Tradisi Nyadran Laut Pada Masyarakat Nelayan Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo

Masyarakat Jawa sangat kental dengan suatu tradisi. Salah satu tradisi masyarakat Jawa yaitu nyadran. Nyadran kali ini dilakukan di Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Permukiman di Desa Balongdowo Kecamatan

Candi merupakan salah satu diantara permukiman wilayah pesisir di Kabupaten Sidoarjo dan merupakan wilayah sentra permukiman nelayan tradisional dengan komoditasnya adalah kerang kupang. Sebagian besar warga desa Balongdowo bermata pencaharian sebagai nelayan sekitar 75% jumlah penduduk dengan komoditas utama berupa kupang yang merupakan salah satu ikon kuliner khas dari Kabupaten Sidoarjo.

Peta Sidoarjo HD
Peta Sidoarjo HD

Lihat juga: Peta Sidoarjo

Pengertian Nyadran

Sebagai wilayah permukiman yang sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai nelayan kupang, maka setiap tahun warga desa Balongdowo melakukan sedekah laut atau yang lebih sering dikenal dengan nyadran.

Tradisi Nyadran di daerah Balongdowo pada awal mulanya telah dilakukan secara turun-temurun, tidak diketahui secara jelas kapan tradisi ini mulai dijalankan dikarenakan memang sejak dahulu telah dilakukan oleh masyarakat yang ada di desa Balongdowo. Tradisi ini telah dipercaya oleh masyarakat dan dilaksankan setiap tahunnya menjelang bulan Ramadhan.

Tahapan Upacara Nyadran

Dalam setiap tradisi pasti memiliki suatu tahapan atau proses dalam menjalankannya. Salah satu tahapan yaitu salah satunya akan menyambangi atau ziarah kubur di makam Dewi Sekardadu.

Awal dari tahapan ini yaitu menaiki perahu dari sungai di desa Balongdowo kemudian menyekar dan melakukan kenduren atau selametan di desa Ketingan, kemudian menuju ke laut untuk membuang sesaji. Tradisi ini telah diyakini sebagai rasa syukur terhadap berkah yang telah di limpahkan Sang Kuasa di atas.

Persiapan dalam upacara nyadran dilakukan di Desa Ketingan dengan membawa tumpeng, misalnya ada 50 perahu sehingga tumpengnya juga terdapat 50 tumpeng, dan melakukan kenduren di makam Dewi Sekardadu. Pelaksanaan nyadran ini dilakukan dari Desa Balongdowo sekitar jam 7 pagi dan sampai Desa Kepetingan dengan kurang lebih sampai jam 9 langsung menuju ke makam (Khoirotun, 2019).

Tahapan dalam tradisi ini dilakukan berawal dari acara ruwah desa dilaksanakan pada hari Jum’at malam menampilkan pertunjukkan seni wayang di Balai Desa, lalu hari Sabtu malam para warga menghias perahu dan menaikinya sambil berjoget-joget diatas perahu, dan minggu pagi berangkat ke Desa Kepetingan. Sehingga bisa dikatakan tradisi ini diawali dari hari Jum’at malam (Khoirotun, 2019).

Tujuh Tahapan Nyadran Masyarakat Balongdowo

Dikutip dari sebuah jurnal penelitian yang dilakukan oleh Sangadji,dkk (2015) berikut merupakan tahapan nyadran secara umum dibagi menjadi tujuh tahapan.

Tahap pertama yaitu tahapan persiapan merupakan aktifitas yang dilakukan setiap masyarakat nelayan kupang di Desa Balongdowo dalam rangka mempersiapkan diri untuk mengikuti acara tradisi Nyadran. Mulai dari mempersiapkan bekal makanan, sesajen, menghias perahu, hingga menyiapkan sound system termasuk dalam tahapan persiapan.

Lalu tahapan kedua, tahap pemberangkatan merupakan tahapan yang dilaksanakan meliputi iring-iringan tumpeng mulai dari balai desa sampai dengan dermaga tempat pemberangkatan, setelah acara pemberangkatan dilakukan barulah para perahu peserta Nyadran memulai perjalanannya sejauh 12 kilometer menuju muara laut.

Tahap ketiga yaitu tahapan pembuangan seekor ayam (barangan), merupakan salah satu tahapan ritual Nyadran yang dilakukan pada muara sungai pecabean dengan tujuan untuk menghindari malapetaka atau bencana bagi pengikut acara ritual Nyadran khususnya anak balita agar tidak kesurupan melalui pembuangan seekor ayam hidup ke sungai. Proses pembuangan ayamdengan melarungkan sesaji atau disebut dengan barangan.

Tahap keempat yaitu tahapan larung sesajen merupakan tahapan yang dilakukan pada pertigaan kali anak agar peserta dapat terhindari dari pusaran air sungai karena tempat ini adalah tempat pertemuan arus air sungai sehingga rawan terjadi pusaran air.

Tahapan larung sesajen dilakukan dengan melarungkan sesaji atau disebut dengan cobakal.
Tahap kelima dimana tahapan ziarah ke makam Dewi Sekardadu merupakan acara puncak atau acara utama dalam ritual Nyadran yang dilakukan oleh nelayan kupang di Desa Balongdowo.

Ketika sampai pada Desa Sawohan tepatnya Dusun Kepetingan seluruh rombongan perahu berhenti dan peserta turun untuk mengunjungi makam Dewi Sekardadu. Pada makam Dewi Sekardadu tersebut masyarakat melakukan doa bersama dan menyerahkan sajian berupa makanan dan buah.

Tahap keenam dimana tahapan peragaan pencarian kupang merupakan tahapan yang dilakukan pada muara sungai di Teluk Permisan. Dalam tahapan ini peserta menceburkan diri di laut dan memperagakan cara mencari kupang. Dan tahapan terakhir, tahapan penutup merupakan tahapan terakhir dari rangkaian acara ritual Nyadran yaitu pulang kembali ke Desa Balongdowo (Sangadji et al., n.d.).

Tujuan Nydran bagi Masyarakat Balongdowo

Adanya tradisi nyadran memiliki tujuan yaitu untuk ziarah di makam dewi sekardadu. Adanya tradisi ini mendapat manfaat sendiri bagi masyarakat nelayan desa Balongdowo yaitu agar usaha kupang berjalan dengan lancar, sebab kupang itu berasal dari laut, hanya itu saja manfaat terbesar bagi masyarakat nelayan kupang (Khoirotun, 2019). Hingga sampai era modern saat ni tradisi nyadran dilakukan setiap tahun, dikarenakan telah menjadi kepercayaan warga di Desa Balongdowo.

Dampak Nyadran bagi Masyarakat Balongdowo

Tradsi nyadran ini terus dilakukan oleh masyarakat desa Balongdowo. Apabila tradisi ini mulai luntur masyarakat sebenarnya takut akan dampak yang ditimbulkan, sehingga tradisi ini akan selalu dilakukan oleh masyarakat tiap tahunnya. Jadi kemungkinan tradisi ini akan selalu dilaksanakan dan tidak luntur tergerus arus modern.

Tradisi ini juga menimbulkan dampak postif dan negatif. Ada salah satu contoh dari dampak negatif yaitu “peristiwa sekitar lima tahun yang lalu para warga Desa Balongdowo ini tidak melakukan tradisi nyadran dikarenakan ada pergantian lurah, sehingga tradisi ini tidak dilakukan sehingga menimbulkan dampak yaitu penghasilan dari penjualan kupang berkurang drastis” (Khoirotun, 2019). Sedangkan dampak positifnya yaitu penghasilan penjualan kupang masyarakat akan semakin meningkat. Melihat dari dampak terbesar sekitar lima tahun ang lalu maka tradisi ini tetap dilaksanakan setiap tahunnya.

Konsekuensi sepengertian dengan dampak negatif sehingga jika warga tidak melakukan tradisi nyadran ini akan menerima konsekuensinya yaitu penghasilan dari penjualan kupang akan menurun. Kontribusi warga terhadap pelaksanaan nyadran ini yaitu seluruh warga desa Balongdowo saling gotong royong satu sama lain.

Keseluruhan dusun yang ada didesa ini melakukan nyadran. Desa Balongdowo ini terdiri dari 30 Dusun sehingga semua warga terlibat dalam tradisi ini dan saling gotong royong guna mmelaksanakan tradisi nyadran ini.

Daftar Pustaka

  • Khoirotun. 2019. “Tradisi Nyadran Laut Pada Masyarakat Nelayan Kupaang Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo”. Hasil wawancara pribadi 21April 2019. Balongdowo, Candi, Kab Sidoarjo.
  • Sangadji, F. A., Ernawati, J., & Nugroho, M. (n.d.). Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo – Sidoarjo. 13(1), 1–13.

Biodata Penulis

NamaNur Latifa
Emaillatifanur9@gmail.com
AlamatKec. Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo
StatusMahasiswa, Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Jember.
Penulis: Nur Latifa
Editor: Supriyadi Pro

Pos terkait