Secara geografis, Suriname merupakan bagian wilayah timurlaut Amerika Selatan yang disebut Guyana. Pantai Guyana pertama kali ditemukan oleh Columbus dalam perjalanan bersejarahnya yang ketiga, tetapi orang Eropa pertama yang mendarat di sana mungkin adalah dua orang kapten kapal berbangsa Spanyol yang ikut bertugas dalam ekspedisi Amerigo Vespucci.
Ketika orang Eropa mulai berdatangan ke sana, ratusan ribu orang Indian Amerika dari berbagai suku yang berbeda, yang berjumlah lebih dari 200 suku, telah mendiami daerah itu. Kini masih terdapat sekitar 8.000 orang suku Indian, yang berjumlah kurang dari 2% dari seluruh penduduk Suriname yang heterogen itu.
Saat ini, berbagai orang yang berasal dari 4 benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan hidup berdampingan secara damai di dalam negara itu dengan masing-masing kelompok memiliki adat istiadat, agama, bahasa, dan pakaiannya sendiri-sendiri. Hanya sejarahlah yang dapat menjelaskan mengapa begitu banyak orang yang berasal dari latar belakang keturunan yang berbeda-beda dapat tinggal di Suriname.
Baca juga: Brazil negara peleburan berbagai suku bangsa
Sejarah Suriname
Selama hampir 150 tahun setelah Columbus menemukan daerah pantai timurlaut Amerika Selatan ini, belum terdapat permukiman tetap orang Eropa di Suriname. Para penjelajah perintis menyadari bahwa dongeng harta karun emas El Dorado tidak dapat ditemukan di Guyana. Sebaliknya, apa yang mereka jumpai ketika menembus daerah luar pantai adalah hutan yang lebat dan buas.
Pada permulaan abad ke-17, Perusahaan Dagang Hindia Barat Belanda mendirikan tempat perdagangan yang kecil di tepi pantai. Pada tahun 1650, Lord Willoughby dari Parham mendirikan daerah permukiman yang lebih permanen dan menyatakan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian wilayah Inggris
Lord Willoughby mendatangkan banyak penetap dari Inggris dan Prancis serta budak dari Afrika sehingga Suriname segera berubah menjadi daerah koloni perkebunan yang makmur. Peningkatan penting berikutnya, dalam jumlah penduduk, terjadi pada tahun 1644 dengan datangnya kelompok orang Yahudi Portugis yang kaya dari Brasilia.
Dalam perang antara Inggris dan Belanda pada tahun 1667, Angkatan Laut Belanda menyerang Suriname dan komandan Inggris di Suriname menyerah. Dengan adanya Perjanjian Breda, yang mengakhiri perang, Inggris mengakui kemenangan Belanda ini dan Suriname menjadi bagian wilayah Kerajaan Be|anda.
Berdasarkan perjanjian ini pula, Belanda menyerahkan New Amsterdam, sekarang New York, kepada Inggris. Orang Suriname justru merasa bangga dengan perjanjian ini dan menyatakan bahwa negaranya beruntung dalam perjanjian tawar-menawar ini. Kecuali selama dua periode yang singkat, Suriname dikuasai Belanda sampai tahun 1975.
Selama abad ke-18 dan ke-19, para pengusaha perkebunan di Suriname amat bergantung kepada budak Afrika sebagai tenaga buruhnya. Jauh sebelum dihapuskannya perbudakan pada tahun 1863, telah jelas bahwa para budak, jika kelak dimerdekakan, tidak akan mau lagi untuk terus bekerja di perkebunan sehingga sumber tenaga buruh yang baru harus dicari lagi.
Pada awal tahun 1853, berbagai upaya dibuat untuk menyediakan kekurangan tenaga buruh ini dengan mendatangkan buruh kontrak dari berbagai negara. Antara tahun 1853 dan 1872, sekitar 5.400 buruh kontrak didatangkan, termasuk 500 orang Portugis dari Madeira, 2.500 orang Cina, dan 2.400 orang Hindia Barat dari pulau Barbados.
Ketika jumlah ini pun dirasa masih kurang, maka antara tahun 1873 dan 1930, didatangkan lagi 34.000 pekerja dari India dan 33.000 dari Jawa. Para buruh dikontrak bekerja selama 5 tahun. Bila sudah berakhir, mereka diberi pilihan menerima pesangon untuk pulang ke negeri asalnya atau mendapatkan sebidang tanah serta sejumlah uang untuk mulai bertani di Suriname. Banyak di antara mereka memilih yang kedua, yaitu tetap tinggal di Suriname.
Pada tahun 1922, status Suriname diubah dari sebuah tanah jajahan menjadi sebuah bagian wilayah Kerajaan Belanda. Suriname diberi hak memerintah sendiri untuk urusan dalam negeri pada tahun 1954 dan kemerdekaan penuh pada tahun 1975.
Menurut konstitusinya, seorang presiden dipilih oleh parlemen sebagai kepala negara dengan masa jabatan 5 tahun, sedangkan perdana menteri bertugas sebagai kepala pemerintahan. Akan tetapi, kaum militer mengambil alih kekuasaan pada tahun 1980 dan menangguhkan konstitusi. Selanjutnya, negara diperintah oleh Junta Militer Nasional dan kemudian oleh Pusat Kebijakan, suatu badan sipil di bawah kendali militer.
Kunjungi Peta Suriname atau di google map
Penduduk Suriname
Dari hanya sekadar beberapa orang penetap Belanda, lalu berdatanganlah, selama beberapa generasi, banyak orang dari berbagai suku bangsa ke Suriname sehingga membentuk penduduk Suriname, yang sekarang berjumlah sekitar 350.000 jiwa.
Kelompok terbesar adalah orang Kreol, yaitu keturunan para budak yang tetap bekerja di perkebunan. Orang Hindustan dan orang Jawa adalah keturunan para buruh kontrak yang dibawa ke Suriname pada abad ke-19; orang Negro Rimba adalah keturunan para budak yang melarikan diri dari perkebunan.
Nenek moyang orang Amerindian (Amerika-Indian) merupakan penduduk asli Suriname. Kelompok yang berbeda ini saling mempengaruhi satu sama lain, sampai batas tertentu, tetapi masing-masing kelompok tetap memelihara ciri-ciri identitas kesukuannya.
Baca juga: Guyana negara yang pernah terjajah 3 abad
Orang Kreol
Kata ”Kreol” di Suriname dimaksudkan untuk menyebut keturunan para budak yang tidak melarikan diri ke hutan belantara. Banyak di antara mereka sekarang berdarah campuran sebagai akibat perkawinan antarsuku selama beberapa generasi.
Orang Kreol Suriname tinggal di berbagai kota atau di daerah pantai yang maju. Mereka adalah pegawai kantor, dokter, pengacara, guru, dan pegawai negeri; dan banyak di antara mereka mengirimkan anak-anaknya untuk belajar di berbagai universitas di luar negeri. Sebagian besar orang Kreol beragama Katolik Roma.
Pria Kreol memakai pakaian model Eropa, sedangkan wanitanya mengenakan baju katun yang dijahit sendiri serta penutup kerudung. Cara mereka mengikatkan kerudung menunjukkan suasana hati atau watak pemakainya. Salah satu contoh ialah terjuntai di punggung, disebut ”Kalut”, menandakan bahwa pemakainya sedang cemberut dan tidak boleh diganggu.
Model lainnya, disebut “Tunggulah aku di sudut”, merupakan pertanda bahwa wanita tersebut siap diajak kencan. Sekurang-kurangnya terdapat 100 model yang berbeda-beda dan dapat dikenal dengan mudah.
Dalam pesta, kaum wanita memakai pakaian tradisional koto-missie, yaitu rok panjang yang terbuat dari kain katun bermotif sepanjang 20 yard dan pada bagian pinggangnya terdapat kerut-kerut besar yang diberi bantalan di bagian belakangnya. Blus yang dikanji serta kerudung melengkapi kostum ini.
Makanan kesukaan orang Kreol terutama terdiri atas pisang panggang atau pisang rebus dan kuah lezat yang dihidangkan bersama nasi, okra, serta kacang yang dicampur dengan ikan, daging, atau ayam. Pasar merupakan unsur penting di dalam kehidupan wanita Kreol. Di pasarlah mereka memasyarakatkan diri dengan tetangga sambil membeli dan menjual berbagai belanjaan yang banyak-termasuk ikan asin, bumbu masak, ubi jalar, beras, sayuran, buah-buahan, barang pecah-belah, dan barang tembikar.
Cerita rakyat Kreol terutama berlangsung dalam bentuk cerita dan peribahasa. Ceritanya, kebanyakan mengenai Anansi, laba-laba yang cerdik, berfungsi semi keagamaan. Seringkali cerita-cerita itu dihubungkan dengan upacara selamatan bagi orang yang meninggal sehingga cerita tersebut tidak boleh diceritakan pada siang hari.
Sebaliknya, peribahasa digunakan secara bebas dalam setiap percakapan. Seseorang mungkin berkata, misalnya, ”ekor kera adalah juga tubuhnya” yang berarti bahwa apabila menyakiti seseorang, berarti dia telah menyakiti seluruh keluarganya. Seseorang yang telah terlatih dapat dengan mudah menyelipkan ratusan peribahasa ke dalam percakapannya ketika situasi mengizinkan.
Orang Hindustan
Orang Hindustan (orang yang berasal dari India) merupakan kelompok terbesar kedua di Suriname. Pada mulanya mereka dibawa ke Suriname sebagai buruh kontrak, tetapi banyak di antara mereka tetap tinggal di Suriname setelah kontrak perkebunannya berakhir
Sebagian besar di antara mereka menjadi petani padi dan pengolah susu; sebagian lainnya tinggal di berbagai kota dengan bekerja di bidang industri, perdagangan, atau bidang keahlian lainnya. Meskipun berasal dari tempat yang berbeda di India, mereka mengelompokkan diri ke dalam suatu struktur kelas yang kurang ketat batasan sosialnya.
Dalam keluarga Hindustan, laki-laki yang sudah berkeluarga tetap tinggal di rumah orang tuanya sehingga tiga kelompok generasi seringkali tinggal dalam satu atap. Secara tradisional, pernikahan diatur, yang berarti bahwa orang tua memilihkan jodoh bagi anak-anaknya, tetapi orang muda Hindustan sekarang bersikeras untuk dapat menentukan pilihannya sendiri.
Pesta pernikahan itu sendiri merupakan pesta yang meriah dan berlangsung selama beberapa hari. Kebanyakan orang Hindustan beragama Hindu, sekitar 20% beragama Islam. Di antara anggota kedua kelompok itu jarang terjadi pernikahan.
Wanita Hindustan berpakaian sari (kain cita panjang yang dilipat melilit badan) dan tutup kepala yang berenda yang hanya menyisakan bagian muka yang terbuka. Tidak seorang wanita pun akan merasa lengkap apabila belum memakai perhiasan.
Cincin hidung, cincin ibu jari kaki, gelang, kalung, cincin, dan anting-anting merupakan jenis perhiasan yang sangat disukai. Para pria pada umumnya, memakai pakaian Eropa, sedangkan pria yang sudah agak tua menyukai pakaian dhoti, cawat putih lebar yang menyerupai popok dengan kemeja di bagian atasnya.
Orang Jawa
Seperti halnya orang Hindustan, orang Jawa datang ke Suriname sebagai buruh kontrak dan membentuk suatu kelompok yang sangat terikat. Ikatan keluarga di antara orang Jawa sangat kuat. Anak-anak dididik untuk menghormati orang tua dan dilarang menentang secara terang-terangan.
Idealnya, pernikahan juga masih diatur oleh orang tua, sedangkan di waktu lampau calon pengantin pria dan wanita baru bertemu pada hari pernikahannya Kecuali beberapa orang beragama Kristen, orang Jawa selebihnya beragama Islam. Namun, agama monoteisme mereka masih dipengaruhi oleh animisme, yaitu pemujaan pada arwah nenek moyang dan kepercayaan kepada roh.
Pria Jawa biasanya mengenakan pakaian model Eropa meskipun mereka suka memakai kopiah, yaitu topi berbentuk kerucut dan tak bertepi. Kebanyakan kaum wanitanya memakai pakaian katun model Eropa, walaupun banyak di antara mereka masih tetap mengenakan, dalam kesempatan tertentu, sehelai kain yang tak di jahit yang disarungkan ke tubuh, seperti rok panjang, dan diikat dengan sabuk berbordir.
Di bagian atasnya, dikenakanlah pakaian serupa blus dengan selendang, yaitu kain sempit panjang yang diletakkan di atas sebelah pundaknya. Selendang juga digunakan menggendong anak kecil yang mengangkang pada pinggang ibunya.
Seorang anggota keluarga Jawa kadang-kadang tidak makan bersama-sama dengan keluarga. Makanan untuk hari itu, terutama nasi, dimasak pada pagi hari dan ditaruh di atas para-para yang nyaman di dapur. Ketika ada seorang anggota keluarga yang merasa lapar, maka dia akan mengambilnya sendiri.
Orang Negro Rimba
Orang Negro rimba adalah keturunan para budak yang berhasil melarikan din ke dalam hutan belantara dan perkebunan Kini jumlah mereka sekitar 35 000 jiwa. Karena mereka larang mengadakan kontak dengan dunia luar. maka budaya mereka tetap sama seperti yang ada di Afrika. tempat mereka berasal.
Para misionaris Kristen telah membuat beberapa jalan tembus bagi orang Negro Rimba yang masih percaya dengan candi pemujaan bagi dewata, kebanyakan dewa tersebut masih menggunakan nama-nama Afrika.
Sebelum berusia 14 atau 15 tahun orang Negro Rimba tidak mengenakan baju. Setelah melewati masa puber, yang pria memakan kamisa, sehelai kain katun sempit yang dipakai di antara kedua selangkangan kakinya dan diikatkan di pinggangnya.Wanita remajanya memakai celemek katun yang nanti diganti dengan rok setelah dia menikah. yang diikatkan di pinggangnya dengan sabuk manik-manik. Baik pria maupun wanitanya menggores tubuhnya dengan pola-pola yang simetris.
Orang Indian Amerika
Sekitar 8.000 orang masih tinggal di Suriname. Secara umum, mereka dapat dikelompokkan menjadi kelompok utara dan kelompok selatan. Dari dua kelompok tersebut, kelompok selatanlah yang jarang sekali mengadakan kontak dengan penduduk lain.
Sebagian orang Indian ini adalah kaum nomad dan tidak memiliki ketrampilan bertani. Hingga kini, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang logam sehingga mereka hanya menggunakan peralatan dari batu. Mereka hidup dengan cara berburu, menangkap ikan, dan mencari biji-bijian, buah-buahan, kacang-kacangan, dan apa saja yang disediakan oleh alam.
Kelompok Indian utara seperti suku Wayana dan Trio, yang tinggal di desa di sepanjang sungai dalam rimba, juga hidup dengan cara berburu dan menangkap ikan, tetapi mereka juga bertani dengan cara sayat-dan-bakar, yaitu dengan cara meratakan gundukan tanah di tengah hutan.
Kelompok utara ini memiliki pengetahuan tentang logam dan juga melakukan perdagangan. Baik pria maupun wanita berpakaian kain serupa celemek yang diikat dengan tali di pinggangnya.
Wanitanya memakai kalung yang terbuat dari manik-manik dan biji-bijian, sedangkan prianya memakai perhiasan indah yang terbuat dari bulu-buluan yang diselipkan pada bambu yang mirip dengan daun atau sayap serangga.
Warna yang paling mereka sukai adalah warna merah. Baik pria maupun wanitanya sering melumuri tubuh mereka dengan celup merah yang terbuat dari biji-bijian, bahkan anjing berburunya pun kadang-kadang diberi warna yang serupa.
Bahasa, pendidikan, dan gaya hidup Suriname
Meskipun bahasa resmi negara adalah bahasa Belanda, orang jarang sekali menuturkannya di rumah-rumah, kecuali penduduk kota kelas atas. Bahasa yang umum dipakai adalah bahasa Sranang Tongo atau bahasa Takki-Takki.
Bahasa Sranang tersusun atas kosa kata bahasa Inggris, Belanda, dan Portugis, sedangkan tata bahasanya menunjukkan adanya pengaruh dari bahasa Afrika dan Eropa. Bahasa ini dituturkan di pasar-pasar dan di rumah-rumah. Beberapa acara radio juga berlangsung dalam bahasa ini, begitu pula berbagai surat kabar terbit dalam bahasa Sranang.
Bahasa Jawa, Hindi, Inggris, dan berbagai bahasa lainnya, dituturkan oleh berbagai kelompok yang bermacam-macam, sedangkan orang Amerindian bertutur dalam bahasa Karib dan Arawak. Terdapat kebebasan beragama di Suriname, berbagai agama diamalkan dengan baik oleh para pemeluknya.
Pendidikan adalah wajib bagi anak Suriname yang berusia antara 6-12 tahun sehingga angka melek huruf, di daerah pantai yang padat penduduknya, tinggi. Sekolah Dasar yang bebas SPP didukung oleh pemerintah, sedangkan berbagai sekolah swasta didukung oleh misi Protestan dan Gereja Katolik Roma. Juga terdapat sekolah hukum, kedokteran, dan sekolah calon guru bagi mereka yang ingin memasuki bidang ini.
Sebagian orang Suriname bekerja di bidang industri lokal,seperti industri batu bata, industri rokok kretek, korek api, rum, bir, sepatu, dan pakaian jadi; sebagian lagi bertani padi, pisang, jeruk, dan berbagai tanaman lainnya. Boksit ditemukan pada awal abad ke-20 dan sejak tahun 1938 sumber pendapatan utama Suriname berasal dari penambangan boksit.
Suriname merupakan contoh yang menarik dari suatu masyarakat yang pluralistis, yaitu suatu negara dengan penduduk yang berlatar belakang berbeda tetapi dapat hidup berdampingan dalam kesatuan politik yang sama, padahal masing-masing kelompok tetap mempertahankan jati dirinya.
Setiap kelompok memiliki bahasa, agama, pakaian, dan pola-pola budayanya sendiri dan mereka tetap memelihara adat istiadat dan tradisinya yang berbeda-beda. Semua itu menyebabkan pembauran penduduk Suriname menjadi semakin menawan.
Baca juga: Amerika Utara Benua terkaya di dunia
Geografi Suriname
Suriname, dengan luas wilayah seluruhnya sekitar 163.265 km2, dibatasi oleh Guyana Prancis di sebelah timur, Guyana di sebelah barat, dan Brasilia di sebelah selatan. (Terdapat suatu bagian wilayah yang sedang dipersengketakan oleh Suriname dan Guyana). Pantai utaranya dibatasi oleh Samudra Atlantik.
Paramaribo, yaitu kota pelabuhan sekaligus ibu kota Suriname yang merupakan tempat tinggal lebih dari sepertiga penduduknya, terletak di tepi Sungai Suriname. Dua pelabuhan lainnya adalah Nieuw Amsterdam dan Nieuw Nickerie. Suhu sepanjang tahun di Suriname tinggi dengan curah hujannya yang tinggi pula.
Suriname dapat dibagi dalam 3 bagian-yaitu dataran rendah pantai, sabuk sabana, dan hutan tropis di bagian tengahnya. Hampir 90% penduduknya bertempat tinggal di daerah pantai yang subur padahal wilayah ini hanya merupakan seperdelapan dari seluruh wilayah daratannya. Daerah pantainya dahulu merupakan perkebunan yang luas, tetapi kini menjadi tempat bercocok tanam padi serta tanaman perkebunan lain.
Sabananya berpasir dan kurang subur sehingga hanya sedikit saja orang yang tinggal di sana. Hutan hujan tropisnya merupakan tempat tinggal orang Negro Rimba serta suku Amerino dian. Berbagai pohon besar, kebanyakan menyediakan kayu yang sangat berharga, tumbuh di hutan ini.
Suriname dialiri oleh berbagai sungai, di antaranya adalah sungai Maroni, Suriname, Coppename, dan Courantyne. Dekat perbatasan dengan Brasilia, tanah menjadi bergunung-gunung dengan puncak tertinggi menjulang setinggi 1.280 m. Suriname adalah negeri yang kaya dan beragam, baik dalam flora maupun faunanya.
Baca juga: Nama Negara di Dunia
ANNEMARlE de WAAL MALEFIJT, Perguruan Tinggi Hunter
Editor: Sejarah Negara Com