Masa lalu tidak hanya dimiliki oleh segelintir manusia. Masa lalu manusia mempunyai ikatan erat dengan kehidupan sekarang. Karena itu, mengetahui masa lalu termasuk masa lalu lingkungan alamnya merupakan kewajiban bagi manusia. Kita dapat mengatakan bahwa masa kini adalah hasil dari masa lalu dan masa mendatang ditentukan oleh masa kini.
Usaha yang dilakukan
Peninggalan bersejarah sebagai bukti sejarah dan dokumen otentik bagi keberadaan suatu bangsa harus dilindungi agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mempertahankan eksistensi sejarah dan untuk mencegah kerusakan maupun kemusnahan monumen-monumen tersebut. Usaha itu dilakukan dengan cara konservasi, konsolidasi, rekonstruksi, maupun dengan cara restorasi atau pemugaran.
Menurut catatan, lebih dari sepuluh ribu benda purbakala telah terdaftar di Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah Purbakala (Ditlinbinjarah). Benda-benda bersejarah yang terdaftar itu baru sebagian kecil saja.
Keterbatasan daftar benda-benda tersebut karena di Yogyakarta dan kota-kota lain, terutama kota yang dahulu berstatus kerajaan masih ada keluarga yang menyimpan benda purbakala yang belum dilaporkan atau didaftarkan di Ditlinbinjarah. Pada umumnya benda-benda yang mereka simpan merupakan peninggalan leluhur mereka.
Sekarang yang menjadi masalah adalah bagaimana memelihara benda-benda masa lampau tersebut sesuai dengan ketentuan ilmiah dan peraturan yang berlaku.
Memelihara benda-benda bergerak tidaklah begitu rumit, namun bagaimana melestarikan warisan budaya yang berupa benda-benda tidak bergerak seperti: gua pemukiman, lapangan megalit, situs manusia purba, candi, pura, istana, benteng, masjid kuno, rumah adat atau gedung bersejarah? Tentunya pemeliharaan benda-benda tersebut menelan biaya yang tidak sedikit.
Sejak Pelita I pada tahun 1969, dari sekitar tiga ribu benda tidak bergerak itu telah dipugar dua ratus obyek, walaupun sebagian hanya sekedar dipugar untuk menjaga agar benda itu tidak semakin hancur. Pemugaran besar-besaran yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO adalah pemugaran Candi Borobudur.
Tantangan yang dihadapi
Dalam upaya melestarikan data arkeologi, para ahli menghadapi tantangan yang cukup berat. Tantangan pertama yang timbul akibat kegiatan pembangunan fisik yang sedang berjalan.
Pelaksanaan pembangunan yang bertujuan meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakat menyebabkan timbulnya ancaman terhadap berbagai sumber data arkeologi.
Tantangan kedua adalah sebagian masyarakat kita belum menyadari akan arti pentinganya nilai-nilai peninggalan budaya bangsa masa lampau yang demikian agung. Kekurangsadaran masyarakat ini disebabkan oleh putusnya hubungan batin antara generasi pendukung kebudayaan dengan generasi pewarisnya.
Menghadapi masalah ini kiranya perlu diadakan upaya perlindungan benda-benda purbakala yang melibatkan peran serta masyarakat. Selain itu, para arkeolog dituntut untuk bersedia memberikan informasi tentang masa lalu bangsa kita kepada masyarakat awam.
Baca juga: 6 peninggalan sejarah kebudayaan Hindu Buddha Indonesia
Harus disadari bahwa partisipasi masyarakat tidak dapat diperoleh jika tidak ada apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya tersebut. Penjelasan kepada masyarakat mengenai data arkeologi yang terbatas dapat menumbuhkan penghargaan masyarakat terhadap peninggalan budaya masa lalu.
Selanjutnya kegiatan masyarakat yang bersifat merusak peninggalan bersejarah dapat dikurangi atau bahkan dihalangi.