Liberia – Burung pepper berkicau di atas pohon pisang, tatkala dua anak lelaki muda, Como dan Juju serta ibu mereka berjalan dengan tenang menembus hutan. Mereka membawa keranjang kacang kola merah ungu dan berjalan pelan menuju pasar desa. Sekelompok gubuk tanah, diterpa terik matahari, tampak di depan mata.
Hari itu adalah hari pasaran. Laki-laki dengan jubah bergaris-garis berkumpul bersama kawan-kawannya, sedangkan isteri-isteri mereka, gemerlap dengan perhiasan tembaga dan ikat kepala yang mencolok mata, menggelarkan makanan dan dagangannya di atas tikar bambu.
Pasar desa itu gemerlap berwarna-warni setumpuk beras putih, okra hijau, terung biru-ungu, kacang kola di atas tikar dan keranjang berwarna cokelat. Como dan Juju berlarian kian-kemari menyapa dan bermain bersama anak-anak lainnya, sebelum ketua suku secara resmi membuka pasar di hari itu.
Inilah saat bertemu dengan kawan lama, bertukar berita, dan saling berkabar baik dengan perasaan bangga sebagai anggota masyarakat semua itu merupakan bagian yang penting di dalam kehidupan orang Afrika.
Geografi Liberia
Republik Liberia terletak di bagian barat tonjolan Afrika, hanya beberapa derajat di utara khatulistiwa. Garis pantai Atlantiknya terbentang sekitar 560 km antara Sierra Leone di bagian barat laut dan Pantai Gading di bagian tenggara.
Guinea adalah tetangga sebelah utara. Di Tanjung Palma wilayah paling utara, garis pantai Afrika Baratnya berbelok ke arah timur dan menghadap Teluk Guinea. Luas wilayahnya sekitar 111.370 km2.
Pantainya dahulu pernah dikenal sebagai Pantai Padi-Padian, karena adanya ”surga padi-padian”, atau lada malagueta, yang menarik para pedagang Eropa jauh sebelum Liberia menjadi sebuah republik.
Liberia adalah lahan yang terairi dengan baik. Sungai utamanya adalah Sungai Mano, St. Paul, St. John, Cestos, dan Cavally Kecuali Sungai Cavally, semua sungai tersebut mengalir ke arah barat daya melintasi Liberia menuju Samudra Atlantik.
Sebagian besar lahan negara ini tertutup oleh hutan lebat. Padang rumput hanya terdapat di ujung barat laut. Daerah pantainya agak rata, tetapi daerah pedalamannya mencapai ketinggian 1.525 m di Pegunungan Nimba.
Di daerah pedalaman banyak terdapat gajah, kuda nil kerdil, kerbau, duiker, macan tutul, dan hewan keluarga kucing lainnya. Terdapat juga banyak kera dari segala jenis yang banyak merusak tanaman rakyat.
Kunjungi Peta Liberia atau di google map
Iklim
Iklim Liberia adalah hujan tropis, sehingga cuaca hangat sepanjang tahun, dengan musim hujan dan musim kemarau berganti-ganti. Daerah pantainya memiliki curah hujan yang terbanyak, rata-rata 380 cm setahun.
Namun di daerah pedalaman, curah hujan turun menjadi rata-rata 190 cm per tahun. Kebanyakan hujan jatuh pada musim hujan, yang berlangsung dari bulan April sampai November.
Kota
Sebagian besar penduduk Liberia tinggal di suatu jalur lebar yang memanjang dari pantai dekat Monrovia ke utara di Guinea selatan. Kota terbesar di seluruh wilayah, Monrovia sebagai ibu kota negara yang modern dan merupakan pelabuhan laut.
Monrovia berasal dari nama Presiden Amerika Serikat, James Monroe. Letaknya di dekat muara Sungai St. Paul, membuat Monrovia menjadi pusat pemasaran utama. Sebagian besar produk ekspor dikapalkan melalui pelabuhan Monrovia. Kota ini juga penting di dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Kota pantai lain yang lebih kecil tetapi penting adalah Buchanan, Harper, dan Creenville. Vonjama, Gbarnga, Sanoquelli, dan Kolahun adalah kota utama di wilayah pedalaman.
Sejarah Liberia
Pada awal tahun 1800-an, di Amerika Serikat terdapat banyak budak hitam dan anak-anak serta cucu-cucunya yang telah dibebaskan. Masyarakat Koloni Amerika, yang didirikan pada tahun 1816, berusaha memukimkan kembali budak-budak hitam yang telah dibebaskan ke pantai barat Afrika.
Para anggota perkumpulan ini memiliki alasan yang beragam atas kesediaannya melakukan pekerjaan ini. Beberapa di antaranya karena membenci perbudakan dan merasa bahwa budak hitam yang telah dibebaskan pun akan sulit untuk hidup di sekitar budaya-budaknya.
Para pemilik budak khawatir bahwa kehadiran para budak hitam yang telah dibebaskan akan memberikan rasa ketidakpuasan kepada para majikannya. Yang lainnya berharap bahwa budak hitam Amerika ini akan dapat membantu penyebaran agama Kristen di Afrika.
Pada tahun 1821, koloni budak hitam Amerika yang pertama tiba di bagian yang kini adalah Liberia. Mereka membeli tanah dari kepala suku dan lalu bermukim di pantai-pantai.
Namun, pertikaian segera muncul antara para pemukim dan penduduk asli. Penduduk asli tidak suka melihat semakin banyaknya kehadiran orang koloni yang berakibat hilangnya sebagian tanah mereka. Selama waktu yang lama, terdapat ketegangan yang serius antara kedua kelompok tersebut.
Para pemukim hitam Amerika yang disebut Americo Liberia, membawa serta cara hidup yang mereka dapatkan di tenggara Amerika Serikat. Hanya sedikit di antaranya yang pernah ke Afrika atau mengenal penduduk yang tinggal di sana.
Sebagai akibatnya, mereka memandang rendah penduduk asli dan memperlakukannya secara kasar dan kadang-kadang bahkan memperbudaknya.
Pada tahun 1847, setelah menikmati pemerintahan internal secara penuh selama beberapa tahun, para pemukim memproklamasikan kemerdekaannya.
Salah seorang dari kelompok itu, Joseph Jenkins Roberts dipilih sebagai presiden Liberia yang pertama. Sejak saat itu hingga ketika kelompok perwira muda dari kalangan militer mengambil alih pemerintahan pada tahun 1980, orang Americo Liberia mengendalikan pemerintahan dan perekonomian negara, sedangkan penduduk aslinya hanya memiliki sedikit kekuatan.
Penduduk Liberia
Penduduk Americo-Liberia berjumlah kurang dari seperempat seluruh jumlah penduduk. Sebagian besar di antaranya tinggal di Monrovia dan kota-kota di sepanjang pantai.
Mereka beragama Kristen, terutama Protestan dan bertutur dalam bahasa Inggris, yaitu bahasa resmi negara. Cara hidup dan pakaian mereka meniru model Barat walaupun kini mereka sudah semakin dipengaruhi oleh adat-istiadat Afrika.
Penduduk Liberia selebihnya adalah anggota lebih dari 20 kelompok suku yang tinggal di daerah pedalaman. Beberapa di antara suku yang terpenting adalah suku Bassa, Kru, erlle, Gio, Loma, Gola, Cbande, Mandingo, dan Vai.
Mereka bertutur berbagai bahasa, seperti bahasa Kwa dan Mande. Namun, banyak di antara anak-anak mereka belajar bahasa Inggris yang dikelola oleh pemerintah dan misionaris Kristen.
Beberapa di antara suku ini adalah penganut agama Islam selama beratus-ratus tahun, sedangkan beberapa lainnya adalah penganut kepercayaan Afrika kuno.
Kini tampak semakin banyak orang yang memeluk Kristen. Masyarakat rahasia yang mengontrol berbagai kegiatan keagamaan ditemukan di seluruh negara. Masyarakat ini disebut Poro (bagi laki-laki) dan Sande (bagi perempuan). Masyarakat poro dan sande juga membantu pendidikan generasi muda.
Kaum wanita biasanya mengenakan lappa. Lappa adalah sepotong kain, yang disebut kain desa dengan lebar sekitar 1 m dan dapat dipakai dalam berbagai cara.
Umumnya, lappa diikatkan di sekitar pinggang, seringkali di atas blus wanita. Pria muslim memakai kopiah, sedangkan wanita muslim mengenakan kerudung kepala yang berwarna terang.
Seperti halnya di kebanyakan negara tropis, anak-anak berpakaian seadanya, kecuali dalam kesempatan tertentu dan mereka hanya memakai sandal, bukan sepatu, atau bahkan tanpa alas kaki.
Kehidupan Keluarga dan Pendidikan
Ciri sebuah keluarga Americo-Liberia yang kaya adalah tinggal di dalam rumah yang kelihatan modern dengan berterali besi dan bertingkat dua serta beratap merah.
Anak-anak dari keluarga semacam ini sering dikirim ke Amerika Serikat, Inggris, atau Jerman Barat untuk belajar di sekolah menengah atau akademi. Namun, banyak pula di antara mereka yang bersekolah di sekolah pemerintah atau sekolah yang dikelola oleh para misionaris.
Setelah dewasa, mereka meneruskan belajar ke Universitas Liberia di Monrovia, Akademi Cuttington di Suakoko, atau Akademi Ibunda Fatima di Harper.
Di lembaga pendidikan ini mereka belajar hukum, kedokteran, pemerintahan, pertanian, pengajaran, atau kementerian. Perubahan dalam pemerintahan pada tahun 1980-an, meningkatkan kemungkinan berakhirnya hak istimewa orang Americo-Liberia.
Sejak pertengahan tahun 1940-an, pemerintah telah membiayai program beasiswa secara luas sehingga banyak orang Liberia dari latar belakang yang beragam dikirim ke luar negeri (kebanyakan ke Amerika Serikat) untuk belajar di akademi, sekolah menengah, dan institut teknik.
Mayoritas penduduk Liberia tinggal di desa-desa pertanian yang biasanya dimiliki oleh suatu kelompok. Tempat tinggal mereka berbentuk bundar atau persegi panjang, dengan beratapkan jerami dan berbentuk kerucut.
Sebuah keluarga besar-terdiri atas suami, isteri atau isteri-isterinya, serta anak cucunya tinggal di lingkungan yang sama. Mereka membentuk sekelompok rumah yang sama-sama berada dalam satu pagar.
Kebanyakan penduduk Liberia tidak dapat membaca ataupun menulis meskipun angka melek huruf meningkat dengan tajam tatkala banyak sekolah baru selesai dibangun.
Sementara semakin banyak anak-anak bersekolah di sekolah-sekolah pemerintah atau misionaris, banyak pula anak-anak yang masih bersekolah di sekolah-sekolah rimba yang dikelola oleh masyarakat Poro dan Sande.
Menjelang anak menginjak usia dewasa, mereka diajar berbagai kepercayaan dan upacara adat sukunya. Buku tidak digunakan dalam pengajaran. Terdapat kesusasteraan lisan yang melimpah berupa sejarah, legenda, dan dongeng rakyat yang dituturkan dari mulut ke mulut kepada anak-anak.
Untuk membuktikan bahwa mereka siap untuk tinggal di alam dewasa, anak-anak muda diberikan tes yang sulit. Tes ini boleh jadi meliputi tes siksaan fisik dan mental.
Musik dan Seni
Orang Liberia, seperti halnya orang Afrika lainnya, gemar sekali terhadap musik dan tarian. Genderang, ketipung, dan gerincing merupakan alat instrumen utamanya. Instrumen musik ini mengiringi nyanyian dan tarian yang menandai berbagai kesempatan penting, seperti akhir periode latihan rimba bagi para remaja.
Orang Liberia banyak menghias alat-alat, pakaian, dan barang-barang rumah tangga yang terbuat dari kayu. Namun, mereka lebih terkenal dengan perhiasan emas, perak, kuningan, dan tembaganya serta patungnya.
Kerajinan kulit dan topeng juga penting. Topeng mewakili semangat orang yang telah meninggal dan dewa-dewa yang digunakan oleh masyarakat Poro dan Sande di dalam upacara keagamaan.
Ekonomi
Lahan Liberia memberikan kehidupan bagi rakyat yang mendiaminya. Padi merupakan pangan pokok yang ditanam di lahan-lahan sempit bekas tebangan hutan.
Di bulan Januari dan Februari laki-laki dewasa menebang pohon-pohon dan membakar semak, sedang wanita dan anak-anak menanaminya dengan padi dan memanennya. Penangkapan ikan berkembang di sepanjang pantai, ikan laut dan sungai merupakan sumber protein penting.
Pemerintahan
Liberia diperintah berdasarkan konstitusi yang mirip dengan konstitusi Amerika Serikat, dengan presiden, wakil presiden dan badan legislatif yang terdiri dari Senat dan Dewan Perwakilan.
William V.S. Tubman, yang memangku kepresidenan selama lebih dari 25 tahun, meninggal di tahun 1971 ketika masih menjadi presiden. Dia digantikan oleh wakilnya William R. Tolbert, Jr., namun terbunuh ketika militer mengambil alih pemerintahan pada tahun 1980.
Tahun 1985 Samuel Doe menjadi presiden pemerintahan sipil di bawah konstitusi baru setelah pemilu. Oposisi terhadap Doe makin meningkat dan pasukan pemberontak di bawah Charles Taylor memerangi pemerintah pada bulan Desember 1989.
Doe terbunuh oleh kelompok pemberontak lain pimpinan Pangeran Johnson tanggal 9 September 1990. Sebuah pasukan perdamaian multinasional Afrika Barat menguasai Monrovia dan meresmikan pemerintahan di bawah Amos Sawyer pada bulan November, tetapi Taylor dan anggota bekas tentara Doe masih menguasai daerah luar kota.
Dan pertempuran menjalar ke Sierra Leone. Pemerintahan peralihan baru diresmikan tahun 1993 setelah faksi-faksi utama menandatangani perjanjian damai prakarsa PBB. Usaha kudeta bulan September 1994 oleh bekas anggota pasukan Doe dapat dipatahkan.