Pemerintahan Ekonomi Kamboja – Pemerintahan Kampuchea sekarang dikuasai oleh orang-orang Kampuchea yang bergabung dengan orang Vietnam dalam penggulingan Khmer Merah. Dewan Revolusioner Rakyat mengepalai pemerintahan dan ketua dewan tersebut menjadi pejabat tertinggi.
Perekonomian Kamboja
Ekonomi negeri ini bertumpu pada sektor pertanian. Sektor ini menyerap sekitar 75 persen dari seluruh tenaga kerja (1980), kendati tanah yang dibudidayakan hanya mencakup sekitar 17 persen dari seluruh wilayahnya.
Pertanian di Kampuchea didominasi oleh pertanian padi. Sebagian besar penduduk pedesaan hidup bertanam padi. Tanaman ini dibudidayakan terutama di daerah sepanjang Sungai Mekong dan di sekitar Danau Tonle Sap.
Kunjungi Peta Kamboja atau di google map
Tetapi hasil padi seluruhnya (sebanyak 1.900.000 ton pada tahun 1985) belakangan ini menurun dibanding hasil pada tahun-tahun sebelum negeri ini dilanda perang.
Para petani sulit mendapatkan pupuk, bibit unggul, dan obat hama padi. Lagi pula, kemarau panjang sering terjadi di negeri ini. Sementara itu sarana irigasi yang telah berhasil dibangun, banyak yang hancur atau terlantar karena perang.
Akibatnya, Kampuchea, yang dulu mampu mengekspor beras, kini justru harus bergantung pada bantuan pangan luar negeri (152.000 ton pada tahun 1986).
Menghadapi kekurangan pangan di negeri ini, ratusan penduduk mengungsi ke Thailand atau tinggal menunggu bantuan pangan yang disalurkan badan PBB dan organisasi internasional lainnya.
Plato-plato bertanah basalt di Propinsi Kompong Cham dan Propinsi Rotanokirii sebenarnya sangat cocok untuk pembudidayaan karet. Dulu Kampuchea termasuk negara penghasil karet terbesar di dunia. Tetapi kini .produksinya sudah jauh menurun. Pada tahun 1985, misalnya, negeri ini hanya mampu menghasilkan 16.000 ton.
Komoditi pertanian lain yang dihasilkan dalam jumlah terbatas, antara lain adalah umbi-umbian, jagung, buncis, dan tembakau.
Kampuchea tidak memiliki industri besar. Dari sejumlah industri kecil yang ada di negeri ini, hanya beberapa jenis yang pantas disebut, yakni industri semen, industri daging, industri kayu, dan industri rokok. Perang yang berkepanjangan (sejak 1970) sungguh menghancurkan perindustrian negeri ini.
Kurangnya tenaga kerja yang terampil, bahan mentah industri, dan suku cadang, menyebabkan produksi pabrik-pabrik pemerintah jauh di bawah kapasitas yang sebenarnya. Sementara itu, situasi menyebabkan negara-negara dan para investor asing enggan menanamkan modal di negeri ini.
Menurut data terakhir, belakangan ini Kampuchea menderita defisit perdagangan yang luar biasa besarnya. Pada tahun 1981, misalnya, ekspornya hanya bernilai US$ 43.000, sementara nilai impornya mencapai US$ 103.000.000. Rekan dagang utama negeri ini adalah Uni Soviet, Vietnam, dan negara-negara sosialis lain.
Lalu lintas air di daerah pedalaman Kampuchea merupakan tambahan yang sangat penting bagi jalan raya negeri ini, yang panjangnya mencapai 13.000 km lebih (1981). Jalan kereta api, dengan panjang sekitar 650 km, menghubungkan Phnom Penh dengan Poipet di daerah perbatasan Thailand dan dengan Kompong Som.
Bandar udara Pochentong (dekat Phnom Penh) dapat didarati pesawat jet. Perusahaan penerbangan nasional Kampuchea melayani hubungan udara dengan Hong Kong dan berbagai kota di Asia Tenggara.