3 sahara dan 2 golongan penduduk Jazirah Arab – Dalam tulisan Ali Mufrodi menyatakan bahwa dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa arab sebelum Islam, orang membatasi pembicaraan hanya pada Jazirah Arab, padahal bangsa Arab juga mendiami daerah-daerah sekitar Jazirah. Jazirah Arab memang merupakan kediaman kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Jazirah tersebut terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir.
Di sana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya lembah-lembah berair di musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak di tengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda. Oleh karenanya daerah tersebut bisa dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Sahara Langit
Memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat. Disebut juga Sahara Nufud. Oase dan mata air sangat jarang, tiupan angin seringkali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar ditempuh.
2. Sahara Selatan
Membentang menyambung Sahara Langit ke arah timur sampai Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus, dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan Ar-Rub’ Al-Khali yang artinya bagian yang sepi.
3. Sahara Harrat
Suatu daerah yang terdiri atas tanah Hat yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar di keluasan Sahara ini, seluruhnya mencapai 29 buah.
Penduduk Sahara minoritas terdiri atas suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan dan nomadik, berpindah dari satu daerah ke daerah lain guna mencari air dan padang rumput untuk binatang gembalaan mereka, yaitu kambing dan unta.
Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah. Penduduk sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Oleh karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya, bahkan kerajaan.
Baca juga: Awal mula suku Qurasy menguasai Mekah dan menjadi juru kunci Kabah
2 golongan penduduk Jazirah Arab
Bila dilihat dari asal-usul keturunannya, penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan Adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ibrahim).
Pada mulanya, wilayah utara diduduki golongan Adnaniyun dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyun. Akan tetapi, lama-kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya.
Lebih lanjut, Ahmad Hashari menjelaskan bahwa penduduk Arab Kuno adalah penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil, mereka senang berperang, membn*h, dan kehidupannya bergantung pada bercocok tanam dan turunnya hujan, mereka berpegang pada aturan qabilah atau suku dalam kehidupan sosial. Sementara penduduk Arab Kota (madani) adalah orang-orang yang melakukan perdagangan dan sibuk dengan bepergian, dan mereka juga berpegang teguh pada aturan qabilah atau suku.
Masyarakat baik nomadik maupun yang menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (trile) dan dipimpin oleh seorang syekh.
Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. Mereka suka berperang. Oleh karena itu, peperangan antarsuku sering terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang Arab.
Dalam masyarakat yang suka berperang tersebut, nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi seperti ini terus berlangsung sampai datangnya agama Islam. Dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus-menerus.
Baca juga: Penduduk Badui Arab pra Islam mayoritas penyair
Pada sisi lain, meskipun masyarakat Badui mempunyai pemimpin, mereka hanya tunduk kepada syekh atau amir (ketua kabilah) itu dalam hal berkaitan dengan peperangan, pembagian harta rampasan, dan pertempuran tertentu. Di luar itu syakh atau amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.