Pada tahun 1749 sampai 1755/1757 di Kerajaan Mataram berkobar perlawanan terhadap VOC lagi. Kali ini dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dan Mas Said. Pangeran Mangkubumi adalah adik Paku Buwono II.
Sunan Paku Buwono II telah berjanji akan menyerahkan sebidang tanah kepada Pangeran Mangkubumi apabila dapat menundukkan Mas Said. Karena janji itu tidak ditepati, maka terjadilah perselisihan antara Paku Buwono II dengan Pangeran Mangkubumi.
Ketika Gubernur Jendral Van Imhoff berkunjung ke Surakarta, ia mencampuri perselisihan itu. Van Imhoff memarahi Pangeran Mangkubumi di depan orang-orang yang sedang menghadap raja. Pangeran Mangkubumi merasa tersinggung dan sangat malu.
Kemudian ia meninggalkan istana dan menemui Mas Said. Kedua orang bangsawan itu bekerja sama mengobarkan perlawanan terhadap VOC.
Ketika perang mulai berkobar Paku Buwono II wafat. Sebelum wafat , ia telah menitipkan Kerajaan Mataram kepada VOC. Kemudian VOC mengangkat putra mahkota dengan gelar Paku Buwono III.
Perlawanan berkobar terus-menerus. Pangeran Mangkubumi menggunakan taktik perang gerilya. Di tepi sungai Bogowonto pasukan VOC dalam jumlah besar di bawah pimpinanan Mayor De Clerx terjebak, dan dapat dibinasakan.
Pasukan VOC di tempat-tempat lain dapat dikalahkan juga. Pembesar-pembesarnya merasa cemas. Mereka segera membujuk Pangeran Mangkubumi agar mau berdamai. Bujukan itu berhasil. Pangeran Mangkubumi bersedia mengadakan perdamaian.
Baca juga: Pemindahan Pajang ke Mataram
Perjanjian Gianti
Pada tahun 1755 ditandatangani Perjanjian Gianti. Isi dari Perjanjian Gianti adalah “membagi Kerajaan Mataram menjadi dua bagian”, yaitu Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi dan Mataram Timur tetap dikuasai oleh Paku Buwono III.
Kemudian Pangeran Mangkubumi menjadi raja dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaannya disebut Ngayogyakarta, yang sekarang terkenal dengan sebutan Yogyakarta. Daerah Mataram Timur beribu kota Surakarta , dan terkenal dengan nama daerah Kasunanan.
Sementara itu Mas Said masih terus melanjutkan perlawanan. Tetapi pada tahun 1757 terpaksa mengadakan perdamaian, yang disebut Perjanjian Salatiga. Perjanjian Salatiga menetapkan bahwa daerah Mataram Timur (Surakarta) dipecah lagi menjadi 2 bagian.
Sebagian tetap menjadi daerah Kasunanan, sebagian lagi diserahkan kepada Mas Said. Mas Said kemudian bergelar Mangkunegoro I, dan daerahnya disebut Mangkunegaran.