Pengertian Orde Baru adalah susunan tatanan perikehidupan rakyat, bangsa, dan negara terhadap pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru muncul menggantikan pemerintahan sebelumnya, yaitu Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno.
Dasar Pemerintahan Orde Baru
Yang menjadi dasar pemerintahan Orde Baru adalah Supersemar, yaitu surat perintah dari Presiden Soekarno tanggal 11 Maret 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan guna terjaminnya keamanan dan ketertiban pemerintah.
Berdasarkan surat itu maka Letnan Jenderal Soeharto segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966;
b. Pada tanggal 18 Maret 1966 mengeluarkan keputusan tentang pengamanan 15 menteri dalam Kabinet Dwikora, yang terlibat G-30-S/PKI.
Baca juga: Reformasi Tonggak Perubahan Indonesia
Menteri-menteri yang terlibat G-30-S/PKI
- Dr. Subandrio, Waperdam I, Menteri Kompartemen, Menteri Luar Negeri/ Hubungan Ekonomi Luar Negeri.
- Dr. Chaerul Saleh, Waperdam (Wakil Perdana Menteri) III, Ketua MPRS. 3) Ir. Setiadi Reksoprojo, Menteri Urusan Listrik dan Ketenagaan.
- Sumarjo, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.
- Oei Tju Tat, S.H., Menteri Negara diperbantukan kepada Presidium Kabinet.
- Ir. Surachman, Menteri Pengairan Rakyat dan Pembangunan Desa.
- Yusuf Muda Dalam, Menteri Urusan Bank Sentral, Gubernur Bank Negara Indonesia.
- Armunanto, Menteri Pertambangan.
- Sutomo Marto Pradata, Menteri Perburuhan.
- A. Sastra Winata, S.H., Menteri Kehakiman.
- Mayor Jenderal Achmadi, Menteri Penerangan di bawah Presidium Kabinet.
- Drs. Muchammad Achadi, Menteri Transmigrasi dan Koperasi.
- Letnan Kolonel Syafei, Menteri Urusan Pengamanan.
- J.K. Tumakaka, Menteri Sekretaris Jenderal Front Nasional. 15) Mayor Jenderal Dr. Soemarno, Menteri Gubernur Jakarta Raya.
c. Pada tanggal 18 Maret 1966 Pengemban Supersemar menunjuk beberapa Menteri ad interim guna mengisi pos-pos menteri yang kosong;
d. Menginstruksikan kepada semua Perguruan Tinggi yang pada bulan Maret 1966 telah ditutup untuk memulai kembali kuliahnya seperti biasa;
e. Pada tanggal 18 Maret Jenderal Soeharto mengadakan pertemuan dengan para anggota kabinet untuk memberi pertanggungjawaban atas langkah-langkah yang diambilnya berdasarkan Supersemar.
Kemudian diangkat lima orang waperdam ad interim yang bersama menjadi Presidium Kabinet, yaitu:
- Jenderal Soeharto sebagai Ketua Presidium
- Sri Sultan Hamengku Buwono IX
- Dr. Roeslan Abdulgani
- Dr. J. Leimena
- Adam Malik
f. pada tanggal 27 Maret 1966 dibentuk kabinet baru, yang susunannya sebagai berikut:
- Kabinet Inti atau Presidium
- Kementerian-kementerian
- Departemen-departemen
Kabinet Inti terdiri atas enam orang Wakil Perdana Menteri:
- Dr. J. Leimena, sebagai Waperdam Bidang Umum
- Dr. K.H. Idham Chalid, sebagai Waperdam Bidang Lembaga Negara Tertinggi
- Dr. Roeslan Abdulgani, sebagai Waperdam Bidang Lembaga-lembaga Politik
- Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Waperdam Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan
- Letnan Jenderal Soeharto sebagai Waperdam a.i. Bidang Pertahanan Keamanan
- Adam Malik sebagai Waperdam Bidang Sosial Politik
g. pada tanggal 25 Juli 1966 Jenderal Soeharto berhasil membentuk Kabinet Ampera dengan lima orang menteri utama, dan 24 menteri.
Tugas pokok Kabinet Ampera sebagai berikut. a. Dwi Dharma, yaitu stabilisasi politik dan ekonomi. b. Catur Karya, yaitu:
- memperbaiki kehidupan rakyat di bidang sandang dan pangan
- melaksanakan pemilihan umum
- melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional
- melanjutkan perjuangan antiimperialis dan kolonialis dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Berbagai Tanggapan tentang Supersemar
Ada berbagai tanggapan mengenai Supersemar yang menjadi dasar pemerintahan Orde Baru.
a. Karena bangsa Indonesia sudah lama menginginkan kemakmuran seperti yang dicita-citakan dalam Pancasila dan UUD 1945 maka ada sekelompok orang yang acuh terhadap keberadaan Supersemar. Mereka tidak mempermasalahkan apakah Supersemar asli atau tidak asli.
Mereka hanya menginginkan Indonesia aman, tertib, dan dapat melaksanakan pembangunan. Mereka tidak melihat siapa yang memerintah, namun mereka menginginkan kepada pemerintah yang bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang adil dan makmur.
b. Bagi para anggota Orde Baru dan simpatisannya sungguh meyakini bahwa Supersemar yang beredar sekarang adalah Supersemar yang asli, dan yang benar. Dengan demikian pemerintah Orde Baru adalah suatu pemerintahan yang sah. Supersemar dapat memberikan legitimasi kepada pemerintahan Orde Baru, di bawah pimpinan Soeharto. Dengan demikian semua yang diperjuangkan oleh Orde Baru sah dan konstitusional. Maka kehadiran pemerintah Orde Baru oleh bangsa Indonesia dapat diterima.
c. Hingga kini masih banyak orang yang mempersoalkan keberadaan Supersemar tersebut. Ada di antaranya yang mengatakan bahwa Supersemar yang dipergunakan sebagai dasar memerintah Orde Baru tersebut tidak autentik. Banyak orang mempertanyakan Supersemar yang asli, namun tidak seorang pun yang mendapat jawaban memuaskan.
Hal itu mau tidak mau akan menimbulkan rasa tidak percaya kepada Orde Baru, terutama kepada pemegang Supersemar. Perasaan curiga terhadap keberadaan Supersemar yang asli menimbulkan praduga bahwa pemerintahan Orde Baru adalah suatu pemerintahan yang didapat melalui perebutan kekuasaan (cup).
Rasa curiga tersebut makin memuncak setelah Indonesia digoncang oleh krisis moneter yang benar-benar sangat menyengsarakan kehidupan rakyat kecil. Maka bangsa Indonesia menolak pemerintahan Orde Baru.
Runtuhnya Orde Baru
Dalam perjalanan sejarah Orde Baru yang panjang Indonesia dapat melaksanakan pembangunan. Pemerintah Indonesia mendapat kepercayaan, baik dari dalam maupun dari luar.
Rakyat Indonesia yang dalam dasawarsa enam puluhan sangat menderita, dengan keberhasilan pembangunan maka sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan.
Sebagai tanda terima kasih rakyat kepada pemerintah Orde Baru dalam keberhasilan pembangunan, Presiden Soeharto diangkat menjadi ”Bapak Pembangunan”.
Namun sangat disayangkan bahwa keberhasilan pembangunan tersebut tidak merata. Kemajuan Indonesia ternyata hanya semu belaka. Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin.
Rakyat sangat tahu bahwa hal itu disebabkan adanya intrik-intrik yang tidak sehat, yang disebut korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Banyak terjadi peristiwa dengan nada protes, namun pemerintah seolah-olah tidak melihat atau mendengar. Bahkan kepada mereka yang tidak setuju kepada kebijakan pemerintah selalu dituduh ”PKI”.
Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi. Harga-harga mulai membumbung tinggi, sehingga daya beli rakyat menjadi sangat lemah. Rakyat menjerit. Lebih-lebih setelah banyak perusahaan yang terpaksa harus mem-PHK-kan karyawannya. Hal itu masih diperburuk dengan kurs rupiah terhadap dolar yang sangat rendah.
Dengan diprakarsai oleh para mahasiswa dan dosennya, rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi yang memprotes kebijakan pemerintah. Setiap hari para mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi, yang akhirnya mencapai puncaknya pada bulan Mei 1998. Mereka dengan sangat berani meneriakkan reformasi khususnya di bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan VII dengan akan mengubah kabinetnya menjadi Kabinet Reformasi.
Namun semuanya itu tidak mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya, tanggal 21 Mei 1998, dengan mendasarkan Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinannya kepada Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie.