Teori Religi menurut para ahli dalam 3 kelompok

Sejarah Negara Com – Religi adalah sebuah unsur dalam kehidupan suku-suku bangsa di dunia. Konsep religi merupakan suatu topik yang paling banyak dideskripsikan dalam kepustakaan etnografi, terutama abad ke 19. Dua buah teori yang menganalisa masalah asal mula religi yaitu, pertama konsep “teori jiwa” milik E.B Taylor dan “teori batas kemampuan ilmu gaib” milik J Frazer.

Keduanya bermuara pada kehidupan religi manusia purba dan bagaimana manusia purba bersikap terhadap adanya kekuatan-kekuatan gaib.

Koentjaraningrat mengelompokkan asal mula religi menjadi tiga buah kelompok,

  1. teori teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada keyakinan religi
  2. teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada sikap manusia terhadap alam gaib atau hal yang gaib
  3. teori-teori yang dalam pendekatannya berorientasi kepada upacara religi.
Teori Religi menurut para ahli dalam 3 kelompok

1. Teori yang berorientasi kepada keyakinan religi

Diantaranya Andrew Lang (1844-1912) mengungkap tentang dewa tertinggi dalam teori The Making of Religion. Lang tidak mempercayai tentang gejala-gejala gaib. Sebaliknya dia berusaha mencari keterangan rasional yang dapat menjelaskan gejala gaib tersebut.

Lang kemudian menyatakan bahwa dalam jiwa manusia terdapat suatu kemampuan gaib yang dapat bekerja lebih kuat dengan makin lemahnya aktivitas pikiran manusia yang rasional. Lang juga menulis tentang mitologi suku bangsa di muka bumi dimana dia menemukan tokoh dewa yang oleh suku tersebut dianggap sebagai Dewa Tertinggi yang menciptakan alam semesta dan isinya, penjaga ketertiban alam dan kesusilaan.

Lang menyebut bahwa keyakinan seperti itu terdapat pada suku-suku bangsa yang masih rendah sekali tingkat kebudayaannya.

Teori RR Marett (1866-1940) tentang kekuatan luar biasa menyatakan bahwa bentuk religi yang tertua adalah berdasarkan keyakinan manusia akan adanya kekuatan gaib dalam hal yang luar biasa dan menjadi sebab timbulnya gejala-gejala yang tidak dapat dilakukan oleh manusia.

Kekuatan tersebut tidak dapat diterangkan dengan akal dan kekuatan alamiah biasa. Kekuatan supernatural tersebut disebut kekuatan gaib atau kekuatan sakti.

A.C Kruyt (186-1949) menerangkan tentang animisme dan spiritisme. Dia lama menalami tentang Orang Toraja di Sulawesi tengah dan kemudian menulisnya. Bukunya Het Animisme in den Indischen Archipel, dikembangkan mengenai teori bentuk religi manusia premitif (kuno) yang berpusat pada suatu kekuatan gaib.

Kruyt menyatakan bahwa manusia primitive umumnya yakin akan adanya suatu zat halus (Kruyt menyebutnya zielestof) yang memberi kekuatan hidup dan gerak kepada banyak hal di dalam alam semesta ini. Zielestof dimanifestasikan kedalam berbagai bentuk binatang maupun bagian tubuh manusia dan tumbuh tumbuhan. Zielestof seperti itu oleh Kruyt disebut sebagai animisme.

2. Teori yang berorientasi kepada sikap manusia terhadap hal yang gaib

Diantaranya konsep RR Otto mengenai konsepsi mengenai azas religi yang beririentasi kepada sikap manusia dalam menghadapi dunia gaib atau hal yang gaib yang diuraikan dalam bukunya Das heilige (1917). Menurutnya system religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap mahadahsyat (tremendum) dan keramat (sacer).

Hal-hal tersebut menciptakan kekaguman dan terpesona dan rasa ketertarikan dan perhatian dalam diri manusia dan mendorong hasrat untuk menghayati dan rasa ingin bersatu dengannya. Otto mengungkapkan bahwa hal tersebut tidak dapat diterangkan dengan aka manusia sehingga dia menulis, uber das irrationale in der idée des gottlichen.

Teori tersebut menunjukkan adanya suatu unsure penting dalam tiap system religi, kepercayaan dan agama yaitu suatu emosi atau getaran jiwa yang sangat mendalam yang disebabkan karena sikap kagum, terpesona terhadap hal-hal gaib dan keramat.

Baca juga: Teori Fisika Abdus Salam

3. Teori yang berorientasi pada upacara religi

Diantaranya W Robertson Smith (1846-1894) tentang upacara bersaji. Teori tentang asas-asas religi yang mendekati masalahnya dengan cara yang berbeda yaitu dengan bersaji. Teorinya tidak berpangkal kepada analisa system keyakinan atau pelajaran doktrin dari religi tetapi berpangkal kepada upacaranya. Teorinya itu ditulisnya kedalam buku lectures on religion of the semites (1889).

Dia mengunkapkan tiga gagasan penting mengenai religi. Pertama, bahwa disamping system keyakinan dan dokrtin, system upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus.

Kedua, upacara religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi social untuk menginfestasikan solidaritas masyarakat. Ketiga, teori mengenai fungsi upacara bersaji.

Pada pokoknya, upacara seperti itu dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang, terutama darahnya kepada dewa kemudian memakan sendiri sisa daging dan darahnya oleh Robertson Smith dianggap sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa.

Dewa dipandang sebagai suatu komunitas walau sebagai warga yang istimewa. Maka dalam contoh etnografi (terutama suku dan kebudayaan Arab ) yang diajukan sebagai ilustrasi dari gagasannya, Robertson menggambarkan upacara sesaji sebagai suatu upacara yang gembira meriah tetapi tetap keramat dan tidak sebagai suatu upacara yang khidmat dan keramat.

Pos terkait