Meskipun di antara negara-negara Amerika Latin terdapat berbagai perbedaan, dalam hal ciri cara hidup terdapat banyak kemiripan. Kemiripan ini bersumber dari kesamaan warisan budaya dan sejarah bahwa selama 300 tahun mereka hidup di bawah lingkungan penjajah Spanyol dan Portugal. Mereka memiliki tradisi dan kelembagaan yang sama.
Sebagian terbesar penduduk beragama Katolik, dengan pandangan kekatolikan yang mengutamakan Bunda Maria, jajaran orang-orang kudus, dan perayaan hari-hari suci. Mereka mempunyai kesamaan dalam kesetiaan terhadap keluarga, dan ketaatan terhadap sanak keluarga laki-laki. Mereka tahu apa yang harus dilakukan terhadap satu sama lain dalam keadaan tertentu.
Dilansir dari Wikipidia, Amerika Latin adalah sebutan untuk wilayah benua Amerika yang sebagian besar penduduknya merupakan penutur asli bahasa-bahasa Roman (terutama bahasa Spanyol dan bahasa Portugis) yang berasal dari bahasa Latin.
Istilah Amerika Latin digunakan untuk membedakan wilayah ini dengan wilayah Anglo-Amerika yang terkadang dipakai untuk menyebut wilayah benua Amerika dengan mayoritas penduduk adalah penutur asli bahasa Inggris.
Untuk memperoleh gambaran tentang orang Amerika Latin, perlu diingat pembagian keseluruhan wilayah dalam 3 sub wilayah yang dibedakan satu sama lain dalam hal topografi, komposisi penduduk, dan latar belakang sejarah masing-masing.
Subwilayah ini kita sebut sebagai Indo-Amerika, Afro-Amerika, Eurd-Amerika. Nama-nama ini didasarkan pada pengaruh orang Indian Amerika, orang Afrika, dan orang Eropa dalam sejarah mereka.
Indo-Amerika (Amerika Latin)
Subwilayah yang kita sebut lndo-Amerika meliputi dataran tinggi Andes barat di Amerika Selatan dan juga beberapa dataran tinggi di negara-negara Amerika Tengah, terutama Guatemala dan Meksiko. Di Amerika Selatan, subwilayah ini meliputi Bolivia, Peru, Ekuador, dan sebagian Kolombia. di daerah yang paling padat penduduknya di Amerika Latin.
Pegunungan Andes yang megah di beberapa tempat mencapai ketinggian lebih dari 6.000 m, menjulang tinggi dengan lembah-lembah yang terlindung, yang terairi dengan baik dan, karena terletak di daerah tropis, memiliki iklim yang sangat baik untuk pertanian, bahkan sering merupakan lahan istimewa yang telah dipersubur oleh debu-debu gunung berapi.
Banyak dari lembah itu yang telah didiami manusia paling tidak sejak 1000 tahun sebelum Masehi dan melahirkan kebudayaan asli Amerika Latin yang pertama. Sebagai bukti terhadap adanya kebudayaan tinggi yang berkembang pada masa pra-Kolumbia ialah terdapatnya kekayaan arkeologi seperti peninggalan Tiahuanaco di Bolivia, Machu Picchu di Peru, dan kenangan tentang adanya sistem irigasi yang telah mengubah lembah-lembah pantai di sepanjang pantai Peru yang gersang menjadi lahan pertanian yang produktif.
Para penjelajah Spanyol secara kebetulan menemukan kebudayaan suku Indian di pegunungan-pegunungan tinggi Indo-Amerika. Sampai datangnya penjajah Spanyol pada tahun 1532, Kekaisaran Inka menguasai seluruh Peru, sebagian Ekuador, dan Bolivia.
Di sebelah utara Kekaisaran Inka terletak kerajaan Chibcha di Kolombia. Di Guatemala dan Yucatan terdapat kerajaan Maya yang pada saat itu prestasinya di bidang matematika, astronomi, dan pengukuran waktu tidak tertandingi.
Sementara ahli sejarah yakin bahwa ketika Francisco Pizzaro dengan sekelompok kecil orang Spanyol menyerang Kekaisaran Inka, di daerah Andes di Peru terdapat 6.000.000 penduduk yang hidup di bawah pemerintahan Inka yang sangat teratur. Suatu bagian sejarah yang luar biasa kasarnya ditulis untuk menunjukkan bagaimana orang Spanyol berhasil menguasai, mengatur, mengkatolikkan, dan memeras tenaga berjuta-juta orang Indian yang berbudaya itu.
Dalam waktu kurang dari satu abad, orang-orang Spanyol telah berhasil menyusun pemerintahan di bawah wakil wakil raja (para gubernur yang memerintah atas nama raja mereka) di Kota Meksiko (Perwalian Kerajaan Spanyol Baru) dan di Lima (Perwalian Kerajaan Peru). Pada abad ke-18 dibentuk lagi dua perwalian kerajaan, satu di Bogota (Perwalian Kerajaan Granada Baru) dan yang satu lagi di Buenos Aires (Perwalian Kerajaan La Plata).
Berbeda dengan dataran tinggi di bagian barat, daerah La Plata tidak memiliki banyak penduduk Indian. Pada masa ini jutaan orang Indian menjadi beragama katolik paling tidak secara formal, dan selanjutnya tradisi dan kelembagaan Spanyol diterapkan sampai ke desa-desa kecil dan terpencil yang dihuni oleh orang Indian.
Sebaliknya orang Indian mempengaruhi cara hidup para penjajah Spanyol. Pengaruh Indian itu terasa semakin kuat bahkan sampai kini. Diperkirakan paling tidak masih ada 16.000.000 orang yang digolongkan sebagai orang Indian di subwilayah yang kita sebut Indo-Amerika ini.
Yang termasuk dalam penggolongan ini ialah penutur bahasa Indian, tinggal di desa kecil dengan tradisi campuran antara tradisi Spanyol dan budaya Indian lama, serta memakai pakaian yang dianggap sebagai pakaian orang Indian.
Pakaian seperti itu boleh jadi berasal dari model pakaian Spanyol abad ke-16. Pakaian ini merupakan semacam hadiah yang diberikan oleh tuan tanah Spanyol pertama kepada para abdi mereka agar jelas berbeda dari para abdi tuan tanah lain di sekitarnya.
Paling tidak separuh penduduk Bolivia menggunakan bahasa Indian Aymaré atau Quechua dan lebih dari dua per lima penduduk Peru pada tahun 1980-an tergolong Indian. Di Indo-Amerika juga terdapat sekitar 40.000.000 sampai 50.000.000 penduduk campuran keturunan Indian dan Spanyol. Melalui mereka inilah banyak tradisi dan kerajinan Indian seperti pembuatan tembikar yang indah, kain tenun-tangan, dan kerajinan kulit-tetap terpelihara sampai sekarang.
Di antara makanan pokok daerah itu terdapat apa yang disebut kentang dan jagung Irlandia, yang keduanya asli Indian. Latar belakang Indian sering terlihat dalam seni dan kepustakaan bagian dunia ini. Orang dapat mengunjungi desa-desa Indian di Bolivia, Peru, Ekuador, Guatemala, dan Meksiko yang mungkin berasal dari masa ratusan tahun lalu dan dipertahankan sampai kini.
Mereka berbahasa Indian, pakaian mereka berasal dari bahan tenunan setempat dengan corak warna yang berkilauan dan perayaan-perayaan desa mereka adalah campuran antara tradisi Spanyol dan Indian. Masalah penting yang paling mendesak bagi negara yang bagian terbesar berpenduduk Indian adalah menemukan cara untuk memberikan pendidikan kepada mereka.
Afro-Amerika (Amerika Latin)
Wilayah yang akan kita sebut Afro-Amerika terdiri atas pantai timur Brasilia, daerah pantai Venezuela, Kolombia dan Guyana, serta Kepulauan Karibia. Dibandingkan dengan daerah dataran tinggi di sebelah barat, pada pra-Kolumbia penduduk Indian di daerah ini hanya sedikit, misalnya di seluruh wilayah Brasilia yang sekarang, hanya terdapat beberapa ratus ribu penduduk asli. Penduduk di daerah sekitarnya juga sama jarangnya.
Orang Indian di dataran tinggi yang beriklim tropis mempunyai masyarakat yang sederhana. Mereka berkelompok dalarn suku-suku yang satu sama lain terus-menerus berperang. Kebutuhan mereka yang sangat sederhana dipenuhi dengan bertani dalam bentuk yang primitif, menanam singkong (kadang-kadang disebut manioc), jagung, dan tanaman lain, ditambah dengan berburu dan menangkap ikan.
Mereka memakai pakaian yang sangat minim atau tidak berpakaian sama sekali. Namun, kehadiran orang Eropa ke Benua Baru ini membawa kehancuran bagi banyak orang Indian. Selain penyakit yang dibawa oleh orang kulit putih ke Benua Baru, penggerebekan budak dan perbudakan itu sendiri, yang memaksa orang Indian bekerja keras di luar kebiasaan mereka, merupakan pengorbanan hidup yang sangat hebat.
AwaI-mula Perbudakan. Karena penduduk Indian terus berkurang sampai mendekati titik punah, orang Eropa memalingkan perhatian ke Afrika untuk memperoleh buruh bagi perkebunan, pertambangan, dan pabrik-pabrik mereka. Sejak tahun 1.500 sampai pertengahan abad ke-19 jutaan orang negro, terutama dari pantai barat Afrika, diangkut untuk dijadikan budak di Dunia Baru.
Pada masa penjajahan, di banyak daerah dataran rendah yang beriklim tropis, jumlah orang kulit hitam jauh lebih banyak daripada orang kulit putih. Bahkan sampai kini sebagian besar penduduk adalah keturunan Afrika.
Orang Afrika datang ke masyarakat baru sebagai budak yang diambil secara paksa dari tanah airnya. Bertahannya tradisi Afrika terlihat jelas di mana-mana. Irama dan tempo musik Afrika terlihat jelas pada musik Brasilia dan Kuba. Dua jenis makanan khas Brasilia, yaitu vatapé (udang dan santan) dan acarajé (kacang goreng) berasal dari Afrika.
Makanan itu dimasak dengan minyak palem dendé, suatu jenis pohon dari Afrika yang dibawa ke Brasilia. Upacara keagamaan yang disebut Candomblé atau macumba di Brasilia. Voodoo atau VodL’m di Haiti, dan Xango di Trinidad bukanlah upacara aneh atau berkaitan dengan setan, tetapi merupakan upacara yang berasal dari bentuk-bentuk agama Afrika yang telah bercampur dengan agama Kristen di Dunia Baru.
Sistem Perkebunan. Sistem perkebunan di subwilayah ini, yang menempatkan hamparan tanah sangat luas di tangan beberapa gelintir orang kaya, memiliki cerita tersendiri. Pada abad ke-16 diketahui bahwa tebu dapat tumbuh subur di dataran rendah tropis yang hutannya sudah dibabat. Gula merupakan barang mewah di Eropa sehingga perkebunan tebu merupakan sumber kekayaan yang luar biasa bagi pemiliknya di Dunia Baru.
Di perkebunan tebu di daerah timurlaut Brasilia di Kepulauan Karibia terbentuk suatu kebiasaan hidup yang dalam banyak hal serupa dengan kebiasaan hidup di perkebunan kapas yang belakangan diusahakan di Amerika tokoh-tokoh tertentu serupa dengan tokoh-tokoh perkebunan negara bagian Selatan Amerika Serikat, yaitu aristokrat pemilik perkebunan dan keluarganya, para pengasuh Afrika yang baik hati, budak tua tukang cerita seperti Paman Remus, para mandor yang bengis, pekerja budak yang secara memilukan dipisahkan dari keluarganya karena suami-istri budak itu dijual lagi kepada orang lain, dan budak-budak pemberontak yang mendorong para pengikutnya untuk memperoleh kemerdekaan.
Suatu perkebunan sering merupakan masyarakat yang terisolasi dengan gereja, toko, dan bahkan sekolah sendiri. Belum lama lalu beberapa perkebunan bahkan memiliki uang kertas darurat sendiri yang berlaku sebagai alat pembayaran di toko-toko di lingkungan perkebunan. Sistem perkebunan tidak berakhir dengan penghapusan perbudakan, yang baru berlaku pada tahun 1888 di Brasilia.
Banyak bekas-bekas budak yang tetap tinggal di perkebunan dengan upah rendah. Perkebunan masih tetap ada di seluruh subwilayah Amerika Latin, tetapi sekarang cenderung dimekanisasikan sehingga menyerupai pabrik di ladang yang memproduksi hasil-hasil pertanian seperti kopi, teh, gula, dan pisang untuk diekspor ke pasar dunia.
Orang Portugis di Brasilia rupanya tidak begitu membenci mereka yang berkulit lebih gelap. Percampuran ras di bagian Amerika Latin ini berjalan cukup bebas. Anak-anak mulato keturunan negro Portugis terpisah menjadi kelas sosial tersendiri yang bebas dan kadang-kadang berpendidikan baik.
Dengan berakhirnya perbudakan, orang Afrika berkedudukan sebagai warga negara. Banyak orang mulato dan orang kulit hitam berperan aktif dalam kehidupan sehari-hari. Satu-satunya rintangan terhadap keikutsertaan dalam masyarakat adalah kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan aib sebagai keturunan budak.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 gelombang imigrasi orang Eropa, Hindia Timur (ke Trinidad dan Guyana), orang China (ke Peru dan Kuba), dan orang Jepang (ke Brasilia) telah memperbesar jumlah penduduk dengan ras campuran di bagian subwilayah Amerika Latin ini. Namun, di seluruh dataran tinggi bagian utara Amerika Selatan dan pulau-pulau tempat perkebunan tebu Karibia, orang Afrika merupakan mayoritas dan mempunyai pengaruh besar dalam kebudayaan.
Euro-Amerika (Amerika Latin)
Di Euro-Amerika, subwilayah terluas nomor tiga di Amerika Selatan) orang Eropa mempunyai pengaruh, baik secara fisik maupun kultural, yang sangat besar, melebihi orang Indian dan orang Afrika. Subwilayah ini meliputi Argentina, Uruguay, Chili, Paraguay, dan Kosta Rika.
Paraguay dimasukkan ke dalam subwilayah Euro-Amerika meskipun dialek Indian Cuaram dipergunakan secara luas, karena hasil pengkajian menunjukkan bahwa cara hidup orang Paraguay sangat dipengaruhi oleh budaya Spanyol. Brasilia selatan juga harus dimasukkan ke dalam subwilayah ini karena, berbeda dengan Brasilia bagian utara, daerah ini tidak ikut serta dalam era perbudakan dan perkebunan.
Subwilayah ini sangat jarang penduduknya. Sebagian besar penduduk aslinya adalah pemburu yang berpindah-pindah dan tanpa pengetahuan tentang pertanian. Orang Indian ini, dan sejumlah kecil budak dari Afrika yang dibawa ke wilayah ini, segera terserap ke dalam mayoritas penduduk yang terdiri atas orang Spanyol dan orang Portugis.
Semasa penjajahan di subwilayah ini muncul masyarakat perbatasan yang khas, yaitu masyarakat koboi Amerika Selatan yang disebut Caucho. Di Argentina, Uruguay, dan bagian selatan Brasilia terletak padang rumput yang luas, disebut pampa tempat tinggal koboi Amerika Selatan.
Pada abad ke-17 dan ke-18 padang rumput itu dihuni oleh ternak dan kuda liar, keturunan dari binatang pelarian yang semula dibawa dari Eropa oleh orang Spanyol. Kelompok Caucho yang berasal dari campuran Eropa dan Indian, merupakan penunggang kuda terkenal. Mereka hidup dari menjual kulit ternak liar. Sebagian besar dagingnya dibiarkan busuk di padang rumput.
Para Caucho ini mengenakan celana sangat longgar yang ujung bawahnya diselipkan ke dalam laras sepatu bot yang terbuat dari kulit lunak, serta topi-topi yang lebar pinggirannya. Mereka makan daging dan minum maté, sejenis teh, dari labu dengan menggunakan sedotan logam. Mereka menjerat ternak dengan menggunakan boleadoras (bandul yang diikatkan pada tali).
Pada akhir abad ke-19 padang rumput itu dipenuhi dengan tambahan ternak baru, dipagar dan diubah menjadi estancias (peternakan raksasa). Padang rumput menjadi sumber daging untuk Eropa dan para petualang gaucho menjadi pekerja yang digaji di peternakan raksasa itu. Akan tetapi, semangat gaucho suatu gabungan sifat gagah dan berani, masih terus ada dan tercermin dalam sastra Argentina, Uruguay, dan Brasilia bagian selatan.
Pada awal paruh kedua abad ke-19, jutaan orang Eropa memasuki subwilayah ini. Mereka datang dari Italia, Spanyol, Polandia, Timur Tengah, Prancis, Rusia, Austria-Hongaria, dan Jerman. Mereka tertarik oleh tanahnya yang kaya dan iklimnya yang sedang sehingga sesuai dengan pertanian Eropa yang sudah mereka kenal dengan baik.
Pengaruh sosial dan budaya dari para imigran baru Eropa menggantikan cara hidup gaucho. Dari tahun 1887 sampai 1948 Argentina saja menerima lebih dari 6.000.000 orang Eropa. terutama orang Spanyol dan Italia. Banyak orang Jerman, Italia, dan Polandia menetap di Chili dan Brasilia.
Sebagai akibat gelombang imigran dari Eropa, pertanian di Dunia Baru mengalami perubahan besar. Berabad-abad sebelum orang Eropa datang, jagung dan kentang merupakan bahan makanan pokok penduduk, di samping kacang, ketela, dan buah-buahan. Tanaman seperti gandum, jewawut, tebu, kopi, dan berbagai tanaman buah serta sayur-mayur baru dikenal setelah kedatangan orang Eropa. Dunia lama memanfaatkan jagung dan kentang.
Menjelang tahun 1900 gandum dan hasil pertanian lainnya telah menjadi lebih penting dalam perekonomian Argentina dari pada daging sapi dan kambing. Dari Chili dihasilkan gandum, anggur, dan buah-buahan untuk ekspor. Brasilia selatan mengembangkan produksi beras, kacang, anggur, dan produk makanan lainnya.
Sebagian besar tanah masih berada di tangan segelintir kelompok elite-kelompok aristokrat kaya berasal dari Spanyol. Para imigran Eropa yang belakangan menjadi pekerja di pertanian dan buruh di perkotaan. Lama kelamaan banyak dari orang Eropa ini mengambil bagian aktif dalam kegiatan sehari-hari di tanah airnya yang baru dan anak-anak mereka menjadi guru, insinyur, dokter, dan politisi.
Banyak imigran baru yang menjadi kaya dan bergabung dengan elite lama. Di seluruh Chili, Argentina, Uruguay, dan Brasilia bagian selatan, nama-nama yang berasal dari nama Italia, Jerman, Polandia, Basque, dan bahkan Irlandia serta Inggris adalah umum.
Sebagai contoh salah seorang pahlawan besar revolusi Chili bernama Bernardo O’Higgins, keturunan Irlandia, datang ke Amerika Selatan sebagai pemuda dan menikmati karier terhormat.