maret 1997, Bunda Teresa turun dari jabatannya sebagai kepala Misionaris Dinta Kasih. Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 September 1997, dan kematiannya ini membawa duka bagi kemanusiaan.
Jenazahnya dibaringkan dalam ketenangan di Gereja St. Thomas, Kolkata, selama satu minggu sebelum pemakamannya pada September 1997. Ia diberi pemakaman kenegaraan oleh pemerintah India dalam rasa syukur atas jasa-jasanya kepada kaum miskin dari semua agama di India.
Kematian Bunda Teresa menjadi duka bagi masyarakat dunia. Dalam upetinya, Nawas Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah seorang individu langka dan unik yang hidup untuk tujuan yang lebih tinggi.
Pengabdian seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan orang kurang beruntung merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia. Sementara itu, mantan Sekretaris Jenderal OBB, Javier Perez de Cuellar mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah pemersatu bangsa, ia adalah perdamaian di dunia ini.
Baca juga: Berbagai penghargaan terhadap Bunda Teresa