Penduduk Jepang – Orang Ainu dianggap sebagai penduduk pertama Jepang. Mereka mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan orang Jepang pada umumnya, seperti kepala lonjong, tubuh berbulu, mata tidak sipit, dan rambut tidak kejur. Kebanyakan orang Ainu yang masih asli hidup di P. Hokkaido.
Sekarang, dengan jumlah penduduk lebih dari 122 juta, Jepang menjadi negara terbesar ke-7 di dunia dalam hal jumlah penduduk setelah R.R. Cina, India, Uni Soviet, Amerika Serikat, Indonesia, dan Brasilia. Dalam pertengahan abad ke-19, Jepang baru berpenduduk kira-kira 30 juta.
Modernisasi, industrialisasi, dan perbaikan kebersihan serta kesehatan umum mengakibatkan pesatnya pertambahan penduduk, dan pada tahun 1940 penduduk Jepang telah mencapai 71 juta.
Kunjungi Peta Jepang atau di google map
Urbanisasi
Dipandang dari sudut mana pun, kepadatan penduduk Jepang tergolong tinggi, terutama di daerah perkotaannya. Pertambahan penduduk daerah perkotaan sebenarnya bukan gejala baru di Jepang, karena kota-kota kunonya, seperti Kyoto dan Nara, telah berdiri sejak abad ke-8, dan banyak kota kerajaan yang didirikan di negeri ini antara tahun 1580 dan 1620.
Pada tahun 1720, kota Edo (Tokyo) telah memiliki penduduk lebih dari 1 juta, dan mungkin merupakan kota terpadat di dunia pada saat itu.
Meskipun demikian, pada zaman feodal, lebih menonjol ciri pedesaan. Dalam tahun 1850, mungkin hanya 10 persen penduduk yang hidup di kota berpenduduk lebih dari 10.000 orang.
Sekarang lebih dari 76 persen penduduk hidup di kota (besar dan kecil), kira-kira 60 persen di antaranya hidup berjejal-jejal di daerah-daerah metropolitan yang paling besar, yaitu Tokyo, Osaka, dan Nagoya.
Menurut sensus tahun 1987, di negeri ini terdapat empat kota yang berpenduduk lebih dari 2 juta: Tokyo (8.366.000), Yokohama (3.089.000), Osaka (2.647.000), dan Nagoya (2.138.000). Sedangkan tujuh kota lainnya memiliki penduduk lebih dari 1 juta.
Kepercayaan dan kebudayaan
Budha, Shinto, dan Kong Hu Cu telah lama menjadi keyakinan dan agama utama di Jepang. Agama Budha dipeluk oleh lebih dari 73 persen penduduk, yang sebagian besar di antaranya sekaligus menganut agama Shinto (93%), agama pribumi yang berasal dari kepercayaan animisme kuno, yang berkaitan dengan penyembahan nenek moyang dan keluarga kaisar.
Di zaman kekuasaan militer tahun 1930-an, agama Shinto merupakan agama negara dan secara resmi dibantu selama Perang Dunia II. Sekarang, kebebasan untuk semua agama dijamin. Tidak ada agama yang menerima bantuan pemerintah dan tidak ada pengajaran agama di sekolah umum.
Agama Kong Hu Cu, yang sebenarnya lebih merupakan suatu ajaran filsafat moral dan sosial daripada ajaran agama, masuk ke Jepang dalam abad ke-6, dan pengaruhnya sangat besar terhadap pikiran dan tingkah laku orang Jepang.
Agama ternyata telah menjadi. sumber ilham bagi kesenian Jepang. Drama tari Noh berakar dari tari dan upacara keagamaan abad ke-13. Dari Noh dan Bunraku (drama boneka) muncullah Kabuki, bentuk drama yang paling terkenal di Jepang.
Bahkan seni-seni seperti Ikebana (seni merangkai bunga) dan bonsaz (seni mengerdilkan pohon yang ditanam dalam pot) pun pada mulanya juga memiliki makna keagamaan.
Namun demikian, sementara semua seni ini berhasil membangkitkan minat dunia luar, orang Jepang sendiri banyak yang justru tenggelam dalam pengaruh Barat Kendati olah raga tradisional seperti sumo (gulat Jepang), judo, dan kendo masih memiliki banyak penggemar, justru baseball yang menjadi olah raga nasional.
Pasangan-pasangan muda, yang mengenakan pakaian tradisional yang mahal dalam upacara perkawinan mereka, banyak yang cenderung mengenakan pakaian Barat pada kesempatan-kesempatan lainnya.
Pendidikan, yang telah mengalami pembaharuan berdasarkan garis Amerika seusai Perang Dunia II, diberikan secara cuma-cuma, dan wajib belajar dikenakan pada anak-anak berusia 6 15 tahun (tingkat sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama). Lembaga pendidikan tinggi (universitas negeri, institut sains dan teknologi, serta universitas swasta), semuanya berjumlah 1.075 buah.