Pantai Gading (Côte d’Ivoire) – Di abad ke-15 ketika para penjelajah Portugis yang berani berlayar mengitari juluran lahan barat Afrika, mereka menemukan sebagian dari Samudra Atlantik yang kini disebut Teluk Guinea.
Tahun-tahun berikutnya, daerah di sekitar Teluk Guinea ini menjadi sebuah tempat yang kaya dengan produk-produk bagi sejumlah negara Eropa.
Beberapa bagian pantai Guinea lalu diidentifikasi dengan nama-nama barang dan orang yang meninggalkan pantai ini. Akibatnya, lahirlah nama-nama seperti Pantai Padi-padian, Pantai Gading, dan Pantai Budak.
Waktu berlalu dan kini ada sebuah negara merdeka dan modern di Teluk Guinea yang menggunakan nama Pantai Gading.
Pantai Gading yang kini sedang mengalami perubahan, lebih terkenal karena ekspor kopi dan cokelatnya daripada gading, yang menjadi nama negara.
Berbagai cara kehidupan baru, secara perlahan tetapi pasti, mulai menggantikan cara kehidupan lama. Kota-kota mulai berkembang di tempat yang dahulu merupakan desa-desa kecil.
Bendungan yang kokoh dan tebal membendung air sungai, sedangkan jalan raya dan rel kereta api dari pantai kini mencapai daerah pedalaman. Kehidupan modern yang sibuk dan dikejar-kejar waktu menjadikan suatu waktu suatu komoditi yang sangat berharga.
Dengan kata lain, Pantai Gading telah bersiap-siap menyongsong datangnya abad ke-20, dan seterusnya.
Kunjungi Peta Pantai Gading atau Côte d’Ivoire di google map
Geografi Pantai Gading
Republik Pantai Gading berada di atas lahan sejauh 480 km, sebelah utara khatulistiwa. Luas wilayahnya 322.463 km2. Negara ini berbatasan dengan Liberia dan Guinea di sebelah utara dengan Mali dan Burkina, sedangkan di sebelah timur dengan Ghana. Sebelah selatan, seluruhnya berbatasan dengan Teluk Guinea.
Yamoussoukro adalah ibu kotanya sejak tahun 1983. Ketika ibu kota yang baru ini sedang dibangun, Abidian sebagai ibu kota lama yang waktu itu merupakan kota terbesar dan pelabuhan utama Pantai Gading, masih tetap berfungsi sebagai ibu kota.
Bouake adalah kota terbesar kedua. Kota-kota lainnya adalah Daloa, Cagnoa, Korhogo, Agboville, Abengourou, Man, dan Bondoukou.
Pantai Gading memiliki hutan basah yang lebat dan luas, dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi membentangkan tirai hijau sehingga menutupi tanah di bawahnya.
Terdapat pula sabana atau padang rumput tropis yang luas dan bergelombang dengan rumput dan pohon bersimpul di sana-sini. Lahan ini penuh dengan binatang, serangga, dan burung.
Terdapat pula hiena, ajak, macan tutul, dan simpanse. Di sungai kecil dan sungai besar banyak terdapat kuda nil dan buaya. Terdapat berbagai jenis ular, di antaranya adalah ular maut mamba dan piton besar.
Gajah dahulu pernah mengembara di padang rumput, tetapi kini mereka hanya terdapat di hutan-hutan lindung. Pantai Gading memiliki banyak taman perburuan, misalnya Hutan Lindung Sassandra.
Iklim
Iklim Pantai Gading adalah tropis, tetapi terdapat perbedaan di berbagai daerah. Daerah selatan, dengan hutan basahnya, adalah panas dan lembap. Curah hujan setahunnya lebih dari 230 cm, sedangkan suhu berkisar antara 22°-32° C.
Di selatan ini terdapat dua musim hujan sedangkan di bagian utara yang banyak terdapat padang rumput, hanya memiliki satu musim hujan. Suhunya jauh lebih panas daripada suhu di daerah selatan. Dengan kata lain, daerah utara lebih kering daripada daerah selatan dan curah hujan setahunnya hanya sekitar 150 cm.
Sungai
Sungai utama di Pantai Gading yang panjangnya tidak lebih dari 800 km-adalah Cavally, Sassandra, Bandama, dan Comoe. Semua sungai itu mengalir dari utara ke selatan dan bermuara di Teluk Guinea.
Karena air sungainya dangkal dan deras, tak satu sungai pun yang dapat dilayari Iebih dari 130 km jauhnya. Akan tetapi, bersama anak-anak sungainya, semua sungai ini digunakan untuk mengapungkan kayu ke tempat penggergajian dan pabrik lainnya.
Air sungai ini memberikan banyak ikan kepada penduduk yang tinggal di sekitarnya. Bendungan air sudah dibangun untuk mengendalikan banjir serta sebagai sumber hidroelektrik.
Penduduk Pantai Gading
Bahasa Prancis adalah bahasa resmi Pantai Gading dan digunakan di dalam pemerintahan, di kantor, dan di sekolah. Terdapat berbagai suku yang bertutur dalam bahasa yang berlainan.
Kelompok bahasanya meliputi bahasa orang padang rumput dan bahasa orang hutan. Suku Kru tinggal di hutan barat daya, suku Dan Curo di daerah barat dekat dengan dataran tinggi Man, sedangkan berbagai kelompok suku lain tinggal di sepanjang laguna pantai tenggara.
Suku Anyi Baoulé tinggal di hutan dan sabana di bagian tengah dan tenggara. Padang rumput juga merupakan tempat tinggal suku Malinke dari barat laut, suku Senufo dari utara tengah, dan suku Lobi-Kulango dari timur laut.
Baoule
Suku Baoule, dalam beberapa hal, adalah khas orang desa. Baouleter diri atas banyak kelompok suku tetapi bertutur dalam bahasa yang tunggal dialek Anyi-Baoule. Mereka memberikan dampak yang berarti di dalam pembangunan politik dan budaya Pantai Gading.
Suku Baoulé terutama adalah para petani yang menanam ubi, maniok, ketela, padi, jagung, dan jenis padi-padian lain untuk keperluan rumah tangga.
Kehidupan tidaklah selalu mudah, kadang-kadang sulit dan sangat melelahkan. Beberapa orang Baoule mengkhususkan diri bertanam kopi dan cokelat untuk diperdagangkan.
Anak laki-laki membantu ayahnya berburu dan mencari ikan serta menyiapkan lahan untuk ditanami. Anak perempuan belajar berbagai ketrampilan mengurus rumah tangga sejak mereka masih kecil, karena pada usia 12 atau 13 tahun, mereka akan dipertunangkan oleh keluarganya.
Kehidupan Kota
Mayoritas penduduk Pantai Gading masih mengikuti kehidupan desa yang tradisional. Namun, dengan bergantinya waktu, yaitu ketika negara ini menjadi lebih terindustrialisasi, kota-kota berkembang menjadi lebih luas.
Kehidupan di kota, seperti Abidjan, tidak jauh berbeda dengan kehidupan di kota lain di dunia. Abidjan, misalnya, memiliki banyak gedung yang tinggi, jalan-jalan yang bertrotoar, dan sarana transportasi modern.
Trotoarnya selalu penuh dengan orang yang pergi bekerja di toko-toko dan perkantoran dengan mengenakan baik pakaian model Barat maupun pakaian tradisional.
Barang-barang hasil pertanian dan pabrik dibawa ke kota dari daerah yang jauh dengan kereta api atau truk, sedangkan barang dari seluruh dunia diangkut dengan kapal laut dan pesawat terbang. Abidjan memiliki pelabuhan udara yang baik dan lengkap untuk pendaratan pesawat jumbo jet.
Pendidikan
Sistem pendidikan di Pantai Gading mengikuti sistem pendidikan Prancis. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk membuat rakyatnya dapat membaca dan menulis sehingga kini memiliki angka melek huruf orang dewasa tertinggi di Afrika Barat.
Jumlah anak yang bersekolah telah meningkat secara menakjubkan sejak kemerdekaannya. Lembaga pendidikan tingginya yang terpenting adalah Universitas Nasional Pantai Gading, yang terletak di Abidjan.
Ekonomi
Pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Pantai Gading. Sebagian besar rakyatnya adalah petani dan produk pertanian serta produk hutan merupakan bagian terbesar ekspor.
Negara ini adalah pengekspor cokelat (bahan permen cokelat dan bubuk cokelat) terkemuka di dunia dan masuk peringkat pengekspor utama kopi, tunas kelapa dan minyak kelapa, serta nanas. Kapas, kayu, dan karet merupakan ekspor penting lainnya.
Tanaman utamanya mencakup beras, singkong, pisang, dan jagung. Makanan olahan, tekstil, minyak sulingan, dan perakitan kendaraan bermotor adalah produk industri utamanya.
Minyak merupakan mineral terpenting. Emas juga ditambang. Endapan tembaga, bijih besi, gas alam dan mineral lainnya belum dieksploitasi secara komersial.
Pantai Gading untuk beberapa lama dianggap sebagai contoh perkembangan ekonomi di Afrika. Suatu penurunan harga dunia untuk kakao dan kopi yang dimulai pada 1987 telah menyebabkan merosotnya pendapatan ekspor, sementara harga-harga impor terus naik.
Pendapatan per kapitanya menurun 25% dalam tahun 1987 dan 1993′ ketika bantuan dari Prancis diperkecil dan devaluasi frank CFA sebesar 50% melanda ekonomi negeri ini.
Terusan Vridi, yang selesai dibangun pada tahun 1950, memiliki dampak besar di dalam perekonomian negara. Setelah terusan ini selesai dibangun, kapal samudra dapat berlabuh di pelabuhan Abidjan. Akibatnya, Abidjan menjadi salah salah satu pelabuhan yang terbaik dan paling ramai di Afrika Barat.
Sejarah Pantai Gading
Lama sebelum orang Eropa pertama mengetahui Pantai Gading, terdapat sebuah kerajaan di bagian utara dan timur negeri. Di abad ke-11, kota Kong didirikan oleh suku Senufo, yang keturunannya kini tinggal di daerah utara Pantai Gading.
Kong lalu menjadi pusat perdagangan sapi dan garam yang ditukar secara barter dengan kacang kola (kini digunakan untuk pembuatan coca-cola) dari daerah selatan. Akhirnya, di abad ke-16, para pedagang pengembara yang disebut suku Dioula mendesak dari utara.
Orang Portugis merupakan orang Eropa pertama yang datang ke negeri ini, dan mereka kemudian memberitakan lahan yang diketahuinya kepada para pedagang lain.
Mereka pada mulanya tidak berusaha untuk bermukim di wilayah tersebut, tetapi memusatkan perhatiannya kepada perdagangan gading dan budak. Orang Portugis ini lalu disusul oleh orang Spanyol, Belanda, Inggris, dan akhirnya Prancis.
Pada tahun 1887, Prancis lalu mengkonsolidasikan kekuatannya di seluruh Pantai Gading. Pada tahun tersebut, Louis Binger, seorang perwira Prancis, membuat serangkaian perjanjian perlindungan dengan sejumlah kepala suku. Binger menjadi gubernur pertama di wilayah ini pada tahun 1893.
Pantai Gading merupakan sebuah republik yang berswapemerintahan di dalam Masyarakat Prancis pada tahun 1958. Pada tahun 1960 memperoleh kemerdekaan penuh.
Felix Houphouet-Boigny, seorang pemimpin gerakan kemerdekaan, menjadi presiden Pantai Gading sampai ia meninggal pada 7 Desember 1993.
Ia digantikan oleh Henri Konan Bedie, mantan ketua Permusyawaratan Nasional. Walaupun pemilik de facto adalah negara berpartai tunggal sampai 1990. Pada tahun itu juga jabatan perdana menteri diberlakukan.