Sejarah Negara Com – Persoalan etika kesehatan menjadi bahasan urgen dalam lingkup dunia kedokteran karena berhubungan dengan sumpah seorang dokter yang lebih mengutamakan kemanusiaan (bukan semata keuntungan). Anda mungkin sulit terlupa dengan kasusnya Prita Mulyasari yang sempat menghebohkan gara-gara berperkara dengan salah satu rumah sakit berlabel internasional.
Memberikan keterangan setransparan mungkin ke pasien ihwal penyakit dan atau diagnosa media merupakan bagin dari etika, yang harus dipenuhi setiap dokter sebagai individu dan rumah sakit sebagai institusi. Prita, konon telah dilanggar haknya tersebut karena ketika berusaha untuk melakukan konfirmasi menyoal hasil tes pemeriksaannya, jawaban yang diberikan pihak rumah sakit tidak komprehensif.
Persoalan diatas jelas merupakan bagian dari etika kesehatan yang harus dipenuhi oleh masing-masing insitusi kesehatan dimanapun. Karena apa? Dimanapun, termasuk di rumah sakit yang membutuhkan interaksi diantara manusia harus dilandasi dengan sikap dan perilaku yang mengandung etika.
Asal – Usul
Mengapa Yunani? Secara etimologi, etika berasal dari Yunani yang menurut terminologi yang dirumuskan oleh Araskar dan David (1978) sebagai “kebiasaan”, atau model perilaku yang diharapkan untuk dilakukan karena selalu saja pendasarannya adalah hati nurani. Sementara menurut Mimin Suhaemi (2002), etika dimasa kontemporer banyak disebut sebagai motif yang mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu.
Baca juga: Etika Kehumasan
Kode Etik
Etika dalam konteks profesi digariskan dengan apa yang disebut sebagai kode etik, yakni serangkaian aturan-aturan atau norma yang berisi tata laku atau pedoman dalam menjalankan suatu profesi tertentu. Seorang jurnalis, mempunyai kode etik yang disebut dengan kode etik jurnalistik. Demikian juga, seorang dokter, perawat atau perangkat lainnya memiliki kode etik profesi yang sering disebut dengan kode etik kedokteran yang wajib ditaati.
Banyak faktor yang mempengaruhi kode etik dalam bidang kesehatan, yang diantaranya kita bisa menyebut: tingkat kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan yang berkembang demikian dinamis semisal: alat kedokteran yang bisa dipakai untuk memperpanjang usia, cangkok organ, legalisasi aborsi, teknik kloning, dsb. Hal-hal demikian patut direnungkan bersama karena jelas ada sisi-sisi kontradiktif dengan sistem etika yang terangkum dalam kode etik tadi.
Pertanyaannya, mana yang harus menjadi prioritas disaat kedua hal tadi bertemu dalam satu simpul dan mengharuskan untuk dipilih salah satu-satunya? Apakah tetap mempertahankan nilai etika kesehatan, atau mendahulukan hasil dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekalipun bertentangan dengan kode etik, atau diambil langkah lain yang bisa jadi merupakan kondisi tengah-tengah diantara keduanya?
Untuk itu paling tidak diperlukan perumusan etika kesehatan yang mengatur pola hubungan antara institusi kesehatan dengan sang pasien. Mungkin sebagai alternatif berikut beberapa diantaranya:
- Sistem paternalisme, yakni sikap membimbing, mengarahkan dan mengayomi dari institusi kesehatan kepada pasiennya.
- Sistem individualisme, yakni pasien-pasien mempunyai hak yang absolut terhadap nasib dan kehidupannya.
- Resiprokalisme, yakni adanya saling kerjasama antara pekerja kesehatan dengan pasien dan pihak keluarga.
Dengan dipegang teguhnya etika kesehatan semoga kejadian-kejadian semisal yang dialami Prita Mulyasari atau pasien miskin yang kurang mendaptkan pelayanan memadai dari pihak institusi kesehatan bisa diminimalisir bahkan dihapuskan.
Baca juga: Etika Jurnalistik