Abdus Salam lahir 29 Januari 1926 di Jhang, Pakistan. Ia merupakan fisikawan muslim terbaik abad 21. Ayahnya adalah seorang pegawai dinas pendidikan di sebuah daerah pertanian miskin di Pakistan. Keluarganya dikenal dengan tradisi pembelajaran dan alim. Ia sendiri menjadi golongan jamaah muslim Ahmadiyyah.
Pada usia 22 tahun, Salam telah meraih gelar doktor fisika teori (elektodinamika kuantum) dengan predikat “summa cum laude” di University of Cambridge. Sejak sebelum disertasinya selesai, karya-karya ilmiahnya telah dikenal di dunia internasional.
Saat Abdus Salam berusia 32 tahun, ia mendapatkan Adam Prize dari University of Cambridge sebagai first-class International researcher di bidang matematika. Lalu, setahun kemudian saat usianya 33 tahun ia menjadi salah satu anggota termuda Fellow of the Royal Society.
Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, Salam kembali ke Pakistan untuk mendirikan sekolah berbasis riset. Selama tahun 1951-1954, ia mengajar matematika di Government College, Lahore, dan menjadi kepala departemen matematika di Punjab University.
Karena tidaklah mungkin mengejar karier riset dibidang fisika teori di Pakistan, ia kemudian menerima tawaran mengajar dari University of Cambridge. Pada tahun 1957, ia menjadi profesor bidang fisika teori di Imperial College, London. Di sana ia bertahan hingga masa pensiunnya.
Selama berkarya di luar negeri, Salam beberapa kali kembali ke negara asalnya, Pakistan sebagai penasihat kebijakan sains. ia berperan penting dalam pembentukan Pakistan Atomic Energy Commission (PAEC) dan Space and Upper Atmosphere Research Commission (SUPARCO), lembaga riset atom dan ruang angkasa Pakistan. Ia berperan dalam pembentukan superior science colleges di seluruh Pakistan yang bertujuan memajukan sains di negara tersebut.
Selama 11 tahun mengabdi untuk negaranya, Salam secara resmi mengundurkan diri dari posisinya di pemerintah ketika Zulfiqar Ali Bhutto naik menjadi Perdana Menteri Pakistan. Ia tak bisa menerima perlakuan Ali Bhutto yang mengeluarkan undang-undang minoritas nonmuslim terhadap jamaah Ahmadiyyah, komunitas Islam tempat dirinya lahir dan dibesarkan.
Abdus Salam meninggalkan Pakistan dengan tenang. Ia memilih pergi dengan damai untuk menyebarkan ilmu pengetahuan bagi dunia dan seluruh umat manusia. Hal itu dibuktikan dengan sebagian besar usianya yang dihabiskan sebagai guru besar fisika di Imperial College of Science and Technology, London, selama tahun 1957-1993.
Sejak tahun 1964 Salam menjadi peneliti senior di International Centre for Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia, sekaligus menjadi direkturnya selama 30 tahun.
Hingga akhir hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak kurang dari 39 gelar doctor honoris causa. Ini merupakan catatan sejarah bagi negara Abdus Salam yang berkebangsaan Pakistan. Gelar yang didapat Abdus Salam antara lain dari : University of Edinburgh tahun 1971, Universitas Trieste tahun 1979, Universitas Islamabad tahun 1979, serta Universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki, Filipina, Cina, Swedia, Belgia, dan Rusia.
Salam juga menjadi anggota kehormatan Akademi ilmu pengetahuan nasional di 35 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Abdus Salam tergolong duta Islam yang baik. Sebagai contoh dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, ia mengawali dengan ucapan basmalah.
Di sana ia mengaku bahwa risetnya didasari oleh keyakinan terhadap kalimat tauhid “Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa” kata penulis 250 makalah ilmiah fisika partikel itu.
Abdus Salam wafat pada tanggal 21 November 1996 di Oxford, Inggris dalam usia 70 tahun. Ia meninggalkan seorang istri serta enam anak (dua laki-laki dan 4 perempuan). Salam dimakamkan di tanah air yang amat dicintainya di Rabwah, Pakistan.
Selanjutnya baca apa saja penelitian yang sudah dilakukan oleh Abdus Salam di artikel : Teori Fisika Abdus Salam