Penduduk Irian Jaya tidak menunjukkan satu suku yang mempunyai identitas yang serupa (seperti orang Jawa, suku Sunda atau suku Batak), tetapi menunjukkan suatu keanekaragaman yang sangat besar. Setiap daerah memiliki nama suku, bahasa, adat-istiadat, dan tipe kebudayaan yang amat berlainan satu sama lain.
Sama-sama penduduk daerah pantai utara Irian Jaya pada suatu lokasi tertentu (dari Sarmi hingga dekat Jayapura) saja sudah sangat berlainan keadaannya.
Gejala aneka warna ekstrim dari kebudayaan-kebudayaan di Irian itu dapat dikembalikan jauh ke dalam jaman prasejarah, ketika bangsa-bangsa dari berbagai daerah yang berlainan datang dan menduduki pulau itu untuk tetap tinggal terpisah satu sama lain hingga sekarang. Karena isolasi geografis yang tajam dan belum adanya sarana penembusnya.
Karena itulah orang-orang Irian yang tinggal di bagian selatan (orang Mimika, orang Asmat, orang Marindanim) pada dasarnya amat berbeda dengan orang Moni atau orang Dani di Pegunungan Jaya Wijaya, atau dengan orang Biak dan orang Tor atau orang Bgu di daerah pantai utara dekat Jaya Wijaya.
Sebagian penduduk daerah pantai utara itu mula-mula berasal dari daerah pegunungan di pedalaman dengan menyusuri sungai-sungai ke arah hilirnya.
Mereka itu antara lain: orang Mander, Bonerif, Biyu, Daranto, Segar, Borabora dan Waf. Penduduk pada hilir-hilir sungai tersebut tinggal dalam 24 desa kecil yang hampir semuanya terletak rapi di jalur pantai pasir.
Jangan lupa baca juga bagaimana bentuk rumah adat penduduk Papua di artikel: Bentuk rumah dan pekerjaan penduduk Irian Jaya
Dahulu sebelum tahun 1920 masih terletak di rawa-rawa di belakang jalur gundukan pasir, lalu dipaksa pindah oleh Belanda. Ke-24 desa tersebut dapat digolongkan ke dalam 7 kelompok dengan penduduk yang masing-masing mempunyai bahasa-bahasa sendiri dan termasuk keluarga bahasa Melanesia.
Pembahasan lengkap mengenai Suku di Irian Jaya silahkan kunjungi: Suku Papua dan Papua Barat