Setelah berhasil menduduki Kerajaan Islam Banten, Fatahillah berkuasa didaerah itu. Sedangkan daerah Cirebon diserahkan kepada putranya bernama Pangeran Pasarean.
Pada tahun 1522 Pangeran Pasarean wafat. Sehingga Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya Hasanuddin. Sedangkan Fatahillah memilih memerintah di Cirebon. Ia dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Sultan Hasanuddin dikenal sebagai Sultan pertama berhasil memperluas kekuasaannya ke Lampung. Banten menjadi penguasa tunggal pelayaran di Selat Sunda. Untuk memperkuat posisinya, Sultan Hasanuddin menikah dengan putri Indrapura. Kemudian raja Indrapura menyerahkan tanah Selebar yang menghasilkan lada.
Di bawah Sultan Hasanuddin, Banten banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (Burma Selatan) dan Keling. Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan putranya bergelar Panembahan Yusuf.
Panembahan Yusuf berupaya meluaskan kekuasaannya. Tahun 1579 Kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat, Pakuan Pajajaran berhasil ditaklukkan. Tahun 1580, Panembahan Yusuf wafat.
la digantikan putranya yang masih berusia 9 tahun, Maulana Muhammad dengan bergelar Kanjeng Ratu Banten. Karena usianya terlalu muda, maka pemerintahan dipegang oleh seorang Mangkubumi sampai ia dewasa.
Pada masa Maulana Muhammad datang untuk pertama kalinya orang Belanda di Banten dipimpin Cornelis de Houtman tahun 1596. Pada tahun itu pula Maulana Muhammad menyerang Palembang. Serangan ini gagal bahkan Maulana Muhammad gugur.
la digantikan putranya, Abdul Mufakhir yang baru berumur 5 bulan. Maka pemerintahan dipegang oleh mangkubumi, yaitu Ranamenggala, 1608. Namun Ranamenggala malahan berkuasa sampai ia wafat pada tahun 1624. Pada masa Abdul Mufakhir Banten mengalami kemunduran, karena semakin kuatnya blokade VOC yang sudah menguasai Batavia.
Ia merupakan raja terbesar Banten. la berupaya mengembalikan wilayah Priangan, Cirebon sampai Tegal ke tangan Banten. Ia juga berhasil memajukan perdagangan, sehingga Banten berkembang menjadi bandar internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris, Prancis dan Denmark.
Tetapi Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti VOC yang telah merebut Jayakarta dari Banten. Sehingga Belanda pun selalu berupaya menjatuhkan Banten.
Akhirnya terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Abdul Kahar atau Sultan Haji, tentang putra mahkota. Sultan Ageng lebih memilih Pangeran Purbaya sebagai putra mahkota daripada Sultan Haji yang dianggap tabiatnya kurang baik. Belanda mengambil kesempatan dengan melancarkan politik adu domba (devide et impera).
Kesempatan itu datang ketika Sultan Haji dan minta bantuan VOC. Akhirnya tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerah, lalu ditawan di Batavia sampai wafatnya, 1692. Setelah itu, Banten terus mengalami kemunduran dan akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh Belanda,1775.
Baca juga: Peninggalan sejarah Islam di Indonesia