Kehidupan dan kegiatan berburu dan meramu tingkat awal – Sejarah perkembangan kehidupan manusia hingga saat ini telah melalui proses yang sangat panjang. Untuk menuju manusia modern, ternyata manusia pra aksara harus mengalami perubahan demi perubahan, dari masa ke masa dan dari suatu ras ke ras berikutnya.
Masyarakat Indonesia semula merupakan masyarakat berburu dan pengumpul makanan, kemudian berkembang menjadi masyarakat yang hidup menetap dan bercocok tanam. Dengan hidup menetap mereka mulai menciptakan peralatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Akhirnya dengan hidup menetap mereka melahirkan budaya. Semula budaya berasal dari batu dan tulang yang masih sederhana, kemudian meningkat dan bahkan ke budaya pengolahan besi.
Bersamaan dengan perkembangan budaya tersebut berkembang pula budaya megalitikum yang berkaitan dengan sistem kepercayaan yang dianut mereka.
Baca kembali Peninggalan zaman Batu Besar (Megalitikum/Megalitik)
Menurut para ahli dapat diperkirakan bahwa sembilan puluh persen dari jangka waktu kehidupan sejak adanya manusia sampai sekarang, manusia hidup dengan berburu dan meramu.
Pada masa berburu dan meramu lingkungan hidup manusia masih liar dan keadaan bumi masih labil. Pada saat itu banyak terjadi letusan gunung berapi dan daratan tertutup hutan lebat. Berbagai binatang purba masih hidup di dalamnya.
Manusia pendukung pada masa itu adalah Pithecanthropus erectus dan Homo wajakensis. Kegiatan berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan telah ada semenjak manusia muncul di permukaan bumi, begitu pula halnya dengan manusia Indonesia.
Kegiatan berburu dan meramu ini merupakan yang paling sederhana yang bisa dilakukan manusia, karena manusia tinggal mengambil makanan secara langsung dari alam dengan cara mengumpulkan makanan (food gathering).
Kehidupan Masyarakat tingkat awal
Kehidupan manusia pada masa berburu dan meramu sangat bergantung dengan alam. Daerah yang ditempati oleh manusia tersebut harus dapat memberikan persediaan makanan yang cukup untuk memungkinkan kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu, tempat menarik untuk di diami pada saat itu adalah daerah yng cukup mengandung bahan makanan dan air, terutama tempat yang sering didatangi atau dilalui oleh binatang. Tempat semacam itu umumnya berupa padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang berdekatan dengan sungai atau danau.
Di sekitar tempat itu, manusia membuat tempat tinggal yang cukup dilindungi dengan dahan dan daun-daunan. Selain itu, mereka juga banyak tinggal di gua untuk menghindari serangan binatang buas.
Dengan menggunakan gua sebagai pangkalan, manusia purba mencari makan pada pagi hari dan kembali ke gua pada sore hari. Pada hari berikutnya melakukan kegiatan yang sama, tetapi dengan arah yang berbeda.
Demikian terus-menerus berganti arah dan apabila sumber makanan habis, mereka akan berpindah ke tempat yang lain. Pola bertempat tinggal seperti itu bukan murni nomaden, melainkan semi nomaden.
Kegiatan masyarakat tingkat awal
Manusia purba pada masa berburu dan meramu tingkat awal, hidup dalam kelompok-kelompok dan membekali diri untuk menghadapi lingkungan sekitarnya.
Kelompok berburu tersusun atas keluarga kecil. Pihak laki-laki melakukan perburuan, sedangkan perempuan mengumpulkan bahan makanan (tumbuh-tumbuhan) dan mengurus anak.
Peralatan manusia purba dapat memberikan petunjuk cara mereka hidup. Mereka hidup dari berburu dan meramu, sehingga peralatan utamanya adalah alat-alat berburu.
Alat tersebut digunakan untuk memotong daging dan tulang dari binatang buruan yang mereka peroleh. Selain itu, mereka juga menggunakan alat itu untuk mengeluarkan umbi-umbian dari dalam tanah.
Selain alat dari batu, manusia praaksara pada masa berburu dan meramu tingkat awal juga menggunakan alat-alat dari tulang.
Alat-alat dari tulang pada zaman tersebut untuk sementara hanya ditemukan di Ngandong (Ngawi, Jawa Timur) dan Sampung (Ponorogo). Alat-alat tersebut diduga hasil budaya Pithecanthropus soloensis pada kala pleistosen.