Sejarah Negara Com – Setelah kita tahu bagaimana Cerita kisah Nabi Muhamad SAW, selanjutnya mari kita bahas Sejarah kepemimpinan Nabi Muhammad yang patut diteladani. Salah satu sebab utama yang menambah perkembangan dakwah adalah teladan yang diberikan Nabi Muhammad.
Memang nabi bagi kaum muslimin adalah suri teladan yang baik. Sesama orang muslim diwajibkan untuk meneladani atau mendekati sifat-sifat terpuji yang dimiliki Rasulullah. Kesempurnaan sifat-sifat Nabi Muhammad teladan sempurna bagi generasi-generasi muslim.
Tiada keraguan bahwa beliau telah dianugerahi oleh Allah suatu kelebihan. Tentu saja kelebihan ini adalah luar biasa, walaupun nabi sendiri adalah manusia biasa. Tentang keteladanan Nabi Muhammad tercantum dalam firman Allah SWT dalam surat Al Ahzab ayat 21, yang menegaskan bahwa: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab: 21)
Sesungguhnya pada diri Nabi Muhammad itu suri tauladan bagi umatnya dan dia adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan adil dalam segala hal serta sifat kepemimpinan ini nampak sekali di saat terjadi peristiwa banjir tahun 605 M di kota Makkah, sehingga sebagian dari dinding Ka’bah retak karena derasnya banjir. Kaum Quraisy tidak dapat membiarkan keadaan yang demikian itu, mereka berusaha memperbaikinya.
Dalam pekerjaan ini Nabi Muhammad pun tidak ketinggalan. Beliau turut mengangkat dan memindahkan batu ke tempat yang sebenarnya. Setelah pembangunan itu sampai berdiri tegak dan setelah tiba saatnya untuk meletakkan batu suci hajar aswad pada tempatnya, yaitu pada dinding yang terletak di sebelah timur, terjadilah perselisihan siapa yang harus meletakkannya.
Setiap kaum ingin meletakkan batu suci hajar aswad yang mulia itu ke tempatnya. Perselisihan ini memuncak sedemikian hebatnya sehingga hampir menimbulkan kerusuhan di antara mereka.
Melihat kegentingan demikian maka datanglah Abu Umaiyyah bin Mughrirah Al Makhzumi, mengusulkan untuk menengahi perselisihan. “Angkatlah untuk menjadi hakim di antara kamu orang yang pertama-tama masuk dari babus safa (pintu safa)”
Ternyata Nabi Muhammad, orang pertama yang masuk dari pintu Safa. Maka diangkatlah Nabi untuk hakim peletakkan batu hajar aswad, lalu berkata: “Berilah saya sehelai kain”.
Kain dihamparkannya, lalu hajar aswad diletakkan di atasnya. Kemudian dari tiap kabilah beramai-ramai mengangkat kain itu ke tempat di mana hajar aswad itu akan diturunkan.
Nabi Muhammad, SAW memiliki sifat-sifat mulia, seperti ikhlas, istiqamah, tasamuh, sabar dan pemaaf. Ia penuh bakti dan kasih sayang, sangat rendah hati dan penuh keperwiraan. Tutur katanya lemah lembut dan selalu berlaku adil. Hak setiap orang senantiasa ditunaikan.
Pandangannya terhadap orang yang lemah, yatim piatu, orang yang sengsara dan miskin adalah pandangan seorang bapak yang penuh kasih, lemah lembut dan mesra. Sifat-sifat nabi yang mulia tersebut merupakan teladan bagi mereka yang sudah beriman dan menyatakan Islam.
Mereka sudah berketetapan hati meninggalkan anutan nenek moyang mereka. Semua itu dilakukan dengan menanggung segala siksaan kaum musyrik yang hatinya belum lagi disentuh iman.
Semakin hari semakin banyak penduduk Mekkah yang beriman. Kebanyakan mereka adalah kaum yang lemah, sengsara dan miskin. Ajaran Muhammad sudah tersebar di Mekkah, dan orang sudah berbondong-bondong masuk Islam, baik pria dan wanita.
Namun, sejalan dengan itu, gangguan dan siksaan dari pihak Quraisy semakin meningkat, baik kepada beliau sendiri maupun kepada para sahabatnya. Ada di antara mereka yang mati dan banyak pula yang cedera. Karena siksaan yang diderita pra sahabat semakin berat, maka Nabi pun memerintahkan mereka untuk hijrah.
Hijrah pertama kaum muslim Arab
Terjadilah hijrah yang pertama ke Habasyah (Abessina), dengan 12 pria dan 4 orang wanita. Setelah mendengar kabar Umar bin Khattab masuk Islam, kembalilah mereka ke Mekkah. Taktik hijrah ke Habasyah ini agaknya berhasil baik dan karenanya dilakukan hijrah kedua kalinya. Rombongan ini terdiri dari 83 orang pria dan 11 orang wanita.
Perintah nabi kepada para pengikutnya untuk berhijrah ke Abbessina menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang memiliki wawasan ke depan. Demikian pula hijrah beliau sendiri perjanjian damai dengan kaum Yahudi dan perjanjian Hudaybiyah. Hal ini akan dijelaskan di bawah ini.
Dipilihnya tempat hijrah pertama dan kedua yaitu Abessina, menunjukkan adanya kaitan antara agama dan penganut agama. Kaitan tersebut jauh lebih kuat dibanding dengan masyarakat yang tak beragama atau yang mengabdikan diri kepada benda atau berhala.
Silahkan baca: Agama bangsa Arab menjelang kebangkitan Islam
Agama-agama samawi yang sebenarnya satu tujuan, yaitu mengabdi kepada penciptanya dan tujuan sosialnya. Selain itu bersamaan pula keimanannya, yakni iman kepada Allah SWT, Rasulullah dan Hari Akhirat.
Inilah yang membuat jaringan keakraban antara sesama penganut agama samawi yang asli jauh lebih kuat, dibandingkan dengan ikatan atau hubungan darah atau daerah. Hal ini terbukti bahwa kaum muslimin diterima dengan baik oleh Najasi (Negus) Raja Abessina.
Demikian pula hijrah yang Nabi lakukan bersama para sahabatnya ke Madinah. Tindakan Nabi ini bukanlah tindakan seorang penakut atau yang tidak rela berkorban jiwa, sebaliknya merupakan tindakan seorang pemimpin dakwah atau gerakan yang bermaksud menyelamatkan missinya. Dengan hijrah ini dapat diperoleh landasan dan kesempatan-kesempatan untuk memperbaiki dan memperluas gerakan atau dakwahnya itu.
Hal ini memang terbukti dalam sejarah Islam. Islam menyebar lebih cepat ke seluruh jazirah Arab setelah Nabi dan para pengikutnya hijrah ke Madinah.
Seperti itu pula perjanjian yang dibuatnya antara kaum Muslimin dan orang Yahudi. Piagam Perjanjian ini oleh ahli sejarah Islam Ibnu Hisyam disebut Undang-Undang Dasar Negara dan Pemerintahan yang pertama. Isinya mencakup perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, gotong-royong untuk kesejahteraan masyarakat.
Tujuan Nabi membuat piagam tersebut ialah meneruskan penyampaian risalah ini hanya mungkin terlaksana jika ada kebebasan berpendapat, beragama dan menyampaikan ajaran agama. Rupanya Nabi dengan perjanjian ini dimaksudkan ialah memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang menganut agama Islam, dan jaminan kebebasan bagi mereka yang menganut ajaran Islam.
Dan jaminan kebebasan bagi mereka yang menganut agama lain. Demikian dengan piagam ini dapat bebas dan leluasa melanjutkan penyampaian risalah yang diembannya.
Perjanjian Hudaibiyah dan isinya
Wawasan Nabi yang jauh ke depan juga terlihat dalam pembuatan perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini dibuat ketika pada tahun 6-H Nabi beserta para sahabat mengunjungi Ka’bah untuk melakukan umroh. Namun karena Quraisy menghalangi kedatangan Nabi beserta rombongan itu, kemudian terjadi perundingan antara kedua belah pihak, dimana Nabi menyodorkan perdamaian kepada pihak Quraisy.
Akhirnya pihak Quraisy menerima perdamaian tersebut, adapun isi selengkapnya perjanjian Hudaibiyah adalah sebagai berikut:
- Kedua belah pihak menyetujui pelucutan senjata untuk masa 10 tahun.
- Jika kaum muslimin datang ke Mekkah, maka pihak Quraisy tidak berkewajiban mengembalikan orang tersebut ke Madinah.
- Jika penduduk Mekkah datang kepada Rasulullah di Madinah, maka kaum muslimin mengembalikan orang tersebut ke Mekkah.
Bunyi syarat pihak Quraisy
Perjanjian Hudaibiyah didahului dengan syarat dari pihak Quraisy, yang berbunyi sebagai berikut:
- Rasulullah SAW beserta kaum muslimin bersedia menunda maksudnya untuk menziarahi Baitullah pada tahun ini.
- Umroh baru dapat dilakukan pada tahun depan dengan ketentuan agar masing-masing hanya membawa senjata yang biasa di bawa seseorang musafir, yaitu sebatang tombak dan sebilah pedang yang disarungkan.
Perdamaian Hudaibiyah yang tadinya oleh para sahabat terutama Umar bin Khattab dianggap merugikan, tetapi ternyata sebaliknya. Dalam jangka 2 tahun setelah perdamaian itu berlipat ganda orang yang masuk Islam.
Perdamaian ini juga memberikan keuntungan politis bagi Nabi. Beliau dengan demikian diakui sebagai pimpinan masyarakat. Semua ini menunjukkan bahwa Nabi adalah seorang yang berpandangan jauh ke depan.
Nabi Muhammad, SAW juga senantiasa berpegang teguh pada asas keseimbangan. Ia telah melibatkan kaidah-kaidah umum untuk manusia yang merupakan keseimbangan antara kemampuan rohani dengan kekuatan materi. Nabi memerintahkan kepada setiap Muslim untuk mencari harta kekayaan sebanyak-banyaknya, namun juga beribadah segiat-giatnya.
Setiap muslim diperintahkan berusaha sekeras-kerasnya lewat semua kemampuannya, tetapi juga harus pasrah menerima hasil akhir semua usahanya tersebut. Dengan jalan keseimbangannya itu manusia akan dapat mencapai tujuan berupa kekuatan dalam menghadapi hidup.
Baca juga:
Suatu kekuatan yang bersih dari segala kelemahan dan kecongkakan hati akan timbul. Dengan asas keseimbangan semacam itu, Nabi Muhammad berhasil menyebarkan dan menanamkan risalah di kalangan bangsa Arab pada waktu itu.