Sistem perekonomian dan kekerabatan suku Minangkabau

Sebagian suku Minangkabau hidup bercocok tanam. Ada yang di sawah-sawah dengan menanam padi dan palawija, di lereng-lereng bukit dengan menanam sayuran dan buah-buahan, dan di pesisir dengan tanaman kelapa. Sebagian lagi berdagang (merantau), dan membuat barang-barang kerajinan, berupa perak bakar dan kain songket Silungkang, sebagian lagi bekerja di sektor jasa dan buruh.

Sistem kekerabatan di Minangkabau adalah matrilineal, yaitu di dasarkan atas garis ibu. Seorang anak termasuk keluarga ibunya saja dan bukan keluarga ayahnya. Seorang ayah berada di luar keluarga anak dan isterinya, sama halnya dengan seorang dari seorang laki-laki akan termasuk keluarga lain dari ayahnya.

Sehubungan dengan itu, keluarga batih menjadi kabur dalam sistem kekeluargaan Minangkabau. Keluarga batih tidak merupakan kesatuan yang mutlak, biarpun besar perananyya dalam pendidikan/masa depan anak.

Kesatuan keluarga yang terkecil atas dasar prinsip terurai di atas adalah paruik (perut). Ada lagi kesatuan kampueng yang memisahkan paruik dengan suku sebagai kesatuan kekerabatan.

Bentuk desa dan rumah suku Minangkabau

Dari ketiganya itu, paruiklah yang benar-benar merupakan kesatuan genealogis. Kepentingan keluarga diurus oleh seorang laki-laki dewasa dari keluarga ibu yang bertindak sebagai ninik mamak bagi keluarga itu. Istilah mamak berarti saudara laki-laki ibu (dapat lebih dari satu).

Suku dalam kekerabatan Minangkabau menyerupai suatu klen matrilineal dan jodoh harus dipilih dari luar sukunya. Pada masa dulu ada adat, bahwa orang sedapat mungkin kawin dengan anak perempuan mamaknya atau gadis-gadis yang dapat digolongkan demikian.

Seorang isteri mamak akan dipanggil oleh seseorang dengan mintuwo (mertua), walaupun ia tidak pernah mengawini anak perempuannya. Perkawinan dalam masyarakat Minang sebenarnya tidak mengenal mas kawin dari suami.

Bahkan pihak wanitalah yang memberikan uang jemputan kepada suami, yang terpenting adalah pertukaran benda lambang antara kedua keluarga itu.

Bila terjadi perceraian, si suami harus meninggalkan rumah isteri tanpa membawa harta dan anak-anaknya. Dalam masyarakat Minang seorang suami boleh punya isteri lebih dari satu orang (poligini).

Dari 3 bentuk kekerabatan di atas, maka suku dan kampueng merupakan kelompok formal. Suku dipimpin oleh seorang penghulu suku, sedangkan kampueng oleh seorang penghulu andiko atau datuek kampueng.

Dalam pesta perkawinan atau peristiwa keluarga lainnya, beberapa kelompok kekerabatan itu saling merasa bersangkutan. Laki-laki yang mengawini seorang perempuan dari satu paruik atau kampueng disebut urang sumando.

Kaum kerabat laki-laki dari si perempuan disebut niniek mamak. Kaum kerabat perempuan dari pengantin laki-laki disebut pasumandan. Bagi seorang anak, kaum kerabat ayahnya adalah bako yang dibeberapa daerah disebut induek bako. Seorang anak dari anggota laki-laki dari paruiknya sendiri disebut anak pisang.

Kelompok anak pisang harus menyumbangkan tenaganya bila ada suatu pesta atau kematian dalam keluarga bakonya. Seorang isteri harus bekerja di rumah pasumandannya bila di sana ada suatu hajat keluarga.

Baca selanjutnya : Sistem kemasyarakatan suku Minangkabau

Pos terkait