Meteor – Sebuah insiden jatuhnya batu meteor menembus atmosfer Bumi dan meledak di atas Laut Bering terjadi pada 18 Desember 2018 lalu menghasilkan ledakan besar. Ledakan ini menghasilkan bola api raksasa, dan anehnya tak ada teleskop satu pun di dunia yang mendeteksi kedatangannya.
NASA Abadikan ledakan meteor di atas Laut Bering (Credit: NASA/GSFC/LaRC/JPL-Caltech, MISR Team) |
NASA (Badan Antariksa Amerika Serikat) memperkirakan meteor ini berdiameter 10 meter dan beratnya mencapai 1.500 ton. Batu meteor tersebut lolos dari atmosfer ketika melaju dengan kecepatan mencapai 115.200 kilometer per jam, kemudian meledak pada ketinggian 25 kilometer di atas permukaan laut Bering.
Kekuatan ledakan batu angkasa ini mencapai 173 kiloton TNT atau 10 kali lipat energi bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat ke kota Hiroshima, Jepang pada tahun 1945.
Namun, meskipun daya ledaknya begitu luar biasa, ukuran meteor ini lebih kecil dari batuan angkasa yang menjadi fokus NASA dalam program pemindaian langitnya.
NASA mengawasi objek dekat Bumi (near-Earth objects) dalam kisaran diameter 460 kaki atau 140 meter atau lebih besar yang sanggup membinasakan seluruh negara bagian Amerika Serikat jika sampai menubruk Bumi pada titik keberadaan AS.
NASA berhasil mengabadikan meteor yang jatuh di atas Laut Bering tersebut. Dua satelit Terra Moderate Resolution Imaging SpectroRadiometer (MODIS) dan Multi-angle Imaging SpectroRadiometer (MISR) berhasil menangkap ledakan jatuhnya meteor ini pada tanggal 18 Desember 2018 lalu.
Jejak meteor terlihat di bagian atas foto berupa garis gelap. Di kanan bawah gambar adalah awan oranye dari udara super panas yang diciptakan oleh ledakan itu.
Ukuran meteor yang meledak di atas Laut Bering, juga wilayahnya yang terpencil, menjelaskan mengapa foto penampakannya baru terkuak belakangan.
Seperti dikutip dari situs sains LiveScience pada Senin (25/3/2019), menurut NASA bola api yang dipicu oleh ledakan meteor tersebut adalah yang paling besar dan berhasil diamati sejak tahun 2013. Tetapi, hal ini tidak akan menimbulkan ancaman bagi manusia, karena terjadi di wilayah tak berpenghuni.
Manajer NASA Kelly Fast, khususnya program pengamatan objek dekat Bumi, mempresentasikan ledakan meteor tersebut dalam Lunar and Planetary Science Conference di Texas pekan lalu.
Batu Meteor Bisa Memicu Masalah
Batu meteor yang jatuh jarang sekali membahayakan langsung pada kehidupan manusia di Bumi. Hingga saat ini belum pernah ada manusia yang divonis meninggal dunia karena insiden kejatuhan batu angkasa.
Bagian meteorit Chelyabinsk dipamerkan dalam dengar pendapat dengan House Administration Committee di Longworth House Office Building, Washington, DC, 17 Juni 2015. (Sumber AFP/Chip Somodevilla ) |
Namun meski begitu, terkadang batu angkasa menimbulkan masalah. Sebagai contoh insiden paling dramatis terbaru adalah meteor Chelyabinsk yang meledak di atas langit Rusia pada ketinggian 29,7 km di atas permukaan tanah.
Para ahli memperkirakan bahwa meteor tersebut berdiameter 20 m, dua kali lebih besar dari batu yang meledak di atas Laut Bering. Ledakannya berkekuatan 400 hingga 500 kiloton TNT. Gelombang kejut yang dihasilkannya melukai 1.000 orang, 112 di antaranya cedera serius hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Cedera kebanyakan karena pecahan kaca yang menghambur akibat ledakan. Beberapa diantaranya mengalami sakit pada mata atau luka bakar ultraviolet dari cahaya yang kuat dan panas intens. Ledakan meteor Chelyabinsk merupakan yang terbesar yang pernah menembus ke atmosfer, setelah meteor yang memicu Insiden Tunguska pada tahun 1908.
Tanggal 30 Juni 1908, sebuah meteor meledak kurang lebih 10 mil atau lebih di atas negara Siberia Timur, akibatnya mampu meratakan ratusan mil persegi hutan yang ada di sana.
Belum jelas seberapa besar meteor Tunguska tersebut, namun diperkirakan, tiga kali ukuran meteor Chelyabinsk.