Kebijakan ekonomi zaman Demokrasi Liberal – Pemerintahan Indonesia yang baru berdiri mewarisi kondisi ekonomi yang sangat kacau dari pemerintah pendudukan Jepang.
Keadaan tersebut diperparah dengan adanya berbagai pemberontakan di berbagai daerah. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut, pemerintah berupaya melakukan perbaikan dengan melakukan kebijakan ekonomi.
Kebijakan ekonomi zaman Demokrasi Liberal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gunting Syafruddin
Untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp 5.1 miliar, Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan RIS Nomor I tanggal 19 Maret 1950 melakukan tindakan pemotongan uang. Tindakan Syafruddin tersebut dilakukan dengan cara mengubah uang yang nilainya Rp 2,50 ke atas menjadi separuhnya.
Tindakan pemerintah ini dikenal dengan sebutan Gunting Syafruddin. Dasar kebijakan ini adalah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar nilainya seimbang dengan jumlah barang yang tersedia.
2. Sistem ekonomi Gerakan Benteng
Menteri Perdagangan Dr. Sumitro Joyohadikusumo berpendapat bahwa di kalangan bangsa Indonesia harus segera ditumbuhkan kelas pengusaha. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha tersebut harus dibimbing dan diberikan bantuan kredit, karena pemerintah menyadari mereka tidak mempunyai modal yang cukup.
Dengan usaha yang dilakukan secara bertahap, pengusaha pribumi akan berkembang dan maju. Tujuannya adalah mengubah struktur ekonomi kolonial ke struktur ekonomi nasional. Program Sumitro Joyohadikusumo ini dikenal dengan nama Gerakan Benteng.
Dalam perkembangannya, program benteng ini tidak berhasil mencapai tujuan karena para pengusaha pribumi sangat bergantung pada pemerintah. Mereka kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Pada akhir tahun 1951 seiring dengan meningkatnya rasa nasionalisme, pemerintah Republik Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
Adalpun tujuan nasionalisasi ini adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor serta melakukan penghematan secara drastis.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba
Menteri perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo (pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamijoyo I) memprakarsai sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sistem ekonomi Ali Baba.
Sistem ekonomi baru ini ditujukan untuk memajukan pengusaha pribumi. Ali menggambarkan pengusaha pribumi dan nonpribumi (khususnya Cina). Maksud adanya sistem ini adalah agar pengusaha pribumi dan nonpribumi bekerja sama untuk memajukan ekonomi Indonesia.
Baca juga: Kehidupan ekonomi masa Demokrasi Terpimpin
Dalam perkembangannya sistem ini mengalami kegagalan, karena pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman dari pada pengusaha pribumi untuk memperoleh bantuan kredit.