Pada mulanya Kerajaan Islam Aceh dikuasai oleh Kerajaan Pedie. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, 1511, banyak pedagang-pedagang Islam yang semula singgah di Malaka pindah ke Aceh. Pedagang India juga tidak lagi singgah di Malaka karena Portugis memungut bea cukai yang tinggi dan monopoli. Akibatnya pelayaran dan perdagangan di Aceh semakin ramai. Aceh semakin kaya dan semakin kuat untuk akhirnya melepaskan diri dari Kerajaan Pedie.
Pendiri Kerajaan Aceh
Pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan lbrahim (1514-1528). Di bawah kekuasaannya Aceh berkembang dengan pesat dan wilayahnya semakin luas. Beberapa daerah di Sumatera Utara seperti Daya dan Pasai berhasil ditaklukkan. Bahkan sejak tahun 1515 Aceh sudah berani menyerang Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Ali Mughayat Syah digantikan putranya bergelar Sultan Salahuddin (1528-1537). Ia tidak mampu memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh mengalami kemerosotan. Oleh karena itu ia digantikan saudaranya Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568).
Bendera dan Lambang Kerajaan Aceh
Ia melakukan perubahan dan perbaikan di berbagai bidang serta melakukan perluasan kekuasaan. Setelah Sultan Alaudin meninggal Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Keadaan ini berlangsung cukup lama sampai dengan Sultan Iskandar Muda naik tahta (1607-1636 M).
Peta wilayah Kerajaan Islam Aceh
Puncak Kejayaan Kerajaan Aceh
Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam di Selat Malaka, bahkan menjadi bandar transito yang menghubungkan dengan pedagang Islam di dunia barat.
Iskandar Muda beberapa kali melakukan penyerangan terhadap Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka. Aceh juga menduduki daerah-daerah seperti Aru, Pahang, Kedah, Perlak dan Indragiri, sehingga wilayah Aceh sangat luas.
Kemunduran Kerajaan Aceh
Sultan Iskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Ia melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda, tetapi ia tidak lama memerintah karena wafat tahun 1641 M.
Penggantinya, permaisurinya (Putri Iskandar Muda), yang bergelar Putri Sri Alam Permaisuri (1641-1675). Sejak itu Kerajaan Aceh terus mengalami kemunduran dan akhirnya runtuh karena dikuasai Belanda pada permulaan abad ke-20.
Wilayah Aceh zaman kerajaan berbeda dengan zaman ketika Indonesia merdeka.
Baca: Peta Aceh Lengkap
Berikutnya: Kerajaan Islam Banten