Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat sambutan baik dari masyarakat. Hal ini mengingat masa sebelumnya yang selalu dalam keadaan goyah, tidak ada kestabilan politik. Dengan dikeluarkannya dekrit tersebut Kabinet Juanda dibubarkan pada tanggal 9 Juli 1959.
Kemudian dibentuk Kabinet Kerja. Program kabinet ini adalah meliputi soal keamanan dalam negeri, soal sandang pangan dan pembebasan Irian Barat (Irian Jaya).
Selanjutnya presiden membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Anggotanya terdiri dari DPR (hasil pemilihan umum: 261 orang), utusan daerah: 94 orang dan wakil golongan karya : 200 orang). MPRS ini bertugas menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pada tanggal 17 Agustus 1959, dalam upacara bendera peringatan Hari Proklamasi, Presiden Soekarno berpidato yang diberi judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”.
Pidato ini kemudian disebut Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol) dengan intisari USDEK. Manipol ini oleh MPRS ditetapkan sebagai GBHN.
Anggaran Belanja Negara ditolak oleh DPR
Tahun 1960 pada waktu Presiden mengajukan Anggaran Belanja Negara ditolak oleh DPR. Karena itu, DPR kemudian dibubarkan oleh Presiden. Sebagai gantinya dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) pada tanggal 24 Juni 1960. Dalam keanggotaan DPRGR ini ternyata PKI diberi jatah kursi cukup banyak.
Melihat perkembangan politik seperti di atas, timbul reaksi tidak puas dari berbagai partai politik. Sebagai contoh fraksi dari NU, PNI, Masyumi, juga dari Partai Rakyat Indonesia pimpinan Bung Tomo.
Presiden ternyata sangat dekat dengan PKI yang sebenarnya banyak dibenci partai lain. Kemudian tokoh politik membentuk Liga Demokrasi untuk menentang DPRGR. Tetapi Liga Demokrasi kemudian dilarang oleh Presiden.
Presiden yang merupakan Pemimpin Besar juga mengajarkan NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis). Dengan Nasakom ini maka kedudukan PKI menjadi semakin kuat dan semakin dekat dengan Presiden. Sehingga tidak aneh jika kadang-kadang partai ini ikut mempengaruhi Presiden dalam menentukan kebijaksanaan pemerintahan.
Demikianlah suasana pelaksanaan Demokrasi terpimpin. Dekrit Presiden yang menginginkan berlakunya kembali UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara, malah diselewengkan ke arah sistem pemerintahan otokrasi yang banyak dipengaruhi dan dikuasai oleh PKI.